Ritual meminta hujan mungkin sudah biasa terdengar di telinga masyarakat, namun Ritual Mengkong Hujan di Bandung Barat, Jawa Barat memiliki cerita berbeda. Kebiasaan unik ini bukan upaya meminta hujan, namun memindahkan rute hujan, agar hujan tidak turun di lokasi yang diinginkan.
Ritual Mengkong Hujan merupakan warisan yang sudah dilakukan turun temurun. Ritual yang dilakukan warga di Desa Bojongkoneng, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat ini konon bisa mengubah rute hujan.
Dari cerita masyarakat setempat, Mengkong Hujan bukanlah sebuah ritual. Melainkan sebuah panjatan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Tradisi ini juga bukan upacara adat untuk menghentikan hujan. Akan tetapi memindahkan hujan ke tempat lain terlebih dahulu.
Tradisi Memindahkan Hujan
Dalam pelaksanaannya, tradisi mengubah rute hujan dipimpin tokoh yang dituakan atau pemuka adat setempat. Tokoh adat ini memiliki peranan utama dalam pembacaan doa dan menjalankan acara pemindahan cuaca sesuai informasi dari nenek moyang.
Mengkong hujan biasanya dilaksanakan ketika ada hajat besar. Misalkan seperti acara pernikahan, khitanan. Selain itu, hajatan yang diadakan pemerintah desa maupun kecamatan saat akan melaksanakan hajat lembur atau panen raya.
Tujuan dari pelaksanaan ritual ini supaya yang memiliki hajat tidak turun hujan saat acaranya berlangsung. Tradisi ini sudah puluhan tahun dilaksanakan, dan acara hajat yang dibuka dengan ini hampir dipastikan berjalan lancar dan tidak diterpa hujan deras.
Simbol Langit
Pelaksanaan Mengkong Hujan melalui beberapa tahapan yang harus ditaati. Pertama, pemilik hajat perlu menyediakan sejumlah sesajen berupa makanan dan minuman untuk perantara harapan. Sesaji itu memiliki makna khusus yang mendalam.
Sesaji dalam ritual ini meliputi buah naga, buah jeruk, kelapa, pir dan beberapa lainnya. Sesaji ini merupakan simbol langit. Kemudian ada juga, kemenyan, lidi, garam dan lada yang merupakan simbol bumi atau manusia.
Ritual juga dilengkapi dengan doa yang berfungsi sebagai pembuka jalan. Dalam hal ini dimaksud agar keduanya saling terhubung dan saling memberikan manfaat.
Proses Mengkong Hujan dimulai dengan doa kepada Tuhan, kemudian dibacakan juga sesajen dari hasil bumi serta terdapat prosesi menancapkan lidi ke dalam tanah. Setelahnya, lidi dicabut dan diberikan kepada seseorang yang menjadi bagian dari acara hajatan.
Lidi itu selanjutnya ditanam di empat titik acara yang sudah ditentukan. Kemudian, dilanjutkan dengan menaburkan garam yang sudah dicampur dengan merica. Terakhir, lidi bisa dicabut saat acara telah selesai agar jalur hujan bisa kembali terbuka dan hujan bisa lekas turun.
Tradisi Mengkong hujan sendiri sudah dilindungi lewat Undang-Undang Khusus Pemajuan Kebudayaan Nomor 5 Tahun. Pada tahun 2017 tradisi ini didorong menjadi warisan budaya tak benda. (Dari berbagai sumber)