By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
emmanus.comemmanus.comemmanus.com
  • Beranda
  • Berita
  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya
  • Cerita Rakyat
  • Pariwisata
Reading: Agus Noor, Sastrawan Indonesia Serbabisa
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
emmanus.comemmanus.com
Font ResizerAa
Search
  • Berita Kategori
    • Berita
    • Profil
    • Event
    • Tradisi
    • Pariwisata
    • Cerita Rakyat
    • Warisan Budaya
Follow US
©2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
emmanus.com > Blog > Profil > Agus Noor, Sastrawan Indonesia Serbabisa
Profil

Agus Noor, Sastrawan Indonesia Serbabisa

Ridwan
Last updated: 14/10/2024 12:12
Ridwan
Share
3 Min Read
Foto: indonesiakaya.com/Arif Hidayat
SHARE

Agus Noor, sastrawan berkebangsaan Indonesia yang telah menulis banyak puisi, prosa, naskah lakon (monolog dan teater) hingga skenario sinetron. Kepiawaiannya dalam menulis telah mengantarkan ia memenangkan berbagai penghargaan.

Agus Noor lahir di Tegal, Jawa Tengah, pada 26 Juni 1968. Sejak muda, Agus Noor telah berkecimpung di dunia sastra dengan menulis karya-karya puisi dan prosa. Memiliki latar belakang pendidikan Jurusan Teater, Institut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta.

Meskipun berlatar belakang pendidikan teater, ia dikenal sebagai cerpenis, penulis prosa, dan naskah panggung dengan gaya parodi yang terkadang satir. Agus merasakan pengalaman berkarya yang berbeda-beda di setiap era pemerintahan, dimulai dari Orde Baru.

Saat itu, ia aktif dalam pergerakan mahasiswa. Dari situlah lahir karya-karya satir sosial-politiknya. Salah satunya buku Bapak Presiden yang Terhormat (1998), yang saat itu disensor dengan diberikan judul berbeda, yaitu Peang.

Dilansir dari halaman indonesiakaya.com, Agus Noor tidak ingin dikotak-kotakkan sebagai penulis yang bisa dideskripsikan, hanya karena banyak menulisi sindiran sosial-politik. Dia ingin terbuka akan banyak hal dan tidak terikat dalam satu tema.

Penulis Produktif dan Serbabisa

Agus Noor dikenal sebagai penulis produktif yang menulis banyak karya dalam bentuk cerita pendek, prosa, puisi, naskah lakon, serta skenario televisi. Strateginya untuk terus produktif adalah selalu menginventariskan ide yang muncul, memperbanyak bacaan, dan memaksakan diri untuk menulis dalam keadaan apa pun.

Seolah tak cukup menjadi penulis serbabisa, penulis satu ini juga menjadi creative director untuk banyak pertunjukan musik dan teater. Bersama Butet Kartaredjasa dan Djaduk Ferianto, ia menggagas Indonesia Kita, komunitas yang pertunjukan-pertunjukannya bertujuan mengedukasi publik tentang pluralisme dalam Indonesia.

Karya Agus Noor

Penulis yang saat ini sudah berusia 56 tahun ini, telah menulis banyak karya. Cerpennya dimuat dalam Antologi Ambang (1992), Pagelaran (1993), Lukisan Matahari (1994). Sedangkan cerpen-cerpennya yang terhimpun dalam antologi bersama, di antaranya Lampor (Cerpen Pilihan Kompas, 1994), Jalan Asmaradana (Cerpen Pilihan Kompas, 2005), Kitab Cerpen Horison Sastra Indonesia (Majalah Horison dan The Ford Foundation, 2002), dan Dari Pemburu ke Tapuetik (Majelis Sastra Asia Tenggara dan Pusat Bahasa, 2005

Buku-bukunya juga menjadi best-seller dari tahun ke tahun, seperti Memorabilia (2000), Selingkuh Itu Indah (2001), Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia (2007), Ciuman yang Menyelamatkan dari Kesedihan (2010), Cerita buat Para Kekasih (2014), Cinta Tak Pernah Sia-sia, dan Barista Tanpa Nama (2018).

Bersama Ayu Utami, ia menulis naskah Sidang Susila untuk merefleksikan dan mengkritik Rancangan Undang-Undang Anti-Pornografi. Karya lainnya yaitu: Rendezvous: Kisah Cinta yang Tak Setia (Galang Press, 2004), Potongan Cerita di Kartu Pos (Penerbit Buku Kompas, 2006), Sebungkus Nasi dari Tuhan, Sepasang Mata Penari Telanjang, Matinya Toekang Kritik (Lamalera, 2006).

Selain itu, Agus Noor juga dikenal sebagai penulis naskah panggung. Monolog Matinya Toekang Kritik adalah salah satu karyanya yang menertawakan keadaan Indonesia. Naskah ini, kemudian diusung sebagai program Sentilan Sentilun yang ditayangkan oleh stasiun televisi Metro TV. (Anisa Kurniawati-Berbagai Sumber)

You Might Also Like

Mien Brodjo, Atlet dan Aktris Senior Serba Bisa

Laila Sari, Seniman Penghibur Tiga Generasi

8 Lukisan Seniman Indonesia Ini Terjual Milyaran Rupiah 

Koperasi Walawa Adhi Wastra Kembangkan Tenun Wonosobo

Mengenal Saryono, Kolektor Batu Akik Jumbo Asal Wonosobo 

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook X Copy Link Print
Share
By Ridwan
Content Editor
Previous Article Sate Toe, Kuliner Legendaris Khas Pangandaran
Next Article Coto Makassar, Kuliner Kaya Rasa dan Kaya Rempah 
Leave a comment Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media

2kFollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
- Advertisement -
Ad imageAd image

Berita Terbaru

Munusa Championship Digelar di Wonosobo, Wadah Kreativitas dan Sportivitas Pelajar
Berita 30/05/2025
Indonesia dan Prancis Bangun Kemitraan Budaya untuk Pererat Hubungan Diplomatik
Berita 29/05/2025
Kodim Wonosobo dan Bulog Jemput Bola Serap Gabah Petani Sojokerto
Berita 29/05/2025
penulisan ulang sejarah Indonesia
DPR Setujui Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Target Rampung Tahun 2027
Berita 28/05/2025
- Advertisement -

Quick Link

  • Kontak Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber

Top Categories

  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya

Stay Connected

200FollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
emmanus.comemmanus.com
Follow US
© 2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Nama Pengguna atau Alamat Email
Kata Sandi

Lupa kata sandi Anda?