Tuk Bima Lukar adalah salah satu situs purbakala yang terletak di Desa Dieng Wetan, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Mata air ini dipercaya sebagai sumber awal dari Kali Serayu, yang mengalir melalui wilayah Jawa Tengah bagian barat.
Berdasarkan keterangan dari papan informasi yang ada di Tuk Bima Lukar, situs ini merupakan sebuah petirtaan kuno yang berasal dari masa Kerajaan Mataram Hindu.
Keberadaan situs ini terkati erat dengan kompleks percandian Dieng, tidak jauh dari lokasi ini.
Sejarah dan Fungsi Tuk Bima Lukar
Menurut Dhimas, pemandu wisata di Tuk Bima Lukar, dalam bahasa Jawa “tuk” berarti mata air, dan situs ini menyimpan jejak sejarah sebagai sumber air yang ada sejak zaman purba.
“Tuk Bima Lukar memiliki dua jaladwara (pancuran air) yang masih mengalirkan air,” kata Dhimas.
Keberadaan tuk ini sangat mungkin terkait dengan kompleks percandian Dieng, yang berfungsi sebagai tempat penyucian diri bagi para peziarah sebelum memasuki kawasan candi.
Situs Tuk Bima Lukar masuk dalam daftar objek wisata di Dataran Tinggi Dieng, namun keberadaannya sering terlewatkan pengunjung karena letaknya cukup rendah dan ada di tepi jalan.
“Meski demikian, Tuk Bima Lukar tetap menjadi tempat yang penting bagi masyarakat setempat, yang memanfaatkannya tidak hanya untuk ritual keagamaan, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,” Dhimas menambahkan.
Struktur dan Arsitektur
Bangunan di sekitar mata air ini memiliki tiga undakan. Undakan pertama, yang paling atas, dianggap sebagai bagian yang suci dan menjadi tempat untuk menaruh sesaji.
Di bawahnya terdapat sebuah kolam penampung air, sementara bagian undakan paling bawah memiliki dua pancuran yang mengalirkan air.
Keberadaan pancuran ini digunakan masyarakat setempat dan pengunjung untuk mencuci muka atau mandi, dengan keyakinan bahwa air dari tempat ini memiliki kekuatan spiritual.

Mitos dan Legenda
Tuk Bima Lukar tidak hanya kaya akan sejarah, tetapi juga menyimpan mitos yang menarik. Nama “Bima” diambil dari tokoh dalam pewayangan, Bimasena atau Werkudara, salah satu dari Pandawa.
Sedangkan “Lukar” berarti melepas pakaian, yang merujuk pada ritual pembersihan diri sebelum menerima wejangan. Dalam cerita pewayangan, Bima melakukan ritual penyucian dengan cara yang unik, yakni dengan menggali sungai menggunakan alat vitalnya, sebagai bentuk pengorbanan dan pembersihan diri.
Konon, sungai yang digali Bima kemudian dinamakan “Sira Ayu” (sungai yang indah) karena Bima terpesona melihat seorang gadis cantik yang sedang mandi di sungai ini.
Berkaitan dengan mitos yang ada, air dari Tuk Bima Lukar dipercaya memiliki khasiat untuk menjaga kecantikan dan awet muda. “Masyarakat setempat meyakini bahwa mencuci muka atau mandi di pancuran Tuk Bima Lukar akan membawa keberuntungan, kesehatan, dan awet muda,” ujar Dhimas.
Tuk Bima Lukar Sebagai Tempat Ritual
Selain berfungsi sebagai sumber air kehidupan, Tuk Bima Lukar juga memiliki peran penting dalam ritual keagamaan masyarakat Hindu. Sebagai sumber mata air suci, tempat ini digunakan untuk pembersihan diri sebelum melakukan kegiatan keagamaan lainnya.
Hingga kini, ritual keagamaan yang melibatkan air dari Tuk Bima Lukar masih dilestarikan warga. Keberadaan Tuk Bima Lukar juga sangat signifikan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat sekitar.
Airnya yang melimpah tidak hanya digunakan untuk kebutuhan ritual, tetapi juga memenuhi kebutuhan air bersih bagi kehidupan sehari-hari. Tuk Bima Lukar Wonosobo dalah sebuah situs purba yang menyimpan banyak nilai sejarah, budaya, dan spiritualitas.
Sebagai salah satu sumber mata air yang penting bagi masyarakat Dataran Tinggi Dieng, Tuk Bima Lukar bukan hanya menjadi tempat yang menarik untuk dikunjungi wisatawan, tetapi juga menjadi saksi bisu dari perjalanan panjang sejarah Kerajaan Mataram Hindu.