Indonesia kembali masuk daftar Warisan Budaya Takbenda (WBTb) atau Intangible Cultural Heritage (IHC) yang diakui Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO).
Tidak tanggung-tanggung tiga warisan budaya Nusantara pada tahun ini sekaligus masuk dalam pengakuan dunia, yakni Reog Ponorogo, Kebaya, dan Kolintang.
Keputusan ‘hattrick’ tersebut diumumkan dalam sidang ke-19 The Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage di Paraguay pada 3-5 Desember 2024.
Pengumuman pengakuan UNESCO terhadap Warisan Budaya Takbenda tersebut dilakukan secara bertahap. Seni pertunjukan Reog asal Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur ditetapkan pada 3 Desember.
Sehari berikutnya, Kebaya yang diajukan bersama Indonesia, Brunei, Malaysia, Singapura, dan Thailand ditetapkan 4 Desember. Selanjutnya, Kolintang, alat musik tradisional dari Minahasa, Sulawesi Utara diakui UNESCO pada 5 Desember.
Dengan demikian, sampai saat ini sudah ada 16 warisan budaya Indonesia yang masuk daftar IHC UNESCO.
Sebelumnya, Indonesia telah menerima pengakuan UNESCO terhadap 13 WBTb. Yakni, Wayang dan Keris (2008), Batik serta Pendidikan dan Pelatihan Batik (2009), Angklung (2010), Tari Saman (2011), Noken atau tas tradisional Papua (2012), Tiga genre Tarian Tradisional Bali (2015), Kapal Pinisi (2017), Pencak Silat (2019), Pantun (2020), Gamelan (2021) dan Budaya Sehat Jamu (2023).
Menteri Kebudayaan (Menbud) RI Fadli Zon melalui pidato virtual menegaskan komitmen Indonesia dalam pelindungan warisan budaya takbenda sebagai bagian dari upaya memperkuat dialog, perdamaian, dan kerja sama global.
“Atas nama Republik Indonesia, kami menyampaikan rasa terima kasih kepada UNESCO dan Paraguay atas penyelenggaraan pertemuan penting ini. Meskipun jarak memisahkan kita, apresiasi bersama terhadap budaya dan warisan menyatukan kita sebagai sarana kerja sama, dialog, dan promosi nilai-nilai universal perdamaian,” ungkap Menteri Kebudayaan, Selasa (03/12/2024).
Indonesia, dengan lebih dari 17.000 pulau, 2.400 kelompok etnis, dan 720 bahasa daerah, merupakan contoh nyata dari keragaman budaya yang hidup. Melalui prinsip Bhinneka Tunggal Ika, Indonesia terus mendorong pelestarian budaya yang memperkuat persatuan di tengah perbedaan.
Hingga kini, Indonesia telah mendaftarkan lebih dari 2.000 elemen dalam Inventarisasi Nasional Warisan Budaya Takbenda dan 13 elemen dalam daftar UNESCO, dengan tambahan tiga elemen baru yang akan disahkan dalam sidang ini.
Profil Tiga Warisan
1. Reog Ponorogo
Seni pertunjukan yang berasal dari Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, mencerminkan harmoni antara tari, musik, dan mitologi. Seni ini menggambarkan keberanian, solidaritas, dan dedikasi yang telah menjadi identitas masyarakat Ponorogo selama berabad-abad.
Reog juga merupakan simbol dari gotong royong, yang tercermin dalam proses kreatifnya, mulai dari pembuatan topeng hingga kolaborasi antara seniman, perajin, dan komunitas lokal.
Bagi masyarakat Ponorogo, Reog juga dikenal sebagai Barongan. Tarian ini menampilkan sosok topeng macan tutul berhias bulu merak berukuran sangat besar.
Topeng dikenakan penari dengan gerakan meliuk-liuk. Pertunjukan Reog Ponorogo sering ditampilkan di berbagai acara, seperti pernikahan, perayaan hari jadi, hingga festival kesenian.
2. Kolintang atau Kulintang
Alat musik pukul khas Suku Minahasa yang terbuat dari kayu. Syahdan, mama Kolintang berasal dari bunyi tong (nada rendah), ting (nada tinggi), dan tang (nada tengah) yang dihasilkan alat musik itu.
Kolintang terdiri dari beberapa potongan kayu yang ringan (kayu bandaran, kayu kakinik, dan kayu telur). Kayu-kayu tersebut disusun berdasarkan panjangnya diatas sebuah rak kayu.
Kolintang dimainkan dengan cara dipukul oleh pemukul kayu yang ujungnya dibalut kain. Dari situ menghasilkan harmoni nada dan alunan musik merdu. Kolintang umumnya dimainkan berkelompok.
Baca juga: Mengapa Reog Ponorogo Dianggap Memiliki Unsur Magis?
3. Kebaya
Menjadi inskripsi WBTb kedua Indonesia dalam kategori nominasi multinasional setelah pada tahun 2020, Pantun berhasil ditetapkan dalam daftar WBTb UNESCO atas usulan Indonesia dan Malaysia.
Kebaya adalah busana tradisional perempuan yang mulai dikenal sejak abad ke-16 di kawasan Asia Tenggara khususnya di Jawa, Sumatera, Semenanjung Malaysia hingga Thailand.
Busana ini kerap awalnya hanya dikenakan kaum bangsawan, namun lambat laun menjadi ciri khas busana perempuan dari Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Umumnya Kebaya dipadupadankan dengan kain Batik.
Delegasi Tetap RI untuk UNESCO, Duta Besar Mohamad Oemar, selaku Ketua Delegasi RI pada Sidang Komite WBTb ke-1 menyatakan bahwa Kebaya mencerminkan perpaduan budaya yang unik di kawasan dan menjadi representasi yang luar biasa dari multikulturalisme negara di Asia Tenggara.
Penetapan Warisan Budaya Takbenda sebagai bagian dari warisan dunia oleh UNESCO ini akan menjadi sumbangan yang besar bagi penguatan identitas bangsa secara berkesinambungan.
Baca juga: Kukuh Hariyawan, Desainer Kebaya Adhikari yang Mendunia
Hal ini tentunya akan mendorong masyarakat Indonesia untuk berpartisipasi secara aktif dalam pelestarian budaya tersebut agar tetap lestari di tengah arus modernisasi.
Sementara itu, pihak UNESCO juga mempunyai persyaratan kelayakan ICH UNESCO:
- Pertama, karya budaya itu harus memiliki nilai luar biasa atau Outstanding Universal Value (OUV).
- Kedua, memiliki pendukung yang jelas. Karya budaya tersebut dapat diadaptasi dan diwariskan kepada generasi berikutnya terutama masyarakat lokal.
- Ketiga, ada upaya pelestarian dari pemerintah setempat. Selain masyarakat pemerintah juga harus turut andil agar publik nasional hingga internasional mengetahui karya budaya itu.
Pengakuan dunia internasional terhadap sejumlah warisan budaya ini tentunya menjadi pengingat seluruh rakyat Indonesia. Tentang kebudayaan Adi Luhung budaya Nusantara yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dari Sangihe hingga Rote.
Mendunianya tiga warisan budaya ini diharapkan juga mendorong ekonomi kreatif dan pariwisata bagi masyarakat asal kebudayaan tersebut. Sebagai contoh, kain kebaya telah berkembang tidak hanya menjadi industri rumahan atau UMKM bernilai jutaan rupiah melainkan juga telah menjadi produk adibusana bernilai miliaran rupiah. (Sumber: Indonesia.go.id)