Goza Mauser, salah satu petani muda yang berasal dari Dieng, Batur, Banjarnegara. Dia tetap berkomitmen menjaga warisan pertanian kentang di tengah pesatnya pariwisata Dieng.
Dieng saat ini dikenal dengan sektor pariwisatanya yang telah berkembang pesat. Sementara itu, sudah sejak lama, pertanian telah menjadi bagian dari budaya dan praktik yang terus diwariskan dari generasi ke generasi.
Dari situlah, Goza Mauser mengungkapkan adanya kekhawatiran bahwa generasi muda lebih tertarik untuk beralih ke sektor pariwisata. Padahal, pertanian kentang di daerah Dieng memiliki potensi besar yang sayang jika ditinggalkan begitu saja.
“Cuma dengan berkembangnya pariwisata yang saat ini sudah terkenal pesat, kalau dari saya dan kelompok tani itu takutnya petani-petani muda tergiur ke pariwisata semua. Dan yang saya takutkan nanti sudah nggak ada lagi petani muda.” kata Goza
Baca juga: Akbar Daffa, Kenalkan Smart Greenhouse untuk Pertanian
Pertanian Ramah Lingkungan
Goza Mauser sendiri mengelola pertanian kentang yang sebelumnya diwariskan dari orang tuanya. Dalam mengelola pertanian, sebisa mungkin dia menjaga keberlanjutannya dengan menerapkan pertanian yang ramah lingkungan.
“Jadi dari dulu itu doktrinya secara kimia terus. Jadi yang tidak pernah dipikirkan itu masalah biologi tanaman di dalam tanah itu, mikroba-mikroba yang tidak pernah terpikirkan, itulah kita kembalikan lagi. Jadi diseimbangkan antara fisika, kimia, dan biologi pada tanah dan tanaman.” jelas Goza.
Saat ini, kesadaran untuk mengelola tanah dengan cara yang lebih alami mulai berkembang. Salah satu metode yang diterapkan adalah penggunaan agensi hayati. Fungsinya sendiri berfungsi sebagai jamur hayati untuk melawan jamur patogen secara alami.
Dengan cara ini, penggunaan fungisida dan pestisida kimia dapat dikurangi. Sehingga pertanian tetap produktif tanpa merusak keseimbangan lingkungan.

Pemasaran dan Tantangan dalam Bertani
Dalam bertani tentu ada tantangan yang harus dihadapi. Beberapa diantaranya yaitu hama dan penyakit. Selain itu, ada perubahan musim yang tidak menentu.
“Kalau kendalanya di Dieng itu biasanya angin. Angin dari timur ke barat itu biasanya musim ke-4 it waktu musim kemarau. Itu bisa menghabiskan kentang, tanamannya bisa rusak semua karena angin.” jelasnya.
Dari segi pemasaran, hasil panen kentang biasanya dijual melalui pengepul yang kemudian mendistribusikannya ke berbagai kota di Indonesia. Bagi Goza, cara ini lebih praktis karena mereka dapat langsung mendapatkan hasil tanpa harus mengurus distribusi sendiri.
Baca juga: Akar Kreasi Nuswantara, Greenhouse Berkonsep Smart Farming
Dalam setahun, lahan pertanian yang dikelola Goza bisa panen dua kali. Setiap panennya bisa mencapai sekitar 17 ton pada musim kemarau dan 12 ton pada musim hujan. Setelah dipanen, biasanya kentang disortir terlebih dahulu, disimpan, sebelum kemudian dijual.
Harga kentang di pasaran pun berfluktuasi tergantung pada ketersediaan dan permintaan pasar. Harga bisa mencapai Rp15.000 per kilogram dalam kondisi terbaik, tetapi bisa juga anjlok hingga Rp5.000 per kilogram pada saat kelebihan pasokan.

Harapan bagi Petani Muda
Sebagai seorang petani muda, Goza Mauser, yang juga menjabat sebagai ketua kelompok tani di Dieng Batur, berharap agar profesi ini tidak lagi dipandang sebelah mata oleh masyarakat.
“Harapan dari saya sendiri sih, semoga tidak dipandang sebelah mata sama masyarakat. Itu seibaratnya sebagai petani yang kotor, miskin, dan bodoh. Kalau saya pinginnya sebagai petani muda kita tunjukkan, kita bukan sebagai petani bodoh, kita harus sebagai petani pintar dan bersih dalam segala hal.” Pungkas Goza Mauser.
Dengan semangat dan tekad untuk mempertahankan warisan pertanian, diharapkan semakin banyak anak muda yang mau kembali bertani. Selain itu juga mengembangkan sektor ini agar tetap menjadi tulang punggung perekonomian daerah.