Kota Blitar, Jawa Timur memiliki warisan budaya tak ternilai yakni Jaranan Mataraman. Kesenian ini menggambarkan latihan perang prajurit Mataram.
Tidak sekadar pertunjukan seni, namun kesenian tradisional ini juga memiliki nilai spiritual, serta mencerminkan identitas masyarakat setempat.
Salah satu aspek unik dari Jaranan Mataraman adalah peran penari yang tidak hanya melambangkan prajurit yang menunggang kuda, tetapi juga merepresentasikan kuda itu sendiri.
Pakem dan Aliran dalam Jaranan
Pada masa kolonial, kuda dianggap sebagai simbol kekuasaan Belanda. Masyarakat pun menggunakan kesenian ini sebagai bentuk perlawanan terselubung agar tidak dicurigai oleh penguasa kolonial.
Jaranan memiliki berbagai aliran dengan pakem yang berbeda-beda. Secara umum, di Blitar terdapat tiga aliran utama dalam seni jaranan. Pertama ada pakem aliran Pegon, yaitu menggunakan kepang yang kaku dalam pertunjukan.
Ada juga aliran Senterewe yang dipengaruhi gerakan tari Remo, yang lebih dinamis. Kemudian, aliran Mataraman yang memiliki pakem lebih unik, mengandung nilai moral dan identitas budaya yang kuat.
Dalam pertunjukan Jaranan Mataraman, setiap gerakan dan kostumnya memiliki makna tersendiri.
Kostumnya terdiri dari blangkon Jogja, lurik, selempang, celana kombor kethok bumbung, jarik motif parang barong, kaos motif Sakera, dan centing bergagang hitam.
Kostum ini memiliki kesamaan dengan prajurit Mataram dalam buku “The History of Jawa” karya Thomas Stamford Raffles semakin menguatkan identitas historisnya.
Nilai Budaya dan Spiritual
Jaranan Mataraman bukan sekadar hiburan, tetapi juga memiliki unsur spiritual dan mistisisme. Kepercayaan abangan dalam masyarakat Jawa turut memengaruhi eksistensi kesenian ini. Sebelum pementasan, ritual tertentu dilakukan.
Biasanya dengan menyiapkan sesaji yang berisi candu, kembang telon wangi, merang, menyan, rokok klobot, ayam, serta dawet. Sesaji ini diberikan kepada danyang di Sumber Sanan sebagai bentuk penghormatan kepada roh leluhur yang diyakini melindungi desa dan sumber air.
Jaranan Mataraman tidak hanya sekadar pertunjukan tari, tetapi juga menjadi media pembelajaran tentang sejarah dan identitas budaya Jawa.
Dengan terus menjaga dan menghargainya, kita dapat memastikan bahwa nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kesenian ini tetap hidup dan dikenal banyak orang.