By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
emmanus.comemmanus.comemmanus.com
  • Beranda
  • Berita
  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya
  • Cerita Rakyat
  • Pariwisata
Reading: Sejarah Gandrung Marsan, Seni Tari Legendaris Banyuwangi
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
emmanus.comemmanus.com
Font ResizerAa
Search
  • Berita Kategori
    • Berita
    • Profil
    • Event
    • Tradisi
    • Pariwisata
    • Cerita Rakyat
    • Warisan Budaya
Follow US
©2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
emmanus.com > Blog > Warisan Budaya > Sejarah Gandrung Marsan, Seni Tari Legendaris Banyuwangi
Warisan Budaya

Sejarah Gandrung Marsan, Seni Tari Legendaris Banyuwangi

Anisa Kurniawati
Last updated: 02/01/2025 01:36
Anisa Kurniawati
Share
Tari Gandrung Marsan, sudah berkembang di Banyuwangi sejak tahu 1890 dipelopori seniman benama Marsan. Foto: Indonesiakaya.com
SHARE

Gandrung merupakan salah satu kesenian sekaligus ikon khas Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Di antara banyaknya tari Gandrung kreasi perempuan, Gandrung Marsan menjadi satu-satunya tari Gandrung kreasi laki-laki (lanang) di Banyuwangi. 

Menurut sejarahnya, tari ini berkembang pada 1890. Saat itu, ada sebuah kesenian yang dibawakan sekelompok pria berusia 7 sampai 14 tahun. Kesenian ini diiringi alat musik gendang dan rebana. Salah seorang penarinya bernama Marsan. 

Sosok Marsan melakoni kesenian ini hingga usianya mencapai 40 tahun begitu dikagumi. Sebagai penari, dia dikenal sangat piawai memerankan sebagai perempuan.

ia disebut penari gandrung lanang terakhir sebelum akhirnya tari gandrung ditarikan perempuan. 

Bangkit Kembali

Setelah lama tari gandrung lanang menghilang, tarian ini diangkatnya kembali oleh Subari Sufyan. Dia adalah pencipta tari dan pemilik Sanggar Sayu Gringsing di Banyuwangi.

Subari berkeinginan untuk mengangkat kembali kesenian Gandrung Lanang yang telah lama menghilang digantikan Gandrung perempuan.

Dikutip dari jurnal Gandrung Marsan: Eksistensi Tari Gandrung Lanang Di Banyuwangi oleh Heni Widya Santi dkk tari Gandrung Marsan terinspirasi dari kesenian Gandrung pada masa Marsan.

Dia adalah pejuang seni, pejuang kemerdekaan rakyat Banyuwangi, serta bermisi memberantas tindakan asusila antar sesama penari Gandrung yang kala itu marak terjadi.

Awalnya, tarian ini kurang diterima masyarakat Banyuwangi. Hal ini dikarenakan dianggap kurang sopan. Karena penari laki-laki yang menggunakan kostum perempuan.

Namun, setelah tarian ini ditampilkan di Parade Tari Nusantara Jakarta akhirnya mulai sedikit diterima. Gandrung Marsan kini salah satu tarian yang terkenal di Banyuwangi.

Mulai dari tahun 2011 hingga 2018, Gandrung Marsan mulai banyak dipelajari anak-anak, pemuda pemudi di Banyuwangi bahkan hingga dilombakan. 

Alat Melawan Penjajahan

Tari Gandrung Marsan dibawakan 9 orang penari laki-laki. Dalam pertunjukannya terdapat lima bagian dalam tari yang menggambarkan sosok senimana itu:

  • Pertama, Marsan berdoa dalam rangka memulai misi memberantas tindakan asusila penari. 
  • Kedua, Marsan berkumpul dengan para pemudamempersiapkan latihan bela diri.
  • Ketiga, Marsan dan pemuda-pemuda belajar bela diri untuk melawan penjajah.
  • Keempat, Marsan ketika mengatur strategi perang.
  • Kelima, Marsan dan penari Gandrung lainnya menunjukan jati diri bahwa mereka sebenarnya seorang laki-laki yang tengah berjuang untuk bangsa Indonesia.

Ketika membawakan gerak laki-laki penari harus berkarakter gagah. Sedangkan saat melakukan gerak perempuan haruslah luwes layaknya perempuan yang menarikan.

Musik yang digunakan untuk mengiringi tarian tradisional ini yaitu menggunakan seperangkat gamelan Banyuwangi yang ditambah dengan biola.  

Tari Gandrung Marsan merupakan pengingat bagi masyarakat khususnya Banyuwangi, bahwa Gandrung dulunya ditarikan penari lanang. Selain itu dijadikan alat melawan penjajahan.

Maka dari itu, generasi muda saat ini harus lebih menghargai kesenian yang telah susah payah dipertahankan sebagai alat berjuang melawan penjajah. (Dari berbagai sumber)

You Might Also Like

Sate Srepeh, Sate Berkuah Santan Khas Rembang

Kresesek dan Sarung Rimpu Ciri Khas Baju Adat Sumbawa

Membaca Makna dan Filosofi di Balik Sembahyang Twan Yang

Kak Emma Bermain Bersama Pelajar MI Muhammadiyah Wonosobo

Tambak Karang, Lukisan Beras Alas di Ritual Festival Erau

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook X Copy Link Print
Share
By Anisa Kurniawati
Content Writer
Previous Article Indonesia – India Siap Kolaborasi Teknologi Digital Mutakhir
Next Article Kembang Dharmo dan Tradisi Ider Bumi, Simbol Pelancar Jodoh
Leave a comment Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media

2kFollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
- Advertisement -
Ad imageAd image

Berita Terbaru

Munusa Championship Digelar di Wonosobo, Wadah Kreativitas dan Sportivitas Pelajar
Berita 30/05/2025
Indonesia dan Prancis Bangun Kemitraan Budaya untuk Pererat Hubungan Diplomatik
Berita 29/05/2025
Kodim Wonosobo dan Bulog Jemput Bola Serap Gabah Petani Sojokerto
Berita 29/05/2025
penulisan ulang sejarah Indonesia
DPR Setujui Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Target Rampung Tahun 2027
Berita 28/05/2025
- Advertisement -

Quick Link

  • Kontak Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber

Top Categories

  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya

Stay Connected

200FollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
emmanus.comemmanus.com
Follow US
© 2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Nama Pengguna atau Alamat Email
Kata Sandi

Lupa kata sandi Anda?