Warga Desa Genito, yang terletak di lereng Gunung Sumbing, Jawa Tengah, mengadakan upacara adat yang dikenal sebagai ‘Nikah Tembakau’, Selasa, 13 November.
Tradisi ini menjadi ungkapan syukur kepada Tuhan serta harapan untuk hasil panen yang melimpah bagi para petani dan perajang daun tembakau setempat.
Dilansir dari magelangkab.go.id, ritual dimulai dengan arak-arakan dua tanaman tembakau, yaitu Kiai Pulung Soto dan Nyai Srinthil, yang diiringi sepasang mempelai.
Tanaman tersebut dibawa berkeliling desa, disertai alunan gending Jawa dan pertunjukan kesenian kuda lumping, serta persembahan sesaji.
Warga juga membawa nasi ambeng dan tumpeng yang merupakan hasil bumi menuju mata air Sendang Piwakan.
Prosesi Pernikahan Tembakau
Di panggung altar yang terletak di atas mata air Piwakan, para sesepuh desa bersama tokoh budayawan Agus Merapi memulai ritual dengan doa, meminta izin kepada Sang Pencipta untuk melanjutkan prosesi.
Suasana semakin khusyuk dengan asap dupa dan alunan gamelan Jawa. Taburan bunga di permukaan air menandakan bahwa pernikahan tembakau telah berlangsung, dengan harapan membawa berkah di masa mendatang.
Agus Merapi menyebut, pernikahan tembakau digelar setiap tahun usai panen sebagai ucapan syukur atas hasil panen yang baik dan harapan panen tahun mendatang juga memuaskan.
Sementara itu, Kepala Desa Genito, Trasmantyo, mengungkapkan bahwa prosesi ini merupakan simbol rasa syukur dari masyarakat, yang mayoritas adalah petani tembakau.
Ia menegaskan, tradisi ini menjadi bagian keyakinan masyarakat bahwa tembakau adalah anugerah dari Tuhan. Mengenai harga tembakau saat ini, Trasmantyo menyatakan bahwa harga tembakau di Desa Genito telah meningkat, mencapai Rp 75.000 per kilogram.
Ia juga mencatat bahwa hasil produksi tembakau tahun ini mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, ketika harga sempat anjlok akibat curah hujan yang tinggi, yang merusak tanaman.
Bukan Sekedar Ritual
Puncak dari prosesi Nikah Tembakau diakhiri dengan berebut gunungan, yang diyakini masyarakat akan mendatangkan berkah. Berbagai pertunjukan seni, termasuk jathilan dan wayang kulit, juga diselenggarakan semalam suntuk untuk menghibur warga.
Tradisi ini selain sebuah ritual, juga menjadi daya tarik pariwisata di Kabupaten Magelang.
Setiap tahunnya, semakin banyak wisatawan yang datang untuk menyaksikan prosesi ini, menjadikannya sebagai momentum yang mempererat kebersamaan dan pelestarian budaya lokal. (Achmad Aristyan)