Tradisi Tabuik, merupakan perayaan tahunan masyarakat Pariaman di Sumatera Barat. Tradisi ini dilaksanakan untuk mengenang wafatnya cucu nabi Muhammad SAW, yaitu Hussein bin Ali pada tanggal 10 Muharam.
Kata “tabuik” berasal dari bahasa Arab yaitu At-Tabut. Dalam bahasa Arab (Ibrani) Tabut berarti peti atau keranda. Upacara Tabuik atau sering disebut batabuik (pesta tabuik) merupakan tradisi masyarakat Pariaman di Sumatera Barat.
Ada juga yang mengatakan, nama tabut mengacu pada legenda tentang kemunculan makhluk berwujud kuda bersayap dan berkepala manusia yang disebut buraq.
Saatt cucu Nabi wafat, kotak kayu berisi jenazah Hussein diterbangkan ke langit oleh buraq
Dari legenda itu, masyarakat Pariaman membuat tiruannya. Di Pariaman, tabuik berarti keranda bambu, kayu, atau rotan berhiaskan bunga salapan yang diibaratkan usungan mayat Husein bin Ali.
Sejarah Upacara Tabuik
Menurut sejarah, Tabuik berasal dari Bengkulu, yang dibawa bangsa Cipei atau Keling (Tamil Islam).
Peristiwa itu terjadi setelah perjanjian Traktat London tahun 1824 antara Inggris dan Belanda. Tradisi itu berkaitan erat dengan meninggalnya cucu Nabi Muhammad.
Dalam peperangan melawan tentara Yazid bin Muawiyah, cucu Nabi Muhammad, Husein bin Ali bin Abi Thalib, meninggal di Padang Karbala tahun 681 Masehi.
Saat Husein wafat, tiba-tiba datanglah arak-arakan dari langit yang dibawa serombongan malaikat. Mereka membawa jasad Husein dengan seekor burak ke langit.
Dari kisah itu, bangsa Cipei menyelenggarakan arak-arakkan dalam wujud tabut yang dibawa berkeliling kampung pada setiap awal bulan. Tradisi itu pun dikenal masyarakat Pariaman dengan Upacara Tabuik.
Tradisi tabuik di Pariaman dimulai pada tahun 1824 Masehi. Namun, Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, perayaan tabuik tidak lagi secara rutin diselenggarakan.
Hal ini karena kondisinya yang tidak memungkinkan. Kemudian, pada 1980 Tabuik diadakan kembali.
Pelaksanaan Tradisi Tabuik
Tabuik dilaksanakan selama 10 hari, yaitu dari tanggal 1 sampai 10 Muharam. Lima hari merupakan kegiatan inti (upacara), sedangkan 5 harinya lagi merupakan kegiatan fisik (pembuatan tabuik).
Rangkaian tradisi ini terdiri dari banyak tahapan.
Pertama, mengambil tanah, dilakukan pada tanggal 1 Muharam.
Kedua, pada tanggal 5 dan 6 Muharam mengambil batang pisang. Selain itu juga secara simbolis, dilakukan penanaman batang pisang.
Pada keesokan harinya baru dilakukan pengambilan sekaligus pemancungan batang pisang. Pada tanggal 7 Muharam dilakukan proses mengarak jari-jari (dari lempengan seng/tembaga).
Kemudian, pada tanggal 8 Muharam, dilakukan Maarak sorban, sama halnya dengan maarak jari-jari.
Puncaknya pada tanggal 10 Muharam, Tabuik naik pangkat, yaitu kegiatan menyatukan bagian-bagian tabuik. Kemudian menjelang magrib sekitar jam 18.00, tabuik dilarung ke pantai Gandoriah
Setiap tahunnya, puncak acara tabuik selalu disaksikan puluhan ribu pengunjung. Tidak hanya warga lokal, festival ini pun mendapat perhatian dari turis asing.
Tradisi Tabuik tidak hanya menjadi upacara ritual keagamaan namun juga tradisi yang mengandung kearifan lokal dan nilai budaya kebanggaan masyarakat Pariaman. (Diolah dari berbagai sumber)