By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
emmanus.comemmanus.comemmanus.com
  • Beranda
  • Berita
  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya
  • Cerita Rakyat
  • Pariwisata
Reading: Memperingati Kematian Cucu Nabi dalam Tradisi Tabuik 
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
emmanus.comemmanus.com
Font ResizerAa
Search
  • Berita Kategori
    • Berita
    • Profil
    • Event
    • Tradisi
    • Pariwisata
    • Cerita Rakyat
    • Warisan Budaya
Follow US
©2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
emmanus.com > Blog > Tradisi > Memperingati Kematian Cucu Nabi dalam Tradisi Tabuik 
Tradisi

Memperingati Kematian Cucu Nabi dalam Tradisi Tabuik 

Anisa Kurniawati
Last updated: 25/02/2025 02:21
Anisa Kurniawati
Share
Menurut sejarah, Tabuik berasal dari Bengkulu, yang dibawa bangsa Cipei atau Keling (Tamil Islam). Foto: globalindonesianvoices
SHARE

Tradisi Tabuik, merupakan perayaan tahunan masyarakat Pariaman di Sumatera Barat. Tradisi ini dilaksanakan untuk mengenang wafatnya cucu nabi Muhammad SAW, yaitu Hussein bin Ali pada tanggal 10 Muharam. 

Kata “tabuik” berasal dari bahasa Arab yaitu At-Tabut. Dalam bahasa Arab (Ibrani) Tabut berarti peti atau keranda. Upacara Tabuik atau sering disebut batabuik (pesta tabuik) merupakan tradisi masyarakat Pariaman di Sumatera Barat. 

Ada juga yang mengatakan, nama tabut mengacu pada legenda tentang kemunculan makhluk berwujud kuda bersayap dan berkepala manusia yang disebut buraq.

Saatt cucu Nabi wafat, kotak kayu berisi jenazah Hussein diterbangkan ke langit oleh buraq 

Dari legenda itu, masyarakat Pariaman membuat tiruannya. Di Pariaman, tabuik berarti keranda bambu, kayu, atau rotan berhiaskan bunga salapan yang diibaratkan usungan mayat Husein bin Ali. 

Sejarah Upacara Tabuik

Menurut sejarah, Tabuik berasal dari Bengkulu, yang dibawa bangsa Cipei atau Keling (Tamil Islam).

Peristiwa itu terjadi setelah perjanjian Traktat London tahun 1824 antara Inggris dan Belanda. Tradisi itu berkaitan erat dengan meninggalnya cucu Nabi Muhammad.

Dalam peperangan melawan tentara Yazid bin Muawiyah, cucu Nabi Muhammad, Husein bin Ali bin Abi Thalib, meninggal di Padang Karbala tahun 681 Masehi.

Saat Husein wafat, tiba-tiba datanglah arak-arakan dari langit yang dibawa serombongan malaikat. Mereka membawa jasad Husein dengan seekor burak ke langit.

Dari kisah itu, bangsa Cipei menyelenggarakan arak-arakkan dalam wujud tabut yang dibawa berkeliling kampung pada setiap awal bulan. Tradisi itu pun dikenal masyarakat Pariaman dengan Upacara Tabuik. 

Tradisi tabuik di Pariaman dimulai pada tahun 1824 Masehi. Namun, Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, perayaan tabuik tidak lagi secara rutin diselenggarakan.

Hal ini karena kondisinya yang tidak memungkinkan. Kemudian, pada 1980 Tabuik diadakan kembali. 

Pelaksanaan Tradisi Tabuik

Tabuik dilaksanakan selama 10 hari, yaitu dari tanggal 1 sampai 10 Muharam. Lima hari merupakan kegiatan inti (upacara), sedangkan 5 harinya lagi merupakan kegiatan fisik (pembuatan tabuik). 

Rangkaian tradisi ini terdiri dari banyak tahapan.

Pertama, mengambil tanah, dilakukan pada tanggal 1 Muharam.

Kedua, pada tanggal 5 dan 6 Muharam mengambil batang pisang. Selain itu juga  secara simbolis, dilakukan penanaman batang pisang.

Pada keesokan harinya baru dilakukan pengambilan sekaligus pemancungan batang pisang. Pada tanggal 7 Muharam dilakukan proses mengarak jari-jari (dari lempengan seng/tembaga).

Kemudian, pada tanggal 8 Muharam, dilakukan Maarak sorban, sama halnya dengan maarak jari-jari.

Puncaknya pada tanggal 10 Muharam, Tabuik naik pangkat, yaitu kegiatan menyatukan bagian-bagian tabuik. Kemudian menjelang magrib sekitar jam 18.00, tabuik dilarung ke pantai Gandoriah

Setiap tahunnya, puncak acara tabuik selalu disaksikan puluhan ribu pengunjung. Tidak hanya warga lokal, festival ini pun mendapat perhatian dari turis asing.

Tradisi Tabuik tidak hanya menjadi upacara ritual keagamaan namun juga tradisi yang mengandung kearifan lokal dan nilai budaya kebanggaan  masyarakat Pariaman. (Diolah dari berbagai sumber)

You Might Also Like

Upacara Bekakak, Tradis Yang Masih Lestari

Harmoni Tradisi ‘Nikah Tembakau’ di Lereng Gunung Sumbing

Denyut Ekonomi di Pasar Panggotan Kaliwiro pada Pasaran Pahing

Perang Obor, Tradisi Kearifan Lokal Di Jepara

Jamu Laut, Tradisi Sakral Nelayan Langkat Menjaga Alam

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook X Copy Link Print
Share
By Anisa Kurniawati
Content Writer
Previous Article Kisah Rudi, Pandai Besi Tradisional Asal Wonosobo
Next Article Khanduri Pang Ulee, Tradisi Perayaan Maulid Nabi di Aceh
Leave a comment Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media

2kFollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
- Advertisement -
Ad imageAd image

Berita Terbaru

Munusa Championship Digelar di Wonosobo, Wadah Kreativitas dan Sportivitas Pelajar
Berita 30/05/2025
Indonesia dan Prancis Bangun Kemitraan Budaya untuk Pererat Hubungan Diplomatik
Berita 29/05/2025
Kodim Wonosobo dan Bulog Jemput Bola Serap Gabah Petani Sojokerto
Berita 29/05/2025
penulisan ulang sejarah Indonesia
DPR Setujui Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Target Rampung Tahun 2027
Berita 28/05/2025
- Advertisement -

Quick Link

  • Kontak Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber

Top Categories

  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya

Stay Connected

200FollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
emmanus.comemmanus.com
Follow US
© 2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Nama Pengguna atau Alamat Email
Kata Sandi

Lupa kata sandi Anda?