Salah satu seni bentuk seni helaran atau karnival yang berasal dari Ciamis, Jawa Barat adalah Bebegig Sukamantri. Sosok Bebegig sendiri diwujudkan sebagai topeng dengan wujud yang menyeramkan.
Bebegig merupakan representasi penjaga lingkungan alam bagi Desa Sukamantri, Kabupaten Ciamis.
Dilansir dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, Bebegig berkaitan erat dengan wilayah sebelah Utara Desa Sukamantri, yang disebut Tawang Gantungan. Kawasan ini berupa bukit dengan hutan larangan yang dianggap keramat dan angker.
Prabu Sampulur
Menurut masyarakat setempat, Tawang Gantungan dipercaya sebagai bekas kerajaan. Pada saat itu orang yang berkuasa adalah Prabu Sampulur. Dia dikenal sebagai seorang yang sakti dan cerdik.
Untuk menjaga dari gangguan orang jahat, dibuatlah topeng-topeng dari kulit kayu dengan bentuk menyeramkan. Topeng-topeng itu dipasang dipohon-pohon besar disekitar Tawang Gantungan.
Topeng itu memiliki rambut yang terbuat dari ijuk kawung (Aren) yang terurai panjang ke bawah, dilengkapi atribut mahkota dari kembang bubuay dan daun Waregu.
Konon, jika ada orang yang berniat jahat melihat topeng itu. Maka seolah-olah melihat makhluk tinggi besar menyeramkan dan membuat orang jahat itu takut.
Di kawasan itu, Prabu Sampulur mempunyai 17 pembantu, Sanca Manik dan Sanca Ronggeng.
Berburu hewan adalah keseharian mereka. Sanca Ronggeng selalu menari-nari kegirangan ketika mendapatkan hewan buruan. Dari gerakan Sanca Ronggeng menari itu Prabu Sampulur teringat topeng yang dipasang dipohon.
Kemudian, Sanca Ronggeng adalah orang pertama yang memakai topeng dan atributnya. Semenjak itu setiap mendapatkan hasil buruan mereka selalu menari memadukan jurus-jurus beladiri dan tarian sambil memakai topeng.
Proses Pembuatan Bebegig
Sebelum Bebegig dibuat para pemain berdo’a terlebih dahulu, kemudian berangkat ke gunung Tawang Gantungan Di sana mereka mengambil bahan-bahan antara lain ijuk, bubuay, daun waregu. Bahan-bahan itu dibawa ke sanggar Bebegig.
Bahan kemudian dirangkai hingga terbentuk topeng. Berat badan bebegig sekira 20 kg. Setelah siap, topeng itu dipakai peserta yang siap. Pertunjukan kesenian ini diawali dengan doa bersama, dilanjutkan dengan mengitari perkampungan.
Di suatu arena yang telah ditentukan para pemain berkumpul untuk unjuk kebolehan dan adu kekuatan. Pada malam harinya dilakukan ritual tawasul kepada arwah nenek moyang.
Kemudian para peserta menggunakan kembali topeng Bebegig dan disebar di berbagai tempat menunggu hingga datangnya fajar atau sekira jam 5 pagi.
Makna Filosofi Bebebig
Bebegig secara sosial berfungsi untuk mempererat persatuan dan kesatuan. Seni ini merupakan representasi penjaga lingkungan. Tidak hanya itu, seni helaran ini juga memiliki simbol budaya.
Setidaknya ada tiga bagian yang harus ada, yaitu ikon, indéks, serta simbol.
Tiga bagian itu dapat dilihat dari perlengkapan topeng yang digunakan. Kemudian hiasan pada topeng, seperti ijuk, waregu dan lainnya. Kemudian simbol yang melengkapi pertunjukannya, seperti iket, bedug, angklung, sinden dan lainnya.
Sementara itu, struktur pertunjukan seni Bebegig Sukamantri dibagi empat bagian yakni perkakas, grup seni Bebegig Sukamantri, pengikat sebelum pelaksanaan dan lagu-lagu yang dibawakan.
Topeng Bebegig Sukamantri memiliki bentuk seperti buta (raksasa) dengan makna simbolik sebagai ikon masyarakat Sukamantri. Filosofi Seni Bebegig ini sebagian dimaknai dari pohon Kawung (Aren) yang bermanfaat bagi manusia.
Atribut Bebegig Sukamantri, diambil dari tanaman liar, salah satunya yaitu daun waregu pancawarna dan kembang bubuay. Daun Waregu adalah simbol kebaikan atau kebahagiaan dan bunga bubuay simbol kebersamaan yang kuat.