Tari Bedaya merupakan salah satu bentuk seni klasik Jawa yang memiliki akar mendalam dalam tradisi istana atau keraton pewaris takhta kerajaan Mataram.
Tarian ini dikenal dengan gerakan-gerakan yang gemulai, penuh keharmonisan, dan suasana meditatif, mencerminkan nilai-nilai luhur budaya tradisional Jawa.
Iringan musik gamelan minimalis mengiringi tarian ini, memberikan nuansa khidmat dan mendalam bagi penonton maupun penari. Penari bedaya umumnya adalah wanita, meski ada variasi seperti Bedhaya Kakung yang ditarikan lelaki.
Melansir dari kompasiana.com, tarian ini sering kali tercipta dari inspirasi raja mengenai peristiwa tertentu, disajikan dalam bentuk yang sangat stilistik dan simbolis.
Bedaya biasanya menjadi bagian penting dalam upacara keraton Mataram, seperti ulang tahun kenaikan takhta raja atau dikenal sebagai tingalan jumenengan dalem.
Penari Tradisi Keraton
Jumlah penari dalam tarian Bedaya ditentukan berdasarkan tradisi keraton yang menaunginya. Di lingkungan Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta, tarian ini biasanya dibawakan sembilan penari perempuan.
Sementara itu, di Kadipaten Mangkunegaran dan Pakualaman, penarinya berjumlah tujuh orang.
Persyaratan dan Nilai Sakral
Dilansir dari Wikipedia, selain jumlah penarinya yang berbeda, tari Bedaya juga dikenal memiliki persyaratan khusus yang mencerminkan nilai-nilai spiritualnya.
Beberapa versi tarian ini mensyaratkan penarinya masih perawan, tidak sedang dalam masa menstruasi, dan harus menjalani ritual puasa sebelum berpentas.
Persyaratan ini menegaskan bahwa Bedaya bukan sekadar seni pertunjukan, tetapi juga bagian dari praktik spiritual yang mencerminkan kesakralan dan keagungan tradisi keraton.
Beberapa Tarian Bedaya yang Tersohor
- Bedaya Ketawang
Merupakan pusaka Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Bedaya Ketawang menjadi bagian utama dalam perayaan jumenengan dalem atau pelantikan Sri Susuhunan. Konon, tarian ini diciptakan Sultan Agung Prabhu Hanyakrakusuma.
Durasi awal Bedaya Ketawang adalah dua setengah jam, tetapi kini dipadatkan menjadi sekitar satu setengah jam.
Tarian ini mengisahkan pertemuan antara Panembahan Senopati dengan Kanjeng Ratu Kidul, menggambarkan perjanjian suci antara keduanya untuk saling menjaga dua kerajaan.
- Bedaya Anglirmendhung
Tarian ini merupakan pusaka Kadipaten Praja Mangkunegaran dan diciptakan Mangkunegara I (Raden Mas Said).
Tarian ini mengenang pertempuran besar yang dipimpin Mangkunegara I melawan pasukan gabungan Surakarta dan VOC di Ponorogo pada tahun 1752.
- Bedaya Semang
Sebagai pusaka Karaton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Bedaya Semang juga ditarikan sembilan penari perempuan. Tarian ini mengisahkan pertemuan antara Panembahan Senopati dan Kanjeng Ratu Kidul, mencerminkan hubungan antara dunia spiritual dan duniawi.
Tarian ini diperkirakan diciptakan pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwana I.
- Bedaya Arjuna Wiwaha
Pusaka dari Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini diciptakan Sri Sultan Hamengkubuwono X. Tarian ini menggambarkan kisah Arjuna dalam epos Mahabharata, di mana sang pahlawan melakukan perjalanan spiritual untuk mendapatkan wahyu dan kekuatan. (Diolah dari berbagai sumber)