By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
emmanus.comemmanus.comemmanus.com
  • Beranda
  • Berita
  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya
  • Cerita Rakyat
  • Pariwisata
Reading: Legenda Jedo Pare dan Pengorbanan Seorang Perempuan
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
emmanus.comemmanus.com
Font ResizerAa
Search
  • Berita Kategori
    • Berita
    • Profil
    • Event
    • Tradisi
    • Pariwisata
    • Cerita Rakyat
    • Warisan Budaya
Follow US
©2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
emmanus.com > Blog > Cerita Rakyat > Legenda Jedo Pare dan Pengorbanan Seorang Perempuan
Cerita Rakyat

Legenda Jedo Pare dan Pengorbanan Seorang Perempuan

Anisa Kurniawati
Last updated: 16/12/2024 16:20
Anisa Kurniawati
Share
Ilustrasi kisah Legenda Jedo Pare
SHARE

Sebuah kisah rakyat dengan beragam versi beragam di tanah Flores, utamanya suku Lamaholot. Syahdan, paceklik melanda daerah Flores, Nusa Tenggara Timur. Paceklik itu menyebabkan bencana kelaparan hebat di wilayah itu.

Keluarga Jedo Pare Tonu Wujo, termasuk salah satu yang mengalami kelaparan itu. Keluarga ini terdiri dari delapan bersaudara -tujuh laki-laki dan satu perempuan. Jedo Pare merupakan anak bungsu dan satu-satunya perempuan.

Saat paceklik terjadi, Jedo mengajak saudara-saudaranya pergi ke hutan. Tujuannya satu: untuk mbabat alas yang akan dibuat. Hutan pun dibabat, lalu mereka memagarinya. Keesokan harinya, mereka berencana menanami sesuatu di kebun itu. Namun hari itu hujan lebat datang.

Keluarga itu kebingungan. Mereka pulang dan menangis tiada henti. Rencana menanam buyar. Di tengah keputusasaan itu, Jedo meyakinkan kakak-kakaknya agar tetap pergi bersama-sama ke kebun yang bakal mereka kerjakan. “Tak perlu khawatir,” kata Jedo. “Lahan akan menyediakan bahan makanan yang melimpah buat kalian semua.”

Saudara-saudaranya terperangah. Mereka akhirnya mengikuti nasihat adik bungsunya itu. Tiba di kebun, Jedo meminta mereka memancangkan sebatang kayu di tengah lahan. Ia juga minta agar saudara-saudaranya mencari batu ceper besar untuk diletakkan berdampingan di batang kayu yang telah ditancapkan itu.

Jedo duduk bersila di atas batu ceper itu. Kepada saudara laki-lakinya termuda ia meminta melaksanakan pesan yang akan disampaikannya. Karena pesan itu sesuai dengan kehendak Yang Maha Kuasa (Leran Wulan, Tana Ekan).

“Inilah pesanku. Penggallah kepalaku. Jika aku sudah tidak bernyawa, biarkan darahku membasahi batu tempatku duduk sekarang. Biarkan ia mengalir ke seluruh pojok kebun ini. Setelah ini kamu semua boleh pulang ke rumah, dan enam hari lagi kamu boleh kembali lagi ke sini!”

Saudaranya terperangah. Namun ia tetap menuruti pesan saudaranya itu. Kepala adiknya dipenggal. Darah mengucur deras membasahi batu dan mengalir ke seluruh pojok kebun.

Dengan kesedihan mendalam, ketujuh lelaki bersaudara itu kembali ke rumah. Enam hari kemudian mereka datang kembali ke kebun itu. Betapa terkejutnya mereka. Ternyata pesan Jedo benar. Di kebun sudah tumbuh berbagai tanaman pangan seperti padi (taha), labu (besi), jewawut (weteng), jagung (wata), sorgum, dan ragam pangan lain yang mereka namai dengan nama-nama lokal.

Ketika musim panen tiba, seluruh hasil panen itu mula-mula dikumpulkan di atas batu ceper sebagai suatu peringatan sekaligus penghormatan kepada Jedo yang telah mengorbankan seluruh jiwa dan raganya demi kemakmuran saudara-saudarnya.

Cerita rakyat itu terus dipegang masyarakat setempat. Dalam cerita itu terkandung makna, ladang merupakan tempat aneka ragam tanaman tumbuh seperti dalam kisah Jedo itu. Pemikiran untuk menyeragamkan pangan harus ditata ulang. Seperti kata pepatah bijak: makanlah apa yang ditanam dan tanamlah apa yang bisa dimakan.

Legenda Jedo itu sampai saat ini masih dipegang teguh suku Lamaholot. Di setiap lahan selalu ada tiang pancang dan batu ceper yang mereka sebut Jedo Pare Tonu Wujo. Setiap akan menanam atau panen, mereka selalu meletakkannya di batu itu sebelum akhirnya di bawa ke lumbung. (Sumber: Infopublik)

You Might Also Like

Pulau Nusakambangan dan Legenda Kembang Wijayakusuma

Gunung Genthong, Legenda Prabu Brawijaya dan Raden Patah

Kontroversi Legenda ‘Robin Hood’ Betawi Si Pitung

Kisah Calon Arang, Dari Cerita Rakyat ke Pentas Seni Bali

Cerita Rakyat Roro Kuning, Kisah Putri Raja Kerajaan Kediri 

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook X Copy Link Print
Share
By Anisa Kurniawati
Content Writer
Previous Article Festival Musik Big Bang 2024 Akan Ramaikan Tahun Baru
Next Article Menekraf Perkuat Ekosistem Musik dan Seni di Merauke Papua
Leave a comment Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media

2kFollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
- Advertisement -
Ad imageAd image

Berita Terbaru

Munusa Championship Digelar di Wonosobo, Wadah Kreativitas dan Sportivitas Pelajar
Berita 30/05/2025
Indonesia dan Prancis Bangun Kemitraan Budaya untuk Pererat Hubungan Diplomatik
Berita 29/05/2025
Kodim Wonosobo dan Bulog Jemput Bola Serap Gabah Petani Sojokerto
Berita 29/05/2025
penulisan ulang sejarah Indonesia
DPR Setujui Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Target Rampung Tahun 2027
Berita 28/05/2025
- Advertisement -

Quick Link

  • Kontak Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber

Top Categories

  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya

Stay Connected

200FollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
emmanus.comemmanus.com
Follow US
© 2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Nama Pengguna atau Alamat Email
Kata Sandi

Lupa kata sandi Anda?