Tari Salai Jin, tarian khas Ternate, Maluku Utara, yang hingga kini tetap dilestarikan sebagai warisan budaya leluhur. Tarian ini adalah pertunjukan magis yang menggabungkan musik tradisional, mantra, dan tarian penuh filosofi.
Dilansir dari Indonesia.go.id, Tarian Salai Jin berakar pada kepercayaan animisme dan dinamisme yang dianut masyarakat Ternate sebelum masuknya Islam.
Pada masa itu, tarian ini diyakini sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan roh leluhur atau jin.
Sejarah Tari Salai Jin
Leluhur dan jin itu dianggap mampu memberikan bantuan dalam berbagai masalah, seperti wabah penyakit, jodoh, atau konflik keluarga. Tradisi ini bahkan dianggap bagian dari budaya megalitik yang berkembang jauh sebelum era modern.
Menurut Bellwood (1978), tradisi megalitik di Maluku Utara memiliki usia yang lebih tua dibandingkan tradisi serupa di Indonesia bagian barat.
Seiring waktu, tarian Salai Jin mengalami berbagai penyesuaian agar tetap relevan dengan perkembangan zaman.
Ritual asli yang melibatkan kemenyan kini diganti arang dari tempurung kelapa. Kostum penari juga dimodifikasi menjadi lebih modern dan menarik, tanpa menghilangkan unsur tradisional.
Meski mengalami transformasi, nilai magis dari tarian ini tetap dipertahankan.
Para penari dipercaya harus memiliki “kekuatan” khusus karena mereka berpotensi mengalami trans selama pertunjukan. Jumlah penari juga selalu genap untuk menghindari malapetaka, sesuai kepercayaan adat.
Kini, Salai Jin sering menjadi bagian dari acara penyambutan tamu penting atau festival internasional, seperti Festival Solar Eclipse. Meski unsur magisnya tidak lagi dominan, suasana mistis tetap dipertahankan melalui gerakan, musik, dan ekspresi para penari.
Pertunjukan Tari Salai Jin
Tarian ini diawali dengan iringan alat musik tradisional seperti tifa dan gong, serta mantra berbahasa asli Tidore yang disebut Bobeto.
Para penari pria memasuki arena dengan membawa wadah yang mengeluarkan asap beraroma kemenyan, diikuti oleh penari wanita yang memegang daun palem kering (woka).
Dalam puncak tarian, salah satu penari wanita akan kehilangan kesadaran dan menari tanpa kendali, sebuah momen yang diyakini menunjukkan adanya “trans” atau kemasukan roh halus. Setelah mantra-mantra dilantunkan, penari akan sadar, menandai berakhirnya pertunjukan.
Ikon Budaya Yang Harus Dilestarikan
Sayangnya, tarian Salai Jin mulai kehilangan popularitas di kalangan generasi muda.
Padahal, daya tarik mistis Salai Jin merupakan keunikan yang tidak dimiliki oleh tarian modern, menjadikannya salah satu kekayaan budaya Indonesia yang layak mendapat perhatian lebih.
Salai Jin bukan sekadar tarian, tetapi juga representasi nilai adat, sejarah, dan filosofi masyarakat Ternate. Keunikan dan kompleksitasnya menjadikan Salai Jin ikon budaya yang tak tergantikan.