Selain populer dengan atraksi wisata Karapan Sapi, di Madura juga digelar perlombaan kecantikan yang melibatkan sepasang sapi betina yakni Sapi Sonok.
Dalam kontes ini, sapi dihias dengan berbagai pernak-pernik, diapit menggunakan alat khusus bernama pangonong, dan diarahkan pawang untuk berjalan dengan langkah yang anggun dan selaras dengan irama musik.
Mereka berjalan menuju gapura bambu yang telah disiapkan, dengan penilaian berdasarkan ketepatan langkah dan keluwesan gerak.
Keistimewaan Sapi Sonok
Melansir dari indonesia.go.id, sapi yang mengikuti kontes ini tidak hanya memiliki tubuh yang terawat, tetapi juga dilatih untuk berjalan lurus dan mengikuti ritme musik.
Untuk menambah daya tarik, tubuh sapi dipoles dengan minyak agar tampak mengkilap, sekaligus menonjolkan keindahannya saat di atas panggung.
Pemenang dari kontes ini akan mendapatkan kebanggaan besar, dan harga sapi pun meningkat tajam sebagai simbol prestise pemiliknya.
Tujuan Kontes
Kontes Sapi Sonok bertujuan penting, yaitu mendorong seleksi positif dalam pemeliharaan ternak.
Dengan prinsip ini, kualitas ternak dapat terus ditingkatkan, sehingga mengurangi kecenderungan seleksi negatif yang merugikan populasi sapi Madura secara keseluruhan.
Etimologi “Sonok”
Dalam bahasa Madura, sonok memiliki beberapa interpretasi. Salah satu versi menyebutkan bahwa istilah ini berasal dari sokonah nungkok, yang berarti “kaki naik”.
Versi lainnya merujuk pada kata so (soro) yang berarti “disuruh,” dan nó (nyono) artinya “masuk”.
Asal Usul Kontes Sapi Sonok
Dilansir dari detik.com, tradisi Sapi Sonok berakar di Pulau Madura, berdampingan dengan budaya Karapan Sapi yang lebih dulu populer. Terdapat dua versi asal-usul kontes ini:
Versi Pertama : Sapi Sonok diperkenalkan H. Achmad Hairudin, kepala desa Dempo Barat, Kecamatan Pasean tahun 1964. Awalnya, sapi dimanfaatkan untuk membajak sawah sekaligus hiburan.
Tradisi mengadu langkah sapi secara berpasangan ini kemudian berkembang menjadi perlombaan resmi, yang akhirnya diorganisasi komunitas peternak setempat.
Versi Kedua: Versi ini mencatat bahwa kontes bermula dari gagasan Bapak Mansoer, seorang pegawai Dinas Peternakan Kabupaten Pamekasan. Saat melakukan penyuluhan, ia menyadari kebiasaan peternak yang kurang peduli terhadap pemeliharaan sapi betina.
Dengan pendekatan di warung kopi tempat peternak sering berkumpul, Mansoer menginisiasi pembentukan organisasi peternak sapi.
Ia berhasil mengubah pandangan masyarakat, sehingga sapi betina yang sebelumnya kurang diperhatikan menjadi simbol kehormatan dan keindahan.