Rampak Bedug, kreasi seni permainan alat musik khas dari daerah Banten, Jawa Barat. Rampak Bedug merupakan gendang besar yang berfungsi sebagai media informasi. Dengan memadukan musik tradisional, modern, seni tari, serta unsur religi, alat musik ini kini sering digunakan dalam perayaan berbagai acara.
Dilansir dari Indonesia.go.id, kata “rampak” mengandung arti “serempak”. Secara harfiah, rampak bedug adalah “banyak” bedug yang ditabuh secara “serempak” sehingga menghasilkan irama khas yang enak didengar.
Kesenian tradisional dari Banten ini memadukan musik tradisional, modern, seni tari, serta unsur religi. Saat bulan Ramadan, kesenian ini juga dikenal dengan tradisi adu bedug. Menurut sejarah, kesenian ini pertama kali digelar pada tahun 1950, untuk menyemarakkan bulan suci Ramadan.
Bahkan saat itu, di Pandeglang, sempat diadakan rampak bedug antar kampung. Hingga 1960, rampak bedug masih menjadi hiburan rakyat dan menyebar ke sejujmlah daerah di Banten.
Seiring perkembangannya, rampak bedug menjadi ajang rekreasi bagi masyarakat setempat. Unsur seni dalam rampak bedug dipelopori seniman asli Pandeglang yang bernama Haji Ilen. Ide, konsep tarian, musik pendukung hingga kostum merupakan ide dari Haji Ilen.
Haji Ilen, dan dibantu oleh tiga sahabatnya, yaitu Burhata, Rahmat dan Juju kemudian mengembangkan kesenian ini menjadi lebih luas lagi. Awalnya kesenian ini hanya dimainkan laki-laki saja. Alasannya karena kekuatan laki-laki saat memukul bedug jauh lebih.
Namun, sekarang ini para penari perempuan juga turut serta memeriahkan pertunjukkan rampak bedug. Kesenian ini awalnya ditampilkan 10 orang yang terdiri dari 5 orang laki-laki dan 5 orang perempuan. Akan tetapi, ada juga yang menampilkan dengan personil yang lebih banyak. Hal ini tergantung dengan jenis pertunjukan yang akan ditampilkan.
Kostum Religi
Dalam pertunjukan kesenian ini, ada satu bedug besar berfungsi sebagai bass. Set bedug yang kecil berfungsi sebagai pengatur irama, tempo, dan dinamika musik yang dimainkan. Lalu ada tingtir, yang terbuat dari batang pohon kelapa berfungsi sebagai penyelaras irama lagu.
Alat musik tingtir ini menghasilkan musik dengan nuansa spiritual, serta berfungsi sebagai melodi seperti takbiran. Ada juga anting caram dan anting karam yang terbuat dari pohon jambu dan dililit kulit kendang. Fungsinya sebagai pengiring lagu dan tari.
Tidak ada pakem khusus dalam pertunjukan kesenian ini. Setiap pemain pemukul bedug mengkreasikan sesuai dengan kreatifitas masing-masing. Kostum yang digunakan para pemainnya merupakan busana muslim dan muslimah.
Terkadang juga kostum yang digunakan memasukkan unsur budaya tradisional dan modern. Namun, tidak melanggar unsur religius yang ada. Untuk pemain laki-laki menggunakan pakaian model pesilat lengkap dengan sorban khas Banten.
Sedangkan perempuan menggunakan rok panjang bawah lutut dari bahan batik dan di dalamnya mengenakan celana panjang pesilat. Warna-warna yang dipilih tidak hanya hitam putih saja, namun ada juga warna yang lebih modern.
Saat ini, kesenian rampak bedug tidak hanya dimainkan saat Ramadhan saja. Akan tetapi juga dimainkan pada saat perayaan-perayaan besar lainnya. Misalkan seperti acara pernikahan, khitanan, pagelaran budaya, bahkan hari peringatan kedaerahan maupun nasional.
Rampak Bedug adalah warisan budaya Indonesia yang tidak hanya menawarkan keindahan seni, tetapi juga mengandung pesan moral dan spiritual. Melalui suara bedug yang harmonis dan gerakan serempak, seni ini mengajarkan kebersamaan, kerja sama, dan kedisiplinan.