Calung renteng, alat musik varian angklung yang dimainkan dengan cara dipukul. Alat musik ini biasa dimainkan di sela-sela upacara yang berkaitan dengan ritual pertanian. Berusia ratusan tahun, alat musik ini telah menjadi warisan budaya yang perlu dijaga. Irama yang dihasilkan dari alat musik ini memiliki musik yang indah.
Berbeda dengan calung pada umumnya, calung renteng terbuat dari bambu hitam karena dinilai bisa lebih menghasilkan suara yang nyaring dan strukturnya lebih kuat. Bambu tersebut didiamkan semalaman baru kemudian dibuat bersusun sesuai tangga nada yang dihubungkan dengan serat bambu.
Alat musik ini tidak memiliki dudukan melainkan bilah-bilah bambu yang dihubungkan dan digantung menjulur ke bawah, dimulai dari tangga nada rendah hingga tinggi. Untuk memainkannya, calung renteng digantungkan pada rumah calung. Sementara, pemain calung duduk bersila sambil menabuh bilah-bilah bambu.
Sejarah Calung Renteng
Menurut beberapa sumber, calung renteng sudah ada sejak tahun 1948 di Kampung Cinangrang, Desa Cidahu, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Lebak, Banten. Pada mulanya alat musik inni digunakan di lahan pertanian warga untuk mengusir babi-babi liar. Ada juga yang mengatakan dibuat untuk acara pesta rakyat dalam rangka menyambut musim panen.
Dilansir dari halaman Indonesia.go.id, anak laki-laki suku Banten Kidul sering memainkan calung renteng saat para ibu sedang memanen padi dan memisahkan bulir padi dari kulitnya dengan alat tradisional yang disebut lesung.
Seiring perkembangan zaman, calung renteng dimainkan dengan tambahan alat musik lain seperti gendang, terompet, goong, kecrek, anting, dan lainnya. Umumnya kesenian ini dimainkan secara berkelompok sekitar 4 hingga 8 orang.
Setiap pertunjukan lagu berdurasi sekitar 5 menit. Lagu-lagu yang dimainkan ada banyak seperti lutung kasarung, tunggul kaung, gendrongan, gersik dan sebagainya. Lagu tersebut hanya terdiri dari nada-nada saja tidak ada syairnya.
Saat ini, alat musik tradisional ini tidak hanya dimainkan saat upacara tradisional. Calung kini sering dipadukan dengan berbagai alat musik modern. Bahkan, belakangan ini banyak bermunculan komunitas pemusik calung.
Biasanya digunakan sebagai pengiring musik untuk tarian. Hal ini dilakukan supaya lebih menarik. Calung merupakan salah satu wasiat budaya yang harus dijaga dan dilestarikan keberadaannya. Salah satu upaya yang dapat kita lakukan adalah mengembangkannya dan ikut memperkenalkan ke masyarakat yang lebih luas supaya eksistensinya tidak punah. (Anisa Kurniawati-Berbagai sumber)