Di era 1970-1990an, sastra Indonesia memiliki penulis terkenal dan produktif bernama Abdullah Harahap. Novel, cerita bersambung dan cerpen karyanya yang bertema horor dan misteri, laris manis.
Tak hanya diburu penggemar sastra, namun juga masyarakat biasa yang haus dengan bacaan yang akan membawa mereka berimajinasi tentang hantu dan dunia mistis.
Novelnya pun selalu berjudul bombastis, dibalut dengan sampul berhias gambar gadis cantik nan molek. Sedikitnya ada 130-an judul novel yang telah dihasilkan Abdullah Harahap di era itu.
Penulis kelahiran Sipirok, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 17 Juli 1943 ini mulai menulis sejak SMA. Abdullah sudah sering mengirimkan hasil tulisannya ke majalah Selekta pada pertengahan tahun 60. Namun tulisannya tak pernah diterbitkan.
Selepas SMA, ia lalu merantau ke Bandung dan berkuliah di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung, Jurusan Civic Hukum. Akan tetapi ia tidak menamatkan kuliahnya. Saat kuliah itu, dia mengarang cerita pendek. Beberapa kali karyanya diterbitkan harian Indonesia Jaya.
Abdullah Harahap kemudian bekerja sebagai jurnalis. Pada tahun 70-an ia bekerja penuh waktu sebagai wartawan di majalah Selekta. Di majalah itu ia kerap meliput peristiwa kriminal.
Karir jurnalistiknya dimulai sebagai reporter di harian Gala (Bandung) yang banyak memuat berita-berita kriminal. Dari pekerjaannya itu, Abdullah kerap diajak polisi melakukan penyelidikan kasus.
Baca juga: Andrea Hirata, Sosok Sentral di Balik Novel Laskar Pelangi
Novel Misteri
Pada saat itu, novel bertema percintaan sangat populer. Abdullah rupanya juga sudah menghasilkan cerita pendek dan cerita bersambung yang dimuat di media Selekta Group. Dia telah menerbitkan sekitar 50 judul novel bertema percintaan.
Beberapa karyanya antara lain, Kekasih yang Hilang, Istriku Sayang Istriku Jalang, Lembutnya Dosa Kotornya Cinta, Impian Seorang Janda, dan Kekasih Hatiku.
Pada tahun 1970-an, pertama kalinya kisah horornya yang berjudul Dikejar Dosa dimuat secara bersambung di tabloid Srop. Novel ini difilmkan dengan judul sama dibintangi Hendra Cipta, Ucok Harahap (AKA), Paula Rumokoy dengan diproduseri Wim Umboh.
Setelah karya horor pertamanya, permintaan untuk menulis cerita horor banyak berdatangan. Sejak 1975, Abdullah sepenuhnya meninggalkan karangan bertema percintaan. Ia bahkan menulis cerita horor hingga 70 judul.
“Dalam novel misteri, saya lebih leluasa menulis. Pada roman itu ada tata dan logika yang harus dijaga, sedangkan dalam menulis misteri kita bisa suka-suka, sepuas-puas hati,” katanya seperti yang dikutip dalam laman tokoh.id.
Novel horor pertamanya, Dikejar Dosa, difilmkan degnan judul sama tahun 1974. Film itu dibintangi Hendra Cipta, Ucok Harahap (AKA), dan Paula Rumokoy, serta diproduseri Wim Umboh.
Baca juga: Mengenal Ayu Utami Penulis Novel Fenomenal Saman
Roman Picisan
Dalam proses menulisnya, Abdullah banyak terinspirasi oleh kehidupan sehari-hari. Selain itu, pengalaman selama 20 tahun menjadi wartawan kriminal turut mempengaruhi gaya penulisannya. Dia sering menggunakan legenda atau cerita orang di suatu daerah sebagai bahan novelnya.
Bagi Abdullah, cerita horor tidak melulu bercerita tentang hantu. Namun juga tentang kehidupan sosial dan permasalahannya. Ciri khasnya, pemilihan judul dengan frase bombastis. Selain itu, sampulnya berhias gambar gadis cantik nan molek atau manusia berwajah seram.
Karyanya juga memuat konten yang dianggap berbau pornografi. Sehingga membuat novel-novelnya selalu dicap picisan. Namun, ia mengaku tak keberatan, bagi Abdullah yang terpenting adalah kisahnya dibaca banyak orang dan mudah dimengerti.
Dibela H.B Jassin
Perjalanan karirnya sebagai penulis tak selalu berjalan mulus. Pada tahun 1975, ia sempat tersandung masalah hukum. Salah satu karyanya yang berjudul Budak dan Budak dibawa ke pengdilan dengan tuduhan pornografi. Karya yang dimuat di majalah Mayapada itu menghadirkan tokoh cerita seorang hiperseksual dan tentu saja tak lepas dari adegan seksnya.
Pada saat itu, sastrawan besar H.B. Jassin membela Abdullah dan tampil sebagai saksi ahli. Jassin menilainya sebagai karya sastra. Adegan seks itu untuk menunjukkan ‘penyakit’ sang tokoh. Jika tidak ada penggambaran itu, maka karakter itu hilang. Berkat pembelaan Jassin, dakwaan atas karya itu dicabut, Abdullah pun bebas dari jeratan hukum.
Baca juga: Ahmad Tohari, Penulis Fenomenal Ronggeng Dukuh Paruk
Sangat Penakut
Dikutip dari Wikipedia, akibat terlalu banyak menulis novel horor, Abdullah Harahap menjadi seorang yang sangat penakut. Ia menyebut, kalau kita tidak takut saat menulis bagian seramnya, maka itu berarti novel tersebut gagal. Ketakutannya itu sangat bermanfaat dalam proses pengerjaan novel horornya. “Kalau sang pengarang saja tidak takut, apalagi yang membacanya.?”
Abdullah Harahap kemudian berhenti menulis horor dan beralih menjadi penulis skenario untuk layar lebar dan televisi pada pertengahan tahun 90an. Pada tahun 2010, karyanya yang lama ataupun baru diterbitkan ulang oleh Penerbit Paradoks-sebuah penerbit khusus buku-buku misteri dan horor. Abdullah Harahap diberitakan berpulang untuk selamanya pada 2015. (Dari berbagai sumber)