Kuda Renggong sudah dikenal luas sebagai salah satu seni ketangkasan kuda dari Sumedang, Jawa Barat. Seni ini menampilkan kuda yang telah dilatih khusus untuk menari mengikuti irama musik.
Tak hanya itu, seni ini juga memperagakan gerak yang seolah-olah tengah berkelahi dengan manusia.
Kata “renggong” berasal dari bahasa Sunda yang berarti keterampilan atau keahlian. Biasanya, kesenian ini dipertunjukkan dalam acara khitanan, perayaan hari besar, serta menjadi bagian dari festival budaya.
Seiring berjalannya waktu, seni Kuda Renggong menjadi salah satu atraksi wisata tahunan di Sumedang yang rutin digelar setiap 29 September.
Asal Usul Kuda Renggong
Seni Kuda Renggong bermula dari kreativitas Sipan. Dia berasal dari Dusun Ciburubuk, Kecamatan Buah Dua, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Sejak kecil, Sipan tertarik mengamati gerakan kuda, terutama pergerakan kepala dan kaki.
Menurut beberapa sumber konon ayah dari eyang Sipan merupakan seorang abdi dalem dari Karaton Sumedang Larang. Ayahnya memelihara kuda.
Jadi saat Kuda dimandikan Eyang Sipan di mata air Cijaha, Cikurubuk, kudanya itu dilatih sampai bisa menari. Dari situlah kuda bukan hanya dipakai untuk kegiatan karatonan tapi jadi pertunjukan seni bagi masyarakat.
Berawal dari Desa Cikurubuk, kesenian ini kemudian tersebar di daerah Sumedang. Hingga kini Kuda Renggong masih tetap lestari.
Pertunjukan Kuda Renggong
Pertunjukan Kuda Renggong biasanya dimulai setelah prosesi doa bagi anak yang telah dikhitan. Anak tersebut akan didandani dengan kostum wayang Gatotkaca, lalu dinaikkan ke atas Kuda Renggong untuk diarak keliling desa.
Musik pengiring yang terdiri dari berbagai alat musik seperti kendang dan gong akan dimainkan dengan penuh semangat, membawakan lagu-lagu khas seperti “Kaleked”, “Mojang Geulis”, “Rayak-rayak”, “Ole-ole”, “Bandung”, dan lainnya.
Sepanjang perjalanan, Kuda Renggong akan menari mengikuti irama musik, dikelilingi anak-anak, remaja, bahkan orang tua yang ikut menari. Ketika arak-arakan berakhir, rombongan kembali ke rumah anak yang dikhitan.
Rombongan itu diiringi lagu “Pileuleuyan” sebagai tanda perpisahan. Acara kemudian dilanjutkan dengan tradisi saweran, yaitu menaburkan uang logam dan beras putih.
Seiring perkembangannya, seni Kuda Renggong ditampilkan dalam Festival Kuda Renggong yang diadakan setiap tahun. Festival ini menampilkan pertunjukan yang lebih megah, dengan jumlah peserta yang lebih banyak dari berbagai daerah.
Para peserta mengenakan kostum yang semakin beragam. Asesoris kuda pun semakin beragam dan mewah, dihiasi dengan warna-warna cerah dan payet emas mencolok.
Musik pengiring yang dulu menggunakan kendang penca kini berkembang.Diantaranya menjadi Bajidoran, Tanjidor, hingga Dangdutan. Lagu-lagu tradisional juga dikombinasikan dengan lagu-lagu modern yang sedang populer, seperti “Goyang Dombret” dan “Pemuda Idaman”.
Kesenian Kuda Renggong telah dikenal sejak tahun 1910 dan terus dilestarikan hingga kini. Seni Kuda Renggong sendiri telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) asal Kabupaten Sumedang pada 2014.