Hutan Kera Nepa, terletak di Desa Batioh, Kecamatan Banyuates, Kabupaten Sampang, Madura. Keunikan tempat wisata ini terletak dari keberadaan ratusan kera jinak.
Tak hanya itu, tempat ini juga terdapat peninggalan sejarah adanya pemukiman kerajaan.
Dibalik keunikan Hutan Kera Nepa terdapat juga legenda yang telah diwariskan secara turun temurun. Hutan ini menjadi saksi bisu perjuangan Raden Segoro dan ibunya, Dewi Ratna Rorogung.
Legenda Raden Segoro dan Asal-Usul Hutan Kera
Dikisahkan di suatu kerajaan, ada Patih Pranggulang, yang ditugaskan menghabisi nyawa Dewi Ratna dan bayi Raden Segoro. Karena tidak tega, ia akhirnya memilih melindungi keduanya dan membawanya mengembara ke dalam hutan yang kini dikenal sebagai Hutan Kera Nepa.
Di sana, mereka membangun pemukiman di tengah hutan bakau. Seiring waktu, Raden Segoro tumbuh dewasa dan berhasil berdamai dengan kakeknya, Prabu Sangyangtunggal.
Namun, tak lama setelah pertemuan itu, sang raja harus kembali ke kerajaan karena ancaman musuh.
Pemukiman yang ditinggalkan Raden Segoro kemudian berkembang menjadi tempat berkumpulnya kera-kera yang hidup berdampingan dengan manusia.
Hingga kini, Hutan Kera Nepa menjadi destinasi wisata yang unik, tempat manusia dan kera berinteraksi secara harmonis.
Baca juga: Kisah Raden Segoro dan Awal Mula Pulau Madura
Destinasi Wisata Bernilai Sejarah
Selain keberadaan ratusan kera jinak, tempat ini tetapi juga pada peninggalan sejarah. Dikutip dari madurapost.net, menurut tokoh masyarakat setempat, H. Ali, mengungkapkan bahwa terdapat fondasi bangunan yang terkubur.
Bukti itu menandakan kawasan ini dulunya merupakan pemukiman kerajaan. Penelitian lebih lanjut pun membuktikan adanya petilasan yang menguatkan sejarah tempat ini. Sayangnya, optimalisasi wisata masih minim.

Hutan Kera Nepa sendiri memiliki luas sekitar empat hektar dan dihuni sekira 600 ekor kera berekor panjang (Macaca fascicularis). Para pengunjung bisa langsung memberi makan kera-kera ini, sebuah pengalaman menarik yang menjadi daya tarik utama wisata tersebut.
Dikutip dari yakusa.id, Busiri, seorang juru kunci setempat, memiliki cara khas dalam memanggil kawanan kera dengan suara unik: “Lololololololololo.” Begitu dipanggil, ratusan kera akan segera berkumpul dan berebut makanan yang dilemparkan Busiri.
Kondisi Wisata yang Terabaikan
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Hutan Kera ini menurun drastis. Busiri mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kelangsungan hidup para kera. Terutama karena bantuan makanan dari pemerintah telah dihentikan.
Akibatnya, kawanan kera kerap masuk ke pemukiman warga untuk mencari makanan. Sebelumnya, wisata ke hutan ini sempat dikelola pemerintah daerah. Berbagai fasilitas seperti musala dan tempat istirahat sempat dibangun.
Namun, sejak pengelolaannya diserahkan ke pemerintah desa, kondisi wisata ini mulai terbengkalai. Banyak fasilitas mulai rusak, membuat tempat ini terkesan semakin terabaikan.
Padahal dengan perhatian yang lebih baik, Hutan Kera Nepa dapat menjadi destinasi wisata unggulan. Objek wisata ini tidak hanya menyajikan keindahan alam, tetapi juga menyimpan nilai sejarah dan budaya yang berharga.