Tari Katrili, tarian tradisional yang berasal dari daerah Minahasa, Sulawesi Utara. Tarian ini mencerminkan perpaduan antara budaya lokal Minahasa dan pengaruh kolonial Portugis-Spanyol.
Nama “Katrili” sendiri berasal dari kata “quadrille,” sejenis tarian grup yang populer di Eropa. Penduduk Minahasa lalu mengadaptasi elemen-elemen dari tarian ini, mengintegrasikannya dengan nilai-nilai tradisi lokal dan berubah menjadi katrili.
Tari katrili juga disebutkan berasal dari tarian lalaya’an ne kawasaran. Maksudnya yaitu tarian yang penarinya membentuk dua baris dan saling berhadapan membentuk formasi dan bertukar tempat.
Pada masa pendudukan Spanyol di Minahasa, tarian lalaya’an ne kawasaran berubah menjadi tarian pergaulan yang disebut dengan lansee. Tarian ini ditarikan oleh pasangan penari pria dan perempuan yang saling berputar dan bertukar posisi.
Pentas Tari Katrili
Tari katrili biasa dilakukan oleh 4 hingga 8 pasangan pria dan wanita. Jenis langkahnya dibagi menjadi dua yaitu waltz irama 3/4 dan gallop langkah 2/4. Dalam pementasannya, ada seorang penari yang bertugas sebagai katapel, yaitu komando tari.
Tugas katapel adalah mengeluarkan aba-aba kepada para penari untuk melakukan gerakan tertentu. Iringannya menggunakan musik tradisional Minahasa yang dikolaborasikan dengan musik country. Beberapa ada juga yang menggunakan alat musik Kolintang.
Bukti lain Tari tradisional ini dekat dengan budaya Eropa dapat dilihat dari kostum yang digunakan. Penari perempuan biasanya mengenakan gaun dan aksesori seperti kalung, anting, dan juga gelang, sedangkan penari pria mengenakan jas dan topi.
Tari Katrili kini telah berkembang menjadi bagian dari identitas kebudayaan Minahasa. Tarian ini sering ditampilkan dalam acara seni budaya, acara-acara khusus, atau perayaan besar lainnya. Tujuannya untuk memperkenalkan ke khalayak lebih luas.
Menggambarkan Kesetiaan
Tari Katrili menggambarkan kesetiaan dan juga representasi dari masyarakat Sulawesi Utara yang terbuka dalam menyambut tamu yang datang. Selain itu, tari ini juga mengandung makna kebersamaan, keharmonisan, dan keceriaan.
Meskipun tarian ini tergolong sebagai tarian dengan budaya campuran, hingga saat ini tarian ini masih terus dilestarikan bahkan dikembangkan. Upaya pelestarian Tari Katrili dilakukan melalui pendidikan seni budaya di sekolah, komunitas tari, dan festival budaya.
Pemerintah daerah dan komunitas lokal juga berperan aktif dalam mempromosikan tarian ini sebagai bagian dari identitas Minahasa. Dengan sejarahnya yang unik dan maknanya yang mendalam, Tari Katrili tetap menjadi salah satu warisan budaya yang menginspirasi generasi muda untuk terus menghargai dan melestarikan tradisi lokal. (Dari berbagai sumber)