Tinutuan, atau yang lebih dikenal dengan nama Bubur Manado, adalah salah satu makanan khas Indonesia yang berasal dari daerah Manado, Sulawesi Utara.
Hidangan enak ini juga diklaim sebagai bagian dari salah satu warisan kuliner daerah Minahasa.
Tinutuan merupakan sajian berbahan dasar campuran sayuran, tanpa kandungan daging, sehingga dapat dinikmati berbagai kelompok masyarakat.
Ciri Khas Bubur Manado Tinutuan
Melansir dari Kumparan, Tinutuan dikenal sebagai bubur yang kaya akan sayuran. Bahan-bahannya meliputi labu kuning, beras, singkong, bayam, kangkung, daun gedi, jagung, dan kemangi.
Kombinasi bahan-bahan ini menciptakan tekstur lembut dan rasa segar khas. Tinutuan biasa disajikan saat sarapan pagi, namun hidangan ini tersedia di rumah makan sepanjang hari.
Sejarah Tinutuan
Dilansir dari Wikipedia, asal-usul nama dan waktu munculnya Tinutuan tidak diketahui secara pasti. Beberapa sumber menyebutkan makanan ini mulai dikenal di Manado pada tahun 1970-an, sementara yang lain menyebut tahun 1981.
Keunikan Tinutuan menjadikannya simbol budaya Kota Manado. Pada masa kepemimpinan Wali Kota Jimmy Rimba Rogi (2005–2010), moto Kota Manado diubah menjadi “Tinutuan,” menggantikan moto sebelumnya, “Berhikmat.”
Pada tahun 2004, Pemerintah Kota Manado menjadikan Kawasan Wakeke di Kecamatan Wenang sebagai destinasi wisata kuliner khas yang mempromosikan Tinutuan. Langkah ini untuk melestarikan tradisi sekaligus menarik wisatawan.
Penyajian Tinutuan
Melansir dari Kompas, Di Manado, Tinutuan biasanya disajikan dengan beragam pelengkap yang menggugah selera, seperti perkedel nike, yaitu gorengan berbahan dasar ikan nike; sambal roa, sambal khas berbahan ikan roa yang diasapi; ikan cakalang fufu, yaitu ikan cakalang asap yang disuwir; serta perkedel jagung, gorengan jagung yang renyah dan menambah cita rasa.
Hidangan ini juga bisa dipadukan dengan mi, yang disebut midal, atau dengan sup kacang merah (brenebon). Pada acara-acara khusus, brenebon ini sering ditambahkan kaki babi, terutama di komunitas Kristen Manado untuk merayakan hari pengucapan syukur.
Makna Sosial dan Budaya
Sebagai makanan yang tidak mengandung daging, Tinutuan memiliki peran sebagai kuliner inklusif, yang dapat dinikmati semua kalangan tanpa memandang latar belakang agama atau budaya. Hal ini menjadikannya simbol keberagaman dan persatuan di Manado.
Hidangan ini kian dikenal di luar Sulawesi Utara. Di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Solo juga menyajikan Tinutuan di berbagai rumah makan khas Nusantara. Popularitasnya tidak hanya sebagai makanan tradisional, tetapi juga bentuk promosi budaya Indonesia.