Pertanian modern di era digital menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan ketahanan pangan. Seperti salah satunya yaitu Akar Kreasi Nuswantara yang bergerak di bidang pertanian dengan menerapkan sistem smart farming.
Adanya konsep smart farming tidak lepas dari semakin majunya teknologi dan berbagai permasalahan lingkungan. Sehingga, tidak menutup kemungkinan pertanian nantinya akan sangat bergantung dengan teknologi.
Pertanian Modern
Berlokasi di Mirombo, Rojoimo, Wonosobo, Akar Kreasi Nuswantara sendiri bergerak dalam bidang pertanian dengan persemaian atau pembibitan sebagai fokus utamanya. Adapun bidang lainnya seperti penanaman, pengelolaan, landscaping lahan pertanian hingga persewaan alat-alat pertanian, serta bisnis baru yaitu F&B.
Akbar Dafa, sebagai pendiri dan pimpinan Akar Kreasi Nuswantara menjelaskan bahwa usaha ini berdiri atas keinginannya mengembangkan pertanian milik orang tuanya.
“Akar Kreasi Nuswantara saya buat itu di Desember 2020. Saat itu Covid, saya pulang ke Wonosobo melanjutkan usaha orang tua yang waktu itu belum terkorporasi. Jadi usaha pertanian dari keluarga ini saya korporasikan dari tahun 2020 sampai sekarang.” kata Dafa.
Sebelum berkembang dengan konsep smart farming, Eko Mardiyana (orang tua Akbar Dafa) lebih banyak riset untuk kekayaan pertaniannya pribadi. Pertaniannya sendiri masih seperti pada umumnya, dan lebih berfokus menemukan teknologi-teknologi yang ramah lingkungan.
“Dari situ, dari usaha Bapak itu akhirnya saya bungkuslah jadi sebuah bisnis. Akhirnya berkembang dari yang tadinya cuma bergerak di riset pembibitan sekarang banyak di riset ke smart farming.” tambah Dafa.

Tantangan Petani
Jika dibandingkan dengan pertanian tradisional, pertanian dengan menerapkan teknologi sebenarnya bisa menekan biaya produksi hingga 40%. Efisiensi ini diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan petani dan mendorong regenerasi di sektor pertanian.
Namun, meski sudah menerapkan teknologi masih terdapat tantangan yang dihadapi petani. Menurut penjelasan Akbar Dafa, harga menjadi salah satu kendala yang umum dialami.
“Yang agak susah di kita itu sebenarnya tahu harga di lapangan waktu kita panen. Karena agak random. Itu kendala umum petani sebenarnya. Makanya kadang kita mengambil kontrak ke perusahaan untuk tahu kalau kita produksi segini, harga panennya segini. “ kata Dafa.
Sementara itu untuk risiko hal-hal eksternal seperti listrik, air, hama, pupuk dan segala macam sudah terkontrol, sehingga aman.
“Semoga pertanian Indonesia itu semakin bagus ya. Seringkali itu petani walaupun kita sudah pakai teknologi, sudah manajemen resiko dan segala macam. Tapi kadang harga jual di bawah harga produksi. Dan petani tidak ada solusi lain, jadi terpaksa harus menawarkan door to door.” lanjut Dafa.
Baca juga: Kampung Wisata Sayur Blederan Ajak Mengenal Pertanian
Pasar Hingga Mancanegara
Pembibitan, sebagai core bisnis Akar Kreasi Nuswantara dalam satu greenhouse bisa menyemai antara 500 ribu hingga 1,5 juta bibit sayuran. Bibit yang ditanam bermacam-macam, seperti cabai, kubis, kol, dan lainnya, bisanya bergantung musim.

Sedangkan untuk tanaman yang dikelola sendiri biasanya hasil panennya di didistribusikan ke pasar, atau orang-orang industri yang membutuhkan. Akar Kreasi Nuswantara sebagai pertanian modern juga bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan ekspor di Bogor dan Temanggung untuk mendistribusikan hasil panennya.
Dengan segala tantangan dan kendala yang biasa dialami petani, Daffa berharap supaya ada solusi yang lebih baik lagi.
“Saya berharap lebih banyak yang peduli sama pertanian. Walaupun sekarang arahnya sudah banyak pertanian urban yang dari rumah masing-masing. Tapi pertanian di produksi ataupun pasca panennya masih butuh diberesin. Contohnya seperti pupuk yang masih susah didapatkan. Semoga ada solusi yang paling baik.” pungkas Dafa.