Masyarakat Kutai masih memegang kepercayaan yang kuat mengenai hubungan antara kehidupan alam manusia dengan alam gaib. Hal ini tercermin dalam ritual Menjamu Benua yang diadakan sebelum Festival Erau berlangsung.
Festival Erau sendiri adalah budaya tahunan yang diadakan di Kota Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Festival ini sebagai media merayakan penggantian atau penobatan Raja baru atau pemberian gelar kehormatan kepada tokoh atau pemuka masyarakat yang dianggap berjasa. Salah satu rangkaian acara festival ini adalah Menjamu Benua.
Ritual ini merupakan sarana pemberitahuan kepada alam gaib bahwa Sultan Kutai telah hendak menyelenggarakan Erau dan telah menentukan waktunya. Tujuannya untuk memohon keselamatan serta kelancaran selama Erau berlangsung. Harapannya supaya para ‘mahluk halus’ tidak mengganggu selama penyelenggaraan acara.
41 Jenis Jajanan
Ritual Menjamu Benua diselenggarakan sebuah rombongan yang terdiri dari dewa (dukun wanita), orang belian (dukun pria), pangkon bini, dan pangkon laki. Masing-masing terdiri dari 7 orang. Di samping itu penabuh gendang dan gamelan juga akan mengiringi sepanjang prosesi ritual dilakukan.
Rombongan akan meletakan sesajian di tiga titik. Ketiga titik itu yaitu di Kepala Benua (Kelurahan Mangkurawang), Tengah Benua (depan keraton), dan Buntut Benua (Kelurahan Timbau).
Titik itu merupakan lambang batas dan pusat dari Kota Tenggarong yang pada masa lalu menjadi ibukota dari Kesultanan Kutai. Ketika prosesi ritual dilakukan, para dewa dan belian juga membawa pakaian Sultan. Maknanya sebagai simbol pengganti kehadiran Sultan fisik.
Sesajian yang dibawa rombongan terdiri dari aneka macam jajak/jajanan pasar, nasi tambak, nasi ragi, ayam panggang, mandau, air minum. Jajanan yang disiapkan terdiri dari 41 jenis kue basah.
Prosesi Menjamu Benua
Ritual dimulai di kediaman Sultan. Di tempat ini, rombongan memohon restu dari Sultan untuk berangkat melaksanakan Menjamu Benua. Kemudian mereka menuju ke tiga titik yang ditentukan.
Sesampainya disana sesajian diletakkan di tempat yang telah ditentukan. Setelah semua siap, dewa menghadap ke Sungai Mahakam untuk melakukan memang (pembacaan mantra). Usau berdoa lalu menebarkan beras, bunga, dan lainnya.
Proses selanjutnya rombongan menuju ke Tengah Benua dan terakhir ke Buntut Benua untuk melakukan ritual yang serupa. Di Buntut Benua, disediakan dua buah telasak gantung.
Telasak ini dipasang berlawanan arah dan ada hiasan janur diikat simpul. Maknanya sebagai pertanda ritual Menjamu Benua selesai. Hingga kini. tradisi ini masih lestari di bumi Kutai Kertanegara.