Suku Mentawai, Sumatera merupakan salah satu suku yang berasal dari pantai baratpulau Sumatera yang memiliki beragam budaya menarik. Orang Mentawai sendiri diyakini berasal dari nenek moyang nya yang telah bermigrasi pertama ke wilayah tersebut di suatu tempat.
Masyarakat Suku Mentawai terkenal masih bergantung penuh pada alam dan hidup jauh dari peradaban modern. Suku ini dikenal memiliki nilai filosofi hidup yang tinggi, ditandai dengan berbagai tradisi yang mereka lakukan. Beberapa diantaranya yaitu sebagai berikut:
- Sikerei
Pada dasarnya Sikerei yaitu nama panggilan untuk dukun di suku mentawai yang dipercayai memiliki kekuatan spiritual. Dukun ini dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Prosesnya dilakukan dengan memberikan ramuan obat dan dilanjutkan dengan tarian Turuk,
Tarian ini dipercaya sebagai tarian pemanggil arwah leluhur. Karena mereka percaya ketika ada seseorang yang sakit, jiwanya sedang meninggalkan tubuhnya sendiri. Namun seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi, peran Sikerei pun semakin dilupakan. Saat ini, sikerei hanya bisa dijumpai di Kecamatan Siberut Selatan.
- Tato
Seni tato atau seni rajah di Mentawai kabarnya sudah ada sejak 1.500 SM dan diwariskan secara turun-temurun. Tato ini dibuat dengan cara tradisional yang diawali dengan melakukan upacara bersama dengan sikerei terlebih dahulu.
Kemudian sipatiti mulai membuat gambar kasar pada bagian tubuh yang akan ditato. Bahan tato yang digunakan menggunakan campuran daun pisang dan arang tempurung kelapa. Prosesnya dilakukan dengan cara memukul tubuh secara perlahan menggunakan tongkat kayu untuk memasukkan pewarna ke dalam kulit.
- Meruncingkan Gigi
Tradisi unik lainnya yaitu meruncingkan gigi. Tradisi ini biasanya dilakukan bagi para wanita. Semakin runcing maka mereka akan dianggap semakin cantik. Selain itu, meruncingkan gigi juga menjadi simbol keseimbangan tubuh dan jiwa. Meksipun begitu, tradisi ini perlahan mulai menghilang.
- Rumah Adat Uma
Hal unik lainnya yaitu tempat tinggal yang ditempati Suku Mentawai. Nama rumah adat tersebut adalah Uma. Hunian tradisional ini ternyata bukan hanya rumah biasa, namun juga menggambarkan identitas sosial, spiritual, dan jati diri Suku Mentawai.
Rumah Uma memiliki bentuk atap tenda memanjang yang dibangun dengan menggunakan sistem sambungan silang bertakik. Rumah ini dibangun tanpa menggunakan paku. Untuk atapnya terbuat dari rumbia yang menjulur hingga ke bawah.
Pembagian ruangnya juga sederhana. Hanya terdiri dari ruang depan, serambi talaibo untuk menerima tamu, dan ruang tidur keluarga. Ruangan itu juga dilengkapi dengan perapian untuk memasak.
- Panunggru Mentawai
Tradisi ini berkaitan dengan kematian seseorang. Suku Mentawai meyakini bahwa seseorang yang sudah meninggal tidak serta merta putus hubungan dengan yang ditinggalkan. Maka dari itu, mereka mengadakan acara yang disebut Punen Panunggru.
Tradisi ini dilakukan dengan cara melepas dan menyimpan perhiasan yang mereka kenakan dan tidak menggunakan baju bagus. Untuk anak perempuan akan memotong sebagian ujung rambut. Sedangkan ibunya akan memotong sedikit rambut di bagian dahi kiri.
Selain itu, jika yang meninggal sang suami maka kepala sampan akan dipotong 5 cm. Jika istri yang meninggal maka akan memotong ujung sampan. Kemudian suami atau istri akan berganti nama panggilan. (Anisa Kurniawati-Berbagai Sumber)