Rihatayya dalam Bahasa daerah Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan artinya adalah dua buah gua. Kedua gua ini terletak di pinggir pantai Dusun Bansiang.
Masing-masing menghadap ke Barat dan Timur yang melambangkan perempuan dan laki-laki. Rihatayya adalah kisah yang mengandung keanehan dan keganjilan.
Dirangkum dari pariwisata.kepulauanselayarkab.go.id, dahulu kala di bagian muara Sungai Bansiang ada sebuah dusun bernama Kuwanraya.
Di dusun itu ada seorang anak tiri bernama Isah. Usianya sekitar 14 tahun yang hidup bersama ayah kandung dan ibu tirinya. Pekerjaan sang ayah adalah menjala ikan di laut.
Pada suatu ketika, ayah Isah pergi melaut. Sementara, Ibu tiri Isah sibuk dengan urusannya sendiri. Dia membiarkan Isah kelaparan dengan hanya memberinya endapan air nasi dari periuk.
Pada saat Tengah hari suaminya kembali di rumah. Sang suami tidak mengetahui perlakuan Ibu tirinya. Dia kemudian memasak hasil tangkapan untuk dimakan bersama-sama dengan suaminya. Sementara Isah masih kelaparan.
Sang ayah melihat hal itu dengan curiga. Namun dia tidak bisa berbuat apa-apa. Karena ia melihat suasana malam harinya baik-baik saja dan mereka makan bersama-sama dengan gembira.
Kecurigaan Sang Ayah
Suatu hari untuk mencari tahu apa yang terjadi pada anaknya, sang ayah berpura-pura pergi melaut. Tanpa sepengetahuan istrinya dia bukan pergi melaut, melainkan naik ke loteng untuk mengintai apa yang terjadi di rumah.
Dari situlah dia mengetahui semua yang terjadi. Dia melihat bagaimana kekejaman istrinya terhadap anaknya. Perlahan suami keluar dari persembunyiannya dan pura-pura pulang ke rumah. Meski begitu, dia tetap berlaku seperti biasa.
Keesokan harinya, sang suami pergi ke laut menjala ikan. Namun kali ini ia mengajak anaknya, Isah bersama-sama pergi melaut. Ia meninggalkan istrinya sendirian di rumah. Tak lama kemudian sampailah mereka ke tempat yang di tuju.
Mereka beristirahat di atas batu karang di pinggir laut. Kemudian sang ayah untuk turun ke laut menjala ikan. Begitu asyiknya sang ayah menjala ikan, ia terlupa bahwa anaknya di tinggalkan sendirian di atas batu karang.
Baca juga: Legenda Putri Lumimuut, Kisah Asal-usul Etnis Minahasa
Batu Sakti
Sementara itu, Isah kelaparan dan kehausan. Dia tidak bertahan lagi dan mengulurkan tangan kepada batu lalu berkata: “hai batu sakti tolong aku yang sengsara karena ibu tiri, aku ingin bersamamu. Bukalah mulutmu supaya aku bisa masuk”.
Batu sakti itu mendengar rintihan Isah dan terbuka. Isah kemudian masuk dan batu itu tertutup kembali. Sang ayah baru teringat akan anaknya yang sedang lapar dan ditinggal sendirian. Dengan cepatnya dia menemui anaknya.
Namun malang nasibnya dia tidak menemukan anaknya. Kemudian sang Ayah melihat air berjatuhan dari sela-sela batu. Ayah mendekat dan melihat segumpal rambut.
Dengan tidak menyadari diri, tiba-tiba ia melompat memegang rambut yang ternyata milik anaknya. Sang Ayah sangat sedih menerima kenyataan itu.
Ia pun beranjang akan pulang. Namun tiba-tiba turun hujan. Terbayang pada air mata Rihatayya, Ia kemudian berkata: “hai batu sakti, perkenalkanlah aku masuk ke dalammu, aku rela bersamamu untuk berdampingan dengan anakku.
Matanya tertutup dan di telan batu sakti. Batu ini kemudian dinamakan Rihata Bura`nea dan di sampingnya adalah anaknya, yaitu rihata Bahinea.