By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
emmanus.comemmanus.comemmanus.com
  • Beranda
  • Berita
  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya
  • Cerita Rakyat
  • Pariwisata
Reading: Kain Tenun Corak Insang, Representasi Nelayan Melayu Pontianak
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
emmanus.comemmanus.com
Font ResizerAa
Search
  • Berita Kategori
    • Berita
    • Profil
    • Event
    • Tradisi
    • Pariwisata
    • Cerita Rakyat
    • Warisan Budaya
Follow US
©2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
emmanus.com > Blog > Warisan Budaya > Kain Tenun Corak Insang, Representasi Nelayan Melayu Pontianak
Warisan Budaya

Kain Tenun Corak Insang, Representasi Nelayan Melayu Pontianak

Anisa Kurniawati
Last updated: 23/02/2025 07:05
Anisa Kurniawati
Share
Kain tenun corak insang memiliki keunikan dibandingkan dengan kain tenun Melayu lainnya, seperti tenun Cual dari Sambas. Foto. sitimustiani.com
SHARE

Salah satu warisan budaya masyarakat Melayu Pontianak yang masih lestari hingga kini adalah Kain tenun corak insang. Ciri khasnya terletak pada motifnya yang menggambarkan kehidupan nelayan Melayu Pontianak. 

Penggunaan kain tenun ini tidak hanya dalam berbagai acara adat, namun juga kehidupan sehari-hari. Tidak hanya dikenakan orang tua, tetapi juga anak-anak dan remaja.

Sebagai warisan budaya yang bernilai tinggi, kain tenun corak insang tidak hanya memiliki nilai estetika, tetapi juga mengandung sejarah dan filosofi yang mendalam. 

Sejarah Tenun Corak Insang

Tenun corak insang telah dikenal sejak masa Kesultanan Kadriah, tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Syarif Abdurrahman Al Qadrie tahun 1771. Awalnya, kain ini hanya digunakan kaum bangsawan di Istana Kadriah. 

Tujuannya sebagai identitas status sosial dalam masyarakat maupun dalam pertemuan antar kerajaan. Kain tenun corak insang mulai dikenal luas pada tahun 1930-an.

Kain ini juga berfungsi sebagai cinderamata yang diberikan kepada raja pada hari keputraan, serta sebagai bagian dari hantaran dalam upacara pernikahan. 

Salah satu momen penting dalam sejarah kain ini adalah saat Sultan Sy Muhammad Al Qadrie (Sultan ke-VI). Saat itu dia membawa serta kain tenun corak insang dalam lawatannya ke Belanda.

Istrinya, Syarifah Maryam Assegaf, mengenakan kain tersebut dalam acara kerajaan yang dihadiri raja-raja dari Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Pada tahun 1942, kain ini kembali diperkenalkan Sultan Sy Muhammad Al Qadrie.

Dia melakukan perjalanan ke Kwitang, Batavia, dalam rangka Salat Idul Adha. Seiring waktu, kain corak insang yang awalnya hanya digunakan keluarga kesultanan dan bangsawan, kini telah merambah ke masyarakat luas. 

Melalui jalur perdagangan dan hubungan antar daerah, kain ini semakin dikenal dan menjadi bagian dari identitas budaya Melayu Pontianak. Kain ini juga menjadi semakin dikenal dan digunakan masyarakat luas.

Keunikan dan Perbedaan dengan Tenun Lainnya

Kain tenun corak insang memiliki keunikan dibanding kain tenun Melayu lainnya, seperti tenun Cual dari Sambas. Perbedaannya, pada motif khas insang ikan yang menjadi ciri utama kain ini. 

Selain itu, kain corak insang umumnya tidak menggunakan benang emas. Beberapa motif yang berkembang dan dikenal luas meliputi corak insang berantai, insang bertangkup, insang delima, insang awan, dan insang berombak. 

Motif-motif ini menjadi ekspresi seni masyarakat Pontianak yang menggambarkan kehidupan mereka sebagai nelayan di sepanjang Sungai Kapuas. Motif insang ikan yang diadopsi dalam kain ini melambangkan alat kehidupan (bernafas).

Dahulu, kain corak insang dibuat menggunakan bahan alami yang diperoleh dari tumbuhan.

Pewarnaannya pun menggunakan bahan-bahan alami. Namun, dalam perkembangannya, mulai digantikan pewarna sintetis yang lebih praktis dan tahan lama.

Meski begitu, kain tenun corak insang, tetap menjadi warisan budaya yang membanggakan bagi masyarakat Melayu Pontianak. (Dari berbagai sumber)

You Might Also Like

Kreasi Keju Tradisional Rasa Asli Nusantara

Lalampa, Nasi Ikan Daun Pisang Khas Pulau Sula Maluku Utara

Tari Lenggang Nyai Betawi, Kisah Perjuangan Nyai Dasimah

Tambak Karang, Lukisan Beras Alas di Ritual Festival Erau

Gereja Katedral Jakarta, Cagar Budaya Bernuansa Neo-Gotik

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook X Copy Link Print
Share
By Anisa Kurniawati
Content Writer
Previous Article Jejak Karya Popo Iskandar, “Pelukis Kucing” yang Melegenda
Next Article IIMS 2025 Bukan Hanya Pameran Otomotif Tapi Ekosistem Ekraf
Leave a comment Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media

2kFollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
- Advertisement -
Ad imageAd image

Berita Terbaru

Munusa Championship Digelar di Wonosobo, Wadah Kreativitas dan Sportivitas Pelajar
Berita 30/05/2025
Indonesia dan Prancis Bangun Kemitraan Budaya untuk Pererat Hubungan Diplomatik
Berita 29/05/2025
Kodim Wonosobo dan Bulog Jemput Bola Serap Gabah Petani Sojokerto
Berita 29/05/2025
penulisan ulang sejarah Indonesia
DPR Setujui Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Target Rampung Tahun 2027
Berita 28/05/2025
- Advertisement -

Quick Link

  • Kontak Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber

Top Categories

  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya

Stay Connected

200FollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
emmanus.comemmanus.com
Follow US
© 2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Nama Pengguna atau Alamat Email
Kata Sandi

Lupa kata sandi Anda?