By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
emmanus.comemmanus.comemmanus.com
  • Beranda
  • Berita
  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya
  • Cerita Rakyat
  • Pariwisata
Reading: Legenda Rawa Baya, Perjanjian Abadi Manusia dan Buaya
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
emmanus.comemmanus.com
Font ResizerAa
Search
  • Berita Kategori
    • Berita
    • Profil
    • Event
    • Tradisi
    • Pariwisata
    • Cerita Rakyat
    • Warisan Budaya
Follow US
©2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
emmanus.com > Blog > Cerita Rakyat > Legenda Rawa Baya, Perjanjian Abadi Manusia dan Buaya
Cerita Rakyat

Legenda Rawa Baya, Perjanjian Abadi Manusia dan Buaya

Achmad Aristyan
Last updated: 27/11/2024 04:36
Achmad Aristyan
Share
legenda rawa baya
Ilustrasi Kartanom ditemui sepasang suami-istri yang berpakaian bangsawan. Tangkapan Layar Cerita Rakyat Jawa Tengah: Kabupaten Cilacap (2017)
SHARE

Legenda Rawa Baya adalah cerita rakyat yang menceritakan tentang perjanjian damai antara manusia dengan buaya putih yang tinggal di Rawa Baya, Cipari, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Cerita ini dikisahkan Umi Farida dalam bukunya “Cerita Rakyat Jawa Tengah: Kabupaten Cilacap” (2017).

Cerita ini berlatar belakang zaman penjajahan Belanda, di mana sebuah kampung kecil di sekitar Rawa Baya hanya dihuni lima sampai sepuluh kepala keluarga. Kampung ini dikelilingi rawa yang lebat, tumbuh-tumbuhan yang subur, dan suasana yang tampak menyeramkan. 

Keberadaan rawa membuat kampung itu terisolasi, menyebabkan perekonomian masyarakat stagnan karena mereka hanya bergantung pada sektor pertanian. Selain itu, kampung ini hanya memiliki satu jalan keluar-masuk, yaitu melalui rawa yang menakutkan.

Di tengah rawa, terdapat kedung (bagian sungai yang terbendung) besar yang dalam. Dikenal dengan nama Kedung Jero. Konon, kedung ini dihuni sepasang buaya besar yang bukan sembarang buaya. Setiap kali ada yang mengganggu mereka, maka kemalangan akan menimpanya.

Baca juga: Keindahan Hutan Payau Cilacap di Tepi Segara Anakan

Buaya Putih

Suatu hari, Kartanom, seorang penduduk setempat, memutuskan untuk mengunjungi saudaranya di Desa Gayamsari untuk memberitahukan kabar pernikahan putrinya. Meskipun merasa cemas karena harus melewati rawa, Kartanom tetap nekat menggunakan sampan untuk melintas.

Ketika ia mendekati Kedung Jero, suasana semakin mencekam, dan tiba-tiba terdengar suara cipratan air yang mengerikan. Kartanom terkejut ketika melihat sepasang buaya putih muncul dari dalam air, yang kemudian berubah menjadi sepasang suami istri yang berpakaian seperti bangsawan.

Salah satu Buaya itu mendekati Kartanom dan mengajaknya membuat perjanjian damai. Mereka ingin manusia dan buaya saling menghormati wilayah masing-masing, khususnya rawa dan Kedung Jero. 

Kartanom yang ketakutan hanya bisa mengangguk setuju, dan buaya putih itu berpesan agar ia menyampaikan kepada warga kampung. Setelah mendengar pesan itu, rasa takut Kartanom perlahan menghilang, dan ia pun melanjutkan perjalanannya ke tepi rawa dengan selamat. 

Baca juga: Legenda Ki Pande Gelang, Asal Nama Kota Pandeglang

Rawa Baya

Setibanya di sana, ia menceritakan pengalamannya kepada warga kampung. Ternyata, saudaranya di Gayamsari juga sering melihat buaya-buaya itu datang dan pergi, namun mereka hidup tenang karena saling menghormati dan tidak mengganggu ketenangan buaya.

Setelah Indonesia merdeka, kampung itu akhirnya dinamakan Rawa Baya, sebagai penghormatan terhadap sejarah perjanjian damai. Kampung ini pun berkembang pesat dengan adanya sekolah-sekolah, mushala, dan jalan-jalan yang diperbaiki. 

Kemudian, atas musyawarah desa, kampung Rawa Baya resmi berganti nama menjadi Dusun Sidadadi, yang kini berada di wilayah Desa Mulyadadi, Kecamatan Cipari, Kabupaten Cilacap. Meski begitu, daerah yang dahulu rawa dan memiliki Kedung Jero tetap dikenal sebagai Dukuh Rawa Baya hingga saat ini. (Diolah dari berbagai sumber)

You Might Also Like

Putri Nibung di Sarang Lanun, Hikayat Cinta dan Keberanian

Dongeng Timun Mas, Kisah Gadis Pemberani Melawan Raksasa

Ki Ageng Pandanaran, Legenda Nama Salatiga Bermula

Legenda Keke Panagian, Melanggar Aturan Demi Impian

Dibalik Mitos Watu Numpuk di Taman Nasional Baluran

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook X Copy Link Print
Share
By Achmad Aristyan
Content Writer
Previous Article Waduk Kubangkangkung, Destinasi Wisata Berhias Hutan Jati
Next Article Seniman Iman Soleh Setia Dengan Seni Tradisi Sunda
Leave a comment Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media

2kFollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
- Advertisement -
Ad imageAd image

Berita Terbaru

Munusa Championship Digelar di Wonosobo, Wadah Kreativitas dan Sportivitas Pelajar
Berita 30/05/2025
Indonesia dan Prancis Bangun Kemitraan Budaya untuk Pererat Hubungan Diplomatik
Berita 29/05/2025
Kodim Wonosobo dan Bulog Jemput Bola Serap Gabah Petani Sojokerto
Berita 29/05/2025
penulisan ulang sejarah Indonesia
DPR Setujui Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Target Rampung Tahun 2027
Berita 28/05/2025
- Advertisement -

Quick Link

  • Kontak Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber

Top Categories

  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya

Stay Connected

200FollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
emmanus.comemmanus.com
Follow US
© 2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Nama Pengguna atau Alamat Email
Kata Sandi

Lupa kata sandi Anda?