Nyi Ageng Serang, yang lahir dengan nama asli Raden Ajeng (RA) Kustiyah Wulaningsih Retno Edhi, adalah salah satu sosok perempuan tangguh yang tercatat dalam sejarah perjuangan Indonesia.
Sebagai putri Pangeran Natapraja, penguasa wilayah Serang di Jawa Tengah sekaligus Panglima Perang Sultan Hamengku Buwono I, ia mewarisi semangat juang yang kuat sejak belia.
Keturunan Sunan Kalijaga
Tidak hanya berasal dari garis keturunan penguasa, Nyi Ageng Serang juga merupakan keturunan langsung dari Sunan Kalijaga, salah satu Walisongo yang dihormati.
Ia juga memiliki cucu yang kelak menjadi pahlawan besar di bidang pendidikan, yakni Ki Hajar Dewantara, pendiri Taman Siswa dan tokoh utama dalam perjuangan pendidikan nasional.
Perang Diponegoro
Melansir dari Wikipedia, pada awal Perang Diponegoro tahun 1825, meskipun telah berusia 73 tahun, Nyi Ageng tetap memimpin pasukannya untuk mendukung perjuangan Pangeran Diponegoro melawan penjajah Belanda.
Dengan keberanian luar biasa, ia memimpin langsung dari atas tandu. Selain menjadi pemimpin perang, ia juga dikenal sebagai penasihat strategi yang sangat dihormati Pangeran Diponegoro.
Daerah yang menjadi medan perjuangannya meliputi Purwodadi, Demak, Semarang, Juwana, Kudus, hingga Rembang.
Salah satu strategi perangnya yang terkenal adalah penggunaan daun talas hijau untuk penyamaran, yang disebut sebagai “lembu”, sehingga pasukan dapat bergerak tanpa terdeteksi musuh.
Nyi Ageng Serang tidak hanya berjuang di medan perang, tetapi juga mengikuti latihan perang dan siasat perang bersama prajurit pria. Baginya, penjajahan harus dilawan dengan segenap kemampuan, tanpa memandang usia atau jenis kelamin.
Penasihat Sultan
Atas permintaan Pangeran Diponegoro, Nyi Ageng bermarkas di Prambanan, dekat dengan Yogyakarta, untuk menjalin hubungan langsung dengan Keraton. Selain itu, Nyi Ageng juga mendapatkan mandat untuk memberikan nasihat kepada Sultan Sepuh, Sultan Hamengku Buwono II.
Di sisi lain, Ia juga masih memimpin pasukan yang bergerilya di sekitar Desa Beku, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta, yang menjadi salah satu titik penting perjuangan.
Penghormatan
Nyi Ageng Serang wafat pada tahun 1838 dalam usia 86 tahun. Pemerintah Indonesia juga menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Nyi Ageng Serang melalui Keputusan Presiden No. 084/TK/Tahun 1974 pada 13 Desember 1974. (Diolah dari berbagai sumber)