Setiap tanggal 1 Mei, berbagai negara di seluruh dunia memperingati Hari Buruh Internasional atau dikenal sebagai May Day.
Lebih dari sekadar hari libur nasional, tanggal ini menjadi simbol perjuangan panjang para buruh untuk mendapatkan hak-hak yang adil, kondisi kerja layak, dan pengakuan atas peran penting mereka dalam pembangunan sosial dan ekonomi.
Akar Sejarah Hari Buruh Internasional
Peringatan Hari Buruh berakar pada peristiwa tragis yang terjadi di Haymarket Square, Chicago, Amerika Serikat, pada awal Mei 1886 dikutip dari laman Britannica.
Saat itu, para buruh menggelar unjuk rasa untuk menuntut pembatasan jam kerja menjadi delapan jam sehari, sebagai respons atas praktik kerja yang eksploitatif—banyak perusahaan menetapkan jam kerja hingga 14 hingga 18 jam per hari.
Namun, aksi damai itu berujung bentrok dengan aparat kepolisian yang membubarkan massa dengan kekerasan.
Baca Juga: Giat Sosialisasi Rekrutmen TNI, Koramil 09/Kepil Sasar Siswa Kelas XII
Seorang buruh tewas dan beberapa lainnya luka-luka. Tiga hari kemudian, saat demonstrasi lanjutan berlangsung di Haymarket Square, sebuah bom dilemparkan ke arah polisi.
Insiden ini memicu kekacauan hebat, menewaskan tujuh petugas polisi dan sejumlah warga sipil.
Pelaku pelemparan bom tak pernah diidentifikasi secara pasti.
Namun, delapan aktivis buruh ditangkap dan dijatuhi hukuman berat, meskipun bukti keterlibatan mereka tidak meyakinkan. Kejadian ini menjadi titik balik dalam sejarah gerakan buruh dunia.
Sebagai bentuk penghormatan terhadap perjuangan para buruh dan untuk mengenang tragedi Haymarket, Kongres Buruh Internasional tahun 1889 di Paris menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional, dan tahun berikutnya, jutaan buruh di berbagai negara menggelar aksi solidaritas.
Perkembangan Global: Dari London hingga Moskow
Momentum Hari Buruh terus bergulir secara global.
Pada 1890, lebih dari 300.000 buruh berunjuk rasa di London sebagai bentuk dukungan terhadap perjuangan buruh internasional.
Di Amerika Serikat, meski 1 Mei tidak dijadikan hari libur nasional, Presiden Grover Cleveland akhirnya menetapkan Labor Day pada September sebagai bentuk penghormatan terhadap pekerja.
Sementara itu, negara-negara di Eropa dan Blok Timur, termasuk Uni Soviet, mengadopsi 1 Mei sebagai hari penting untuk merayakan kekuatan buruh dan sekaligus menunjukkan kekuatan negara.
Baca Juga: Kemenbud dan PT Pos Indonesia Luncurkan Prangko Spesial 70 Tahun KAA
Di Moskow, perayaan May Day diselenggarakan dalam bentuk parade militer besar-besaran di Lapangan Merah, dihadiri para petinggi negara dan Partai Komunis.
Namun, tidak semua peringatan Hari Buruh mendukung kebebasan buruh.
Di Jerman, ketika Partai Nazi berkuasa tahun 1933, 1 Mei memang ditetapkan sebagai hari libur resmi.
Tetapi sehari setelahnya, serikat buruh independen dibubarkan secara paksa, menandai penghapusan hak-hak buruh di negara itu.
Sejarah Hari Buruh di Indonesia
Di Indonesia, semangat Hari Buruh sudah bergema sejak masa penjajahan Belanda.
Pada 1 Mei 1918, aksi mogok kerja para buruh menjadi simbol awal perjuangan melawan eksploitasi kolonial.
Namun, semangat ini sempat meredup akibat tekanan dari pemerintah Hindia Belanda dan pendudukan Jepang yang melarang aktivitas serikat buruh.
Baru setelah kemerdekaan, peringatan Hari Buruh kembali mendapat tempat.
Pemerintah Indonesia di bawah Presiden Soekarno secara resmi menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh melalui Undang-Undang Kerja Nomor 12 Tahun 1948. Keputusan ini menandai pengakuan formal terhadap kontribusi kaum buruh dalam pembangunan bangsa.
Peringatan Hari Buruh sempat tenggelam selama masa Orde Baru karena adanya pembatasan terhadap aktivitas buruh.
Namun pada 1 Mei 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2013, yang menetapkan 1 Mei sebagai Hari Libur Nasional untuk menghormati perjuangan dan kontribusi buruh Indonesia.
Tujuan dan Makna Hari Buruh
Hari Buruh tidak hanya sekadar mengenang sejarah.
Lebih dari itu, peringatan ini menjadi ajang untuk menyuarakan aspirasi, menuntut keadilan sosial, serta memperjuangkan hak-hak buruh yang belum terpenuhi.
Di tengah tantangan ketimpangan sosial, upah minim, dan kondisi kerja yang belum ideal di berbagai sektor, Hari Buruh menjadi pengingat bahwa perjuangan buruh masih relevan hingga hari ini.
Baca Juga: Menembus Hutan dan Kabut, Menemukan Pesona Curug Lawe
Momentum Hari Buruh setiap 1 Mei dimanfaatkan serikat pekerja di berbagai belahan dunia untuk mengadvokasi sejumlah isu krusial yang menyangkut kesejahteraan buruh.
Beberapa tuntutan utama yang kerap disuarakan meliputi kenaikan upah minimum yang layak, jaminan sosial dan kesehatan yang memadai, serta perlindungan hukum bagi pekerja kontrak dan outsourcing.
Selain itu, kesetaraan gender di tempat kerja dan penciptaan lingkungan kerja yang aman dan manusiawi juga menjadi bagian penting dari agenda perjuangan buruh.
Dalam konteks yang lebih luas, Hari Buruh menjadi panggung global untuk mendorong perubahan struktural demi memastikan seluruh pekerja, baik di sektor formal maupun informal, dapat menikmati kehidupan yang layak, sejahtera, dan bermartabat.