Rudi, pandai besi dari Dusun Sambon, Kecamatan Kretek, Wonosobo. Dusun Sambon sendiri sejak dahulu sudah dikenal sebagai salah satu sentra pandai besi yang ada di Wonosobo. Berbagai peralatan pertanian hingga pisau dapur dibuat di dusun ini.
Jejak sejarah pandai besi sendiri sudah dimulai sejak masa dahulu kala. Seiring perkembangannya pengolahan besi di nusantara semakin berkembang. Para pandai besi mampu menghasilkan berbagai macam senjata dan alat-alat pertanian.
Dibuat Secara Tradisional
Adanya perkembangan teknologi, membuat proses pembuatannya bisa dilakukan secara modern dan cepat. Namun masih ada juga yang membuatnya secara tradisional. Salah satunya yaitu Rudi dari Dusun Sambon, Kretek.
“Awalnya sih, kalau orang sini kan emang sudah tradisinya. Dari kakek nenek dulu aktivitasnya pandai besi kayak gini. Termasuk saya, sekitar umur 20 tahun baru mulai latihan kerja. Sampai sekarang sudah sekitar 20 tahunan.” jelas Rudi.
Proses pembuatannya masih menggunakan metode tradisional. Jadi, besi yang sudah dibakar ditempa dengan tenaga manusia. Dalam hal ini, Rudi dibantu dengan kedua pekerjanya yaitu, Teguh dan Hidayatin.
Cara pembuatannya dimulai dari lempengan besi yang dibakar. Kemudian bahan itu dibelah dan diberi baja. Lalu dibakar kembali supaya kedua bahan dapat menyatu. Setelah itu ditempa, proses ini dilakukan beberapa kali hingga pas.
Baru kemudian dipotong dan disesuaikan dengan ukuran alat yang hendak dibuat. Ada Beberapa peralatan membutuhkan proses tambahan. Misalkan saja membuat cangkul, maka perlu juga membuat paksi (bagian yang digunakan untuk menyatukan lempengan besi cangkul dengan gagangnya).
Bergantung Musim
Tidak hanya membuat peralatan pertanian, Rudi juga memperbaiki alat-alat pertanian yang sudah rusak. Dalam sehari, Rudi mampu membuat lima buah peralatan untuk jenis cangkul pasaran. Rata-rata satu alat dibuat dalam waktu dua jam.
Pemasarannya sendiri biasanya dijual ke toko alat-alat pertanian. Selain itu, juga dijual secara langsung di daerah pertanian. Harganya bervariasi. Mulai dari Rp 200.000 hingga Rp 500.000. Hal ini tergantung dari kualitas dari kualitasnya.
Kedepannya, Rudi hanya berharapan terus diberi kelancarannya dalam menjalankan usaha. Hal ini dikarenakan usaha seperti ini tergantung pada musim petani.
“Harapannya semoga masih lancar. Karena pekerjaan pembuatan cangkul atau alat-alat tani seperti ini mengikuti musim yang kaitannya dengan petani. Kalau petani misalnya musimnya lagi baik, atau harga sayurannya mahal itu efeknya kesini. Jadi mau ramai atau sepi itu tergantung musim petani.” jelas Rudi.