Alat musik tradisional khas Minahasa, Sulawesi Utara, Kolintang, resmi diakui sebagai bagian dari “Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity” atau Daftar Representatif Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan oleh UNESCO.
Pengumuman terkait hal ini dilakukan dalam sidang ke-19 the Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage di Paraguay pada Kamis (5/12) pukul 12.20 waktu setempat, atau pada Kamis (5/12) pukul 22.00 WIB.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon dalam pidatonya secara virtual menyampaikan bahwa kolintang bukan sekadar alat musik melainkan juga simbol persatuan.
“Kolintang bukan sekadar alat musik, melainkan simbol harmoni, persatuan, dan kreativitas masyarakat Indonesia. Pengakuan ini adalah bukti komitmen kita bersama dalam melestarikan kekayaan budaya bangsa,” ujar Menteri Fadli dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis.
Kolintang, yang memiliki kemiripan dengan Balafon, alat musik tradisional dari Mali, Burkina Faso, dan Côte d’Ivoire di Afrika Barat, menjadi bukti bahwa musik tradisional mampu menjembatani perbedaan geografis dan budaya.
“Meski berasal dari tradisi yang berbeda, Kolintang dan Balafon menunjukkan bahwa musik adalah bahasa universal yang dapat menyatukan kita dalam ritme dan kreativitas bersama di tengah perbedaan,” tambah Fadli.
Menteri Fadli Zon juga mengapresiasi dan rasa hormat ke seluruh komunitas Kolintang di Indonesia, mulai musisi, perajin, hingga praktisi budaya. “Kami berterima kasih atas dedikasi Anda semua dalam memastikan Kolintang tetap hidup dan terus menginspirasi generasi mendatang,” ujarnya.
Pengakuan UNESCO membawa tanggung jawab besar untuk terus melestarikan dan mempromosikan Kolintang di kancah nasional maupun internasional. Menteri Fadli Zon menekankan bahwa warisan budaya ini harus menjadi jembatan dialog antarbudaya dan penghubung antara generasi.
“Kami berharap pengakuan ini dapat meningkatkan kesadaran global akan pentingnya warisan budaya takbenda, serta mempererat kerja sama lintas negara dalam upaya pelestarian Kolintang dan Balafon,” ujar dia.
Lebih dari itu, alat musik khas Minahasa ini diharapkan menjadi katalisator perubahan yang mampu melampaui batas geografis, budaya, dan bahasa, serta mendukung pencapaian Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan.
“Kementerian Kebudayaan siap mendukung dan berkomitmen bekerjasama dengan seluruh masyarakat dalam upaya pemajuan, pengembangan, dan pembinaan kebudayaan, khususnya konteks Warisan Budaya Takbenda dan mendorong ekosistem kebudayaan yang inklusif,” tutup Fadli Zon.