By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
emmanus.comemmanus.comemmanus.com
  • Beranda
  • Berita
  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya
  • Cerita Rakyat
  • Pariwisata
Reading: Sejarah Kerupuk Kulit atau Rambak, Kasta Tertinggi Kerupuk
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
emmanus.comemmanus.com
Font ResizerAa
Search
  • Berita Kategori
    • Berita
    • Profil
    • Event
    • Tradisi
    • Pariwisata
    • Cerita Rakyat
    • Warisan Budaya
Follow US
©2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
emmanus.com > Blog > Warisan Budaya > Sejarah Kerupuk Kulit atau Rambak, Kasta Tertinggi Kerupuk
Warisan Budaya

Sejarah Kerupuk Kulit atau Rambak, Kasta Tertinggi Kerupuk

Anisa Kurniawati
Last updated: 31/01/2025 15:01
Anisa Kurniawati
Share
Kerupuk kulit memiliki sejarah panjang dan tercantum dalam Prasasti Batu Pura pada abad 9-10 Masehi. Foto: wikimedia commons/ S Kartika
SHARE

Kerupuk kulit atau kerupuk rambak adalah salah satu makanan yang populer di Indonesia. Makanan ini bisa dijadikan camilan atau pendamping makanan.

Dalam bahasa Jawa kerupuk kulit disebut juga rambak. Kerupuk rambak terbuat dari kulit sapi atau kerbau. Menurut sejarah, rambak merupakan jenis kerupuk tertua di Indonesia.

Menurut sejarah, dulu rambak merupakan kasta tertinggi kerupuk. 

Sejarah kerupuk ini tercantum dalam Prasasti Batu Pura pada abad 9-10 Masehi. Kerupuk kulit disebut juga makanan toleransi. Hal ini karena imigran China yang tiba di Sumatra Barat abad 18 Masehi. Mereka membawa kerupuk kulit babi.

Karena di derah Sumatera Barat mayoritas masyarakatnya memeluk agama Islam, maka mereka mengganti bahan yang tadinya dari kulit babi menjadi dari kulit sapi dan kerbau. 

Camilan ini sangat legendaris di Sumatera Barat, bahkan sangat mudah ditemui di warung atau rumah makan. Di Minangkabau, kerupuk kulit dari kulit sapi terkenal dengan nama Karupuak Jangek.’

Santapan Para Bangsawan

Kerupuk rambak merupakan cikal bakal atau pelopor kerupuk khas Indonesia lainnya. Karena usianya yang tua, rambak konon disebut kasta tertinggi kerupuk. Sebab lainnya yaitu karena tidak sembarang orang bisa makan kerupuk rambak. 

Kerupuk ini konon hanya jadi santapan para raja dan bangsawan. Menurut Fadly Rahman, Sejarawan kuliner, alasan ini muncul karena catatan pada prasasti, naskah kuno ditulis oleh pujangga di lingkungan kerajaan. 

Catatan itu tentu saja memperlihat apa yang ada di lingkungan ningrat. Maka dari itu muncul hipotesa bahwa rambak hanya dikonsumsi kalangan di lingkungan kerajaan saja.

Pada masanya, rambak terbuat dari kulit hewan murni tanpa ditambah bumbu-bumbu lain. Jika pun ada, paling-paling orang hanya menambahkan rempah.

Kerupuk kulit yang diproduksi dari daerah Cipongkor, Jawa Barat.

Manfaat Kerupuk Kulit

Seementara itu Guru besar IPB University, Prof. Dr. Purwantiningsih MS, dikutip dari laman halalmui.or, menyatakan  kerupuk kulit tergolong pangan rendah kalori dan kaya akan protein, serat, mineral seperti kalsium, fosfor.

Oleh karena itu, kerupuk kulit bermanfaat untuk kesehatan diantaranya:

  • membantu proses pertumbuhan tulang
  • memperbaiki sel-sel rusak
  • meningkatkan daya tahan tubuh
  • sebagai cadangan energi
  • membantu proses pencernaan
  • membantu proses penyembuhan penyakit maag.

Meskipun memiliki manfaat yang banyak, tetapi kita harus waspada karena kerupuk kulit memiliki kandungan lemak yang tinggi, terlebih lagi ketika sudah melewati proses penggorengan berulang.

Hal ini akan berdampak buruk bagi kesehatan seperti menyebabkan naiknya kadar kolesterol jahat di dalam tubuh, memberi rasa tidak nyaman pada tenggorokan dan menyebabkan obesitas.

Dampak buruk mengonsusmsi kerupuk kulit bukan hanya karena lemak yang terkandung tinggi, tetapi pada proses pembuatan kerupuk kulit biasanya ditambahkan MSG sebagai peningkat rasa gurih, pewarna atau pengawet.

Kerupuk Kulit Berusaha Bangkit di Ekonomi Sulit

Meski kerupuk kulit masih menjadi primadona camilan yang digemari seperti di Sumatera dan Jawa Barat, namun saat ini permintaan pasar cenderung turun. Pemicunya sejak pandemi Covid-19.

M. Syukur, salah seorang pembuat kerupuk kulit di daerah Cijambe, Desa Cicangkang Hilir, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat mengungkapkan, kini produksinya mulai bangkit lagi setelah terpukul badai pandemi.

Sebelumnya, setiap bulan dia mampu mengantarkan ratusan kilogram kerupuk kulit jadi ke Jakarta. Kini, dia hanya mengandalkan pasar lokal dengan memasok ke warung dan sentra oleh-oleh di Bandung Barat seperti di BBS Cihampelas.

M. Syukur, salah seorang pembuat kerupuk kulit di Bandung Barat, sedang mengemas kerupuk yang siap dipasarkan,

“Permintaan terhadap kerupuk kulit belum normal seperti sebelum Pandemi. Sekarang saya berusaha bangkit dengan memenuhi permintaan pasar lokal dekat dengan daerah saya,”ujar M  Syukur saat ditemui beberapa waktu lalu.

Kerupuk kulit yang diberi merk Wayang Golek itu, dijual seharga 28 ribu untuk kantung besar seberat 500 gram. Sementara untuk kantung kecil, dipasarkan seharga 10 ribu rupiah per bungkus. Selama ini, M Syukur mengaku mendapatkan bahan kulitnya dari Purwakarta dan Jakarta.

“Bahan bakunya masih mudah didapatkan. Tapi produksinya belum sebanyak dulu. Namun skarang permintaan mulai mengalir lagi. Terpenting saya bisa memberi pekerjaan kepada warga di dekat rumah saya,” ujar M Syukur.

Nah, bagi yang belum merasakan kerupuk kulit, silakan mencoba cita rasa camilan legendaris ini!

You Might Also Like

Cagar Budaya Cagak Anim Kembali Berdiri Di Tridadi

Mi Ongklok Longkrang: Ikon Kuliner Wonosobo Sejak 1975

Sarapan Beseprah, Simbol Kebersamaan Masyarakat Kutai

Kesenian Ebeg Banyumas, Antara Peperangan Dan Kesurupan

Masjid Raya Sabilal Muhtadin Banjarmasin, Terbaik di Indonesia

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook X Copy Link Print
Share
By Anisa Kurniawati
Content Writer
Previous Article jenang saren Kuliner Tradisional Jenang Saren Khas Jawa yang Kian Langka
Next Article Ada Tradisi Kawalu, Wisata Baduy Dalam Ditutup Tiga Bulan
1 Comment 1 Comment
  • registro da binance says:
    18/04/2025 at 22:07

    I don’t think the title of your article matches the content lol. Just kidding, mainly because I had some doubts after reading the article.

    Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media

2kFollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
- Advertisement -
Ad imageAd image

Berita Terbaru

Munusa Championship Digelar di Wonosobo, Wadah Kreativitas dan Sportivitas Pelajar
Berita 30/05/2025
Indonesia dan Prancis Bangun Kemitraan Budaya untuk Pererat Hubungan Diplomatik
Berita 29/05/2025
Kodim Wonosobo dan Bulog Jemput Bola Serap Gabah Petani Sojokerto
Berita 29/05/2025
penulisan ulang sejarah Indonesia
DPR Setujui Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Target Rampung Tahun 2027
Berita 28/05/2025
- Advertisement -

Quick Link

  • Kontak Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber

Top Categories

  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya

Stay Connected

200FollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
emmanus.comemmanus.com
Follow US
© 2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Nama Pengguna atau Alamat Email
Kata Sandi

Lupa kata sandi Anda?