Gelaran tari Tayub massal yang melibatkan 3.000 penari dari berbagai elemen masyarakat di Blora, Jawa Tengah meriahkan Blora Culture Festival (BFC) 2024 di Lapangan Kridosono, Sabtu (7/9/2024).
Blora Culture Festival 2024 digelar selama dua hari, Jumat dan Sabtu, 6-7 September 2024. Mengutip dari Infopublik.id, Bupati Arief Rohman membuka acara itu ditandai dengan pemukulan lesung yang dilakukannya bersama Forkompimda.
Para penari massal itu, di antaranya pegawai Pemkab Blora, pegawai instansi vertikal, pengurus KONI Blora, pengurus cabang olahraga, Ormas, masyarakat adat, pegiat seni budaya, organisasi wanita, Pramuka, KORMI, TNI-POLRI, hingga pelajar.
Bupati Blora Arief Rohman menyatakan, gelar 3.000 Tayub Blora merupakan bentuk penghormatan terhadap budaya leluhur, serta wujud dari upaya pemerintah dalam “nguri-uri” atau melestarikan budaya. Bupati Arief berpesan ke generasi muda agar turut melestarikan budaya leluhur.
Seni tari Tayub merupakan bagian dari budaya Kabupaten Blora yang mengandung nilai kebersamaan dan identitas daerah. Saat acara Tayub berlangsung juga digelar Rampak Barongan.
Baca Juga: Adat Unjungan Masih Eksis di Jatisawit Indramayu
Gelaran tayub massal ini juga dirangkaikan dengan penyerahan Sertifikat Pencatatan Inventarisasi dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Dalam sertifikat itu disebutkan, Tayub Blora telah resmi dicatat sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) Ekspresi Budaya Tradisional.
“Sertifikat ini mencerminkan identitas budaya, kearifan lokal, dan warisan nenek moyang kita. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2024 tentang Hak Cipta, sertifikat ini bertujuan untuk melindungi ekspresi budaya tradisional, sehingga tidak ada lagi yang dapat mengklaim kekayaan intelektual ini sebagai miliknya,” jelas Arief Rohman.
Selain Tayub Blora, beberapa warisan budaya Kabupaten Blora juga telah tercatat dalam Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) Ekspresi Budaya Tradisional seperti Wayang Krucil, Jipang Panolan, Jamasan dan Kirab Pusaka Kyai Bismo, Sedulur Sikep, Wayang Tengul, Grebeg Sedekah Bumi, serta tradisi Perang Nasi di Desa Gedangdowo serta Jamasan Pusaka Situs Mbah Ndoro Balun.