Salah satu saksi bisu dari masa kejayaan kerajaan Hindu di Aceh adalah Benteng Indra Patra, sebuah situs arkeologi yang terletak di Desa Ladong, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar.
Benteng Indra Patraini bukan hanya menjadi simbol dari masa lalu, tetapi juga menjadi penanda penting dalam peralihan agama di Aceh, dari agama Hindu menuju Islam.
Sejarah mencatat, Aceh telah dikenal dengan peradaban Islam yang gemilang selama masa Kesultanan Aceh dan menyimpan jejak sejarah yang jauh lebih tua. Sebelum kedatangan Islam, agama Hindu sudah lebih dulu berkembang di daerah ini.
Tige Benteng
Melansir dari Wikipedia, Benteng Indra Patra terdiri dari sebuah benteng utama berukuran 4.900 meter persegi, serta tiga benteng lainnya, dua di antaranya kini telah hancur. Situs bersejarah ini didirikan Putra Raja Harsya yang berkuasa di India sekira tahun 604 M.
Ia melarikan diri dari kejaran Bangsa Huna, dan dengan berdirinya benteng ini, menjadi saksi bisu dari proses masuknya pengaruh Hindu dari India ke Aceh. Diperkirakan pada masa itu, Kerajaan Hindu Lamuri mulai berkembang di daerah pesisir utara Aceh Besar.
Benteng Indra Patra merupakan bagian dari tiga benteng yang menandai wilayah segitiga kerajaan Hindu Aceh, bersama dengan Benteng Indra Puri dan Indra Purwa.
Garis Pertahanan Kesultanan Aceh
Pada masa Kesultanan Aceh, Benteng Indra Patra juga memiliki peran strategis dalam mempertahankan wilayah Aceh dari serangan Portugis. Ketika Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M) memimpin, benteng ini menjadi salah satu garis pertahanan penting bersama dengan Benteng Inong Balee, Benteng Kuta Lubok, dan beberapa benteng lainnya.
Posisi berhadapan dengan Benteng Inong Balee di seberang timur Teluk Krueng Raya, berperan vital dalam mencegah armada Portugis memasuki Aceh melalui teluk ini.
Keunikan Konstruksi
Kekokohan struktur Benteng Indra Patra menjadi salah satu daya tarik utama bagi para pengunjung. Benteng ini dibangun dengan menggunakan bongkahan batu gunung yang disusun sedemikian rupa hingga saling merekat kuat satu sama lain.
Rahasia kekokohan benteng ini terletak pada adonan yang digunakan untuk merekatkan batu-batunya, yang terbuat dari campuran kapur, tumbukan kulit kerang, tanah liat, dan putih telur. Penggunaan putih telur sebagai perekat bangunan seperti ini juga ditemukan pada beberapa bangunan kuno di Nusantara, seperti Candi Borobudur dan Candi Prambanan.
Warisan Budaya
Benteng Indra Patra tidak hanya sebagai bukti sejarah peralihan agama di Aceh, tetapi juga sebagai simbol ketahanan dan perjuangan masyarakat Aceh. Dari masa kerajaan Hindu hingga Kesultanan Aceh, benteng ini terus menjadi saksi dari berbagai peristiwa besar yang membentuk Aceh.
Kini, meski banyak bagian benteng yang telah rusak, Benteng Indra Patra tetap menjadi salah satu situs penting yang harus dilestarikan sebagai warisan budaya dan sejarah bagi generasi mendatang. (Dari berbagai sumber)