Warok Suromenggolo, salah seorang tokoh legendaris dari Kadipaten Ponorogo, Jawa Timur, tidak hanya dikenal karena kepemimpinannya yang penuh intrik politik, tetapi juga kisah cinta yang penuh drama dan emosional.
Kesenian tradisional teater Dongkrek yang menggambarkan perjalanan hidupnya menjadi salah satu pertunjukan seni yang sarat akan nilai-nilai budaya, moral, dan romantisme.
Cerita ini berawal dari Roro Warsiyani, putri dari Warok Suromenggolo, yang terjerat dalam kisah cinta dengan Raden Subroto, anak dari Adipati Ponorogo.
Melansir dari indonesiakaya.com, konflik batin pun muncul karena Roro Suminten, putri dari Warok Gunaseco, juga mencintai Raden Subroto. Cerita ini berlatar belakang sejarah masa kejayaan Kadipaten Ponorogo di bawah pemerintahan Adipati Raden Batara Katong, yang dikenal sebagai adik dari Raden Patah, Sultan Demak.
Baca juga: Cerita Rakyat Roro Kuning, Kisah Putri Raja Kerajaan Kediri
Dalam keadaan politik yang penuh ketegangan, Warok Suromenggolo menjadi pengawal setia dengan kekuatan sakti mandraguna. Namun, kisah cinta yang terjalin antara anaknya, Roro Warsiyani, dan Raden Subroto, menjadi latar belakang emosional dalam pertunjukan ini.
Dalam teater Dongkrek ini, kisah semakin berkembang saat Jin Kluntung Wuluh menari dengan bala tentaranya, dan muncul sosok tokoh pemuda yang ingin menikahi Cempluk atau Roro Warsiyani.
Penolakan terhadap niat pemuda menjadi titik awal dari perjalanan konflik yang melibatkan kekuatan gaib dan sihir.
Jin Kluntung Wuluh kemudian meminta bantuan Warok Surohandoko, adik dari Warok Suromenggolo, untuk mengalahkan kakaknya demi mendapatkan keunggulan dalam dunia Warok.
Aji Dawet Upas, sebuah pusaka sakti berupa minuman berbahan cendol yang terbuat dari mata manusia, diberikan kepada Warok Surohandoko untuk menyerang Suromenggolo.
Namun, kekuatan dan prinsip kemanusiaan yang dimiliki Warok Suromenggolo membawa kemenangan dalam pertempuran. Di tengah pertarungan, penari Jatilan memasuki panggung, memberikan warna dan hiburan dengan tarian yang menggabungkan unsur humor dan parodi.
Baca juga:Kisah Asmara Dalam Legenda Putri Naga Pulau Komodo
Reog kemudian ditampilkan sebagai simbol kemenangan dan kehormatan. Ketika Roro Suminten muncul dengan air mata, terungkaplah bahwa Raden Subroto ternyata mencintai Roro Warsiyani, bukan dirinya.
Drama cinta ini semakin memuncak dengan kegilaan Roro Suminten yang berujung pada pertikaian antar keluarga. Mediasi antara Warok Suromenggolo dan Warok Gunaseco mengenai persoalan yang terjadi berakhir dengan perkelahian sengit.
Namun, dengan kedatangan Warok Singobowo dari Perguruan Argo Wilis, perkelahian dihentikan, dan akhirnya terjadi rekonsiliasi antara ketiga Warok.
Akhir cerita yang penuh emosi ini ditutup dengan kesembuhan Roro Suminten yang akhirnya kembali sadar, berkat kesaktian Warok Suromenggolo.
Sebagai penutup yang menyentuh, Suromenggolo meminta Raden Subroto untuk menikahi Roro Suminten sebagai istri keduanya, mengakhiri kisah cinta yang penuh liku dan pertempuran batin.
Kisah ini bukan hanya mengangkat tema cinta segitiga, tetapi juga menyiratkan nilai-nilai kemanusiaan, kesetiaan, dan pengorbanan dalam menghadapi takdir. (Dari berbagai sumber)