Gereja Katedral Jakarta sebagai salah satu bangunan cagar budaya di ibu kota berdiri megah di Jalan Katedral No 7B, Pasar Baru, Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat.
Bangunan ini tidak hanya menjadi tempat peribadatan umat Katolik, tetapi juga menyimpan sejarah panjang yang mencerminkan perjalanan penyebaran agama Katolik di Nusantara.
Sejak 1993, gereja ini resmi ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya yang dilindungi pemerintah, mempertegas statusnya sebagai warisan budaya bangsa yang harus dijaga dan dilestarikan.
Awal Mula Pendirian Gereja
Melansir dari katedraljakarta.or.id, sejarah Gereja Katedral dimulai pada tahun 1807 ketika Paus Pius VII mengangkat Pastor Nelissen sebagai prefek apostolik Hindia Belanda.
Penunjukan ini menjadi awal penyebaran Katolik, termasuk Batavia (Jakarta). Pastor Nelissen bersama Pastor Prinsen tiba di Batavia pada tahun 1808 melalui Pelabuhan Pasar Ikan. Di sana, mereka bekerja sama dengan Dokter FCH Assmus untuk mendirikan gereja Katolik pertama.
Pada tahun yang sama, Pastor Nelissen mendapat pinjaman sebuah rumah bambu di pojok barat daya Buffelvelt yang kini menjadi lokasi Gedung Departemen Agama.
Rumah ini difungsikan sebagai gereja sementara, sementara rumah tinggal perwira digunakan sebagai rumah pastoral.
Setahun kemudian, umat Katolik menerima hibah tanah di sebelah barat laut Lapangan Banteng, namun pembangunan gereja tertunda karena kekurangan dana.
Pemerintah Batavia akhirnya memberikan bangunan kecil di kawasan Senen, yang sebelumnya milik Gubernemen. Bangunan ini direnovasi dan diberkati Pastor Nelissen, dengan Santo Ludovikus sebagai pelindungnya. Meski sederhana, gereja ini mampu menampung hingga 200 jemaat.
Cobaan dan Tragedi
Dilansir dari Wikipedia, pada 1826, kebakaran hebat melanda kawasan Senen, menyebabkan bangunan gereja rusak. Namun, karena tanah itu bukan milik gereja, renovasi tidak dilakukan.
Situasi baru berubah ketika Komisaris Jenderal Du Bus de Gisignies memberikan tanah beserta bangunan rumah dinas gubernur jenderal di lokasi yang sekarang menjadi Gereja Katedral.
Meski diberikan berbagai persyaratan, umat Katolik berhasil membangun gereja baru yang lebih layak. Namun, tragedi kembali melanda. Pada tahun 1890, Gereja Katedral ambruk hanya tiga hari setelah merayakan Paskah.
Renovasi dilakukan secara bertahap dan selesai dalam waktu 10 tahun. Gereja yang kita kenal sekarang dibangun arsitek Ir. MJ Hulswit dengan gaya neo-gotik khas Eropa.
Keindahan dan Keunikan Arsitektur
Bangunan Gereja Katedral mencerminkan seni arsitektur Eropa dengan ciri khas daun pintu yang tinggi dan jendela-jendela besar. Jendela-jendela ini dihiasi lukisan berwarna-warni menggambarkan perjalanan jalan salib Yesus Kristus.
Di bagian kanan dan kiri gereja terdapat bilik pengakuan dosa, sementara altar utamanya merupakan pemberian dari Komisaris Jenderal Du Bus de Gisignies.
Selain menjadi tempat ibadah, Gereja Katedral juga memiliki perpustakaan dan museum yang mendokumentasikan sejarah panjang penyebaran ajaran Katolik di Jakarta.
Lokasinya yang berseberangan dengan Masjid Istiqlal menjadi simbol harmoni dan toleransi beragama di Indonesia. Kehadiran dua tempat ibadah besar ini menunjukkan bahwa keragaman telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Jakarta sejak dulu.