Horja Bius adalah salah satu tradisi musyawarah ala masyarakat Batak Toba, Sumatera Utara. Tujuannya untuk mencapai mufakat dalam menyelesaikan permasalahan bersama.
Tradisi yang berkembang khususnya di Desa Tomok, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara ini dilakukan dengan mempersembahkan kerbau sebagai ungkapan syukur.
Upacara ini dahulu selalu disertai dengan ritual Mangalahat Horbo, yaitu persembahan berupa kerbau pilihan sebagai ungkapan syukur kepada leluhur.
Dilansir dari infobudaya.net, sebelum masuknya agama Kristen, masyarakat Batak Toba banyak yang menganut kepercayaan Parmalim. Horja Bius memiliki keterkaitan erat dengan ajaran ini.
Meskipun kini hanya sebagian kecil masyarakat yang masih mempraktikkannya. Khususnya mereka yang tinggal di sekitar Pulau Samosir.
Rangkaian Ritual Horja Bius
Dalam kehidupan sosial masyarakat Batak Toba, terdapat tiga elemen penting dalam sistem musyawarah, yaitu Huta, Horja, dan Bius.
Huta merujuk pada kelompok perkampungan yang dipimpin seorang Raja Huta, biasanya berkaitan dengan garis keturunan marga.
Dalam Horja Bius, salah satu ritual penting yang dilaksanakan adalah Hahomion. Ritual ini adalah upacara pemujaan terhadap roh leluhur dan kekuatan gaib sebagai bentuk penghormatan dan permohonan restu.
Horja Bius terdiri dari beberapa tahapan ritual. Pertama, Ulaon Hahomion, yaitu ziarah ke makam Dolok Ompu Raja Sidabutar untuk memohon berkat dan perlindungan dalam upacara.
Dalam pelaksanaannya, ritual ini biasanya di barengi dengan Tari tortor tunggal panaluan dan tortor parsiarabu. Kemudian ada prosesi simbolis sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur, yaitu Marjoting da Pajongjong Borotan.
Prosesi yang menarik dalam upacara ini adalah Mangalahat Horbo. Prosesi ini melibatkan seekor kerbau liar yang ditangkap dari hutan diarak menuju tiang tambat sebelum disembelih.
Tujuannya supaya melambangkan harapan agar tanah tetap subur, hewan ternak berkembang biak, serta kesejahteraan masyarakat tetap terjaga.
Sajian Tradisional dalam Upacara
Upacara Horja Bius juga melibatkan berbagai perlengkapan. Beberapa diantaranya yaitu, daging kambing putih dan ayam putih jantan yang dimasak dan dipotong sesuai aturan adat.
Ada juga ayam jantan merah panggang, hanya boleh dimasak dan dikonsumsi kaum laki-laki.
Selain makanan juga ada sagu-sagu dan itak nani hopingan. Sajian ini berupa kue berbahan tepung beras yang melambangkan semangat dan doa restu.
Makanan lain yaitu, Ihan Batak, ikan khas Danau Toba yang dimasak secara khusus.
Untuk penyucian, terdapat air campuran jeruk purut yaitu anggir pangurason. Tradisi ini juga diiringi dengan alat musik tradisional gondang sabangunan dan dupa.
Horja Bius kini telah menjadi bagian dari Horas Samosir Festival. Dengan segala keunikannya, tradisi ini dapat menarik perhatian wisatawan domestik maupun mancanegara.
Dengan format teater kolosal, tradisi ini tetap terjaga tanpa kehilangan nilai sakralnya.
Dua desa yang masih rutin menggelar upacara ini adalah Desa Tuktuk dan Desa Simanindo. Melalui Horja Bius, masyarakat Batak Toba tidak hanya menjaga warisan leluhur mereka tetapi juga memperkenalkan kekayaan budaya lokal kepada dunia. (Dari berbagai sumber)