Falahy Mohamad, seorang artisan batik asal Pekalongan yang memelopori penggabungan teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam mendesain motif batik. Dengan produksi batik yang semakin meningkat, inovasi ini menjadi salah satu upaya menjaga akar tradisi batik.
Batik, warisan budaya yang telah menjadi kebanggaan Indonesia, kini semakin populer di kalangan generasi muda. Berkat inovasi para artisan batik muda yang memadukan seni tradisional dengan teknologi modern, batik tak lagi hanya dipandang sebagai busana formal, melainkan sebagai tren fashion yang adaptif dengan zaman.
Salah satu pelopor dalam revolusi ini adalah Falahy Mohamad, seorang artisan batik asal Pekalongan yang menggabungkan teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam karyanya. Dia memanfaatkan logika matematika parametrik dan teknologi komputer untuk menciptakan motif-motif baru.
Salah satu motif unggulannya adalah motif tambal, yang direka ulang menggunakan AI. Teknologi tersebut tidak hanya memudahkan desain ulang, melainkan juga menawarkan kemungkinan baru dalam mengembangkan motif-motif yang lebih modern tanpa meninggalkan akar budaya.
Dalam talk show bertema “Pengembangan Desain Batik Menggunakan AI” di Industrial Festival 2024 di Mal Kota Kasablanka, Jakarta, Falahy menjelaskan bahwa ketertarikannya pada batik berawal dari rasa kekhawatiran bahwa batik semakin jauh dari generasi muda.
“Banyak anak muda merasa bingung atau tidak memiliki keterkaitan dengan batik, sehingga saya kembali menempuh pendidikan di Universitas Pekalongan untuk memahami lebih dalam tentang seni batik,” ujar Falahy (7/10/2024).
Dikutip dari situs Kementerian Perindustrian, Falahy berpendapat bahwa teknologi dapat menjadi jembatan antara budaya dan generasi muda. Latar belakang pendidikannya dalam bidang arsitektur membantunya memahami bagaimana ragam hias yang diambil dari kebudayaan setempat dapat diterapkan dalam karya-karyanya.
Dalam hal ini, teknologi AI menjadi alat yang memungkinkan pelestarian batik menjadi lebih dinamis dan relevan di era modern. Sebagai warisan budaya yang kaya akan filosofi dan sejarah, batik sering kali dianggap sebagai sesuatu yang statis.
Namun, teknologi mampu mengubah pandangan ini. Dengan bantuan AI, proses desain batik dapat berkembang melalui tahapan-tahapan inovatif, mulai dari digitalisasi arsip, desain digital 2D dan 3D, hingga menciptakan motif baru yang tetap menghormati nilai-nilai tradisional.
Falahy menyampaikan keinginannya untuk mengembangkan batik agar diterima oleh anak muda, bukan hanya sebagai pakaian melainkan sebagai simbol identitas yang kaya akan sejarah.
Dalam kesempatan yang sama, Rahardi Ramelan, anggota Dewan Pembina Yayasan Batik Indonesia, menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan antara inovasi dan pelestarian budaya. Menurut Rahardi, meskipun AI dapat membantu mengembangkan motif-motif batik seperti tambal, parang, dan truntum, penggunaan teknologi harus tetap menghormati nilai-nilai budaya. Dia juga menekankan perlunya program studi khusus batik agar generasi mendatang dapat memahami seni dan teknik dalam menciptakan batik.
Dalam talk show yang juga digelar untuk memperingati Hari Batik Nasional 2024, Rifan menceritakan keberhasilannya memperkenalkan batik kepada anak muda melalui kolaborasi dengan tren fashion modern, seperti streetwear.
Komunitas-komunitas seni yang berfokus pada batik telah memberikan dampak besar dalam mendekatkan budaya ini kepada generasi muda. Dengan edukasi seputar batik dan tutorial tentang cara memadu padankan batik dengan gaya busana modern, batik kini telah menjadi bagian dari keseharian kaum muda Indonesia.
Tren tersebut turut berkontribusi dalam memperkuat posisi batik sebagai produk budaya yang relevan dan diminati, bukan di dalam negeri saja, melainkan juga di pasar internasional.
Nilai Ekonomi Signifikan
Batik Indonesia sendiri memiliki nilai ekonomi yang cukup signifikan. Menurut data Kementerian Perindustrian, produksi batik nasional mencapai lebih dari 200 juta meter kain per tahun.
Nilai ekspor batik dan produk batik Indonesia juga terus meningkat setiap tahunnya, dengan angka yang mencapai 58,46 juta USD pada 2023. Angka ini mencerminkan bahwa batik tidak hanya menjadi simbol budaya, melainkan komoditas ekonomi yang penting bagi Indonesia.
Potensi batik di pasar global juga semakin besar, terutama dengan adanya inovasi teknologi yang diterapkan dalam proses produksinya. Namun, seperti yang disampaikan Falahy dan Rahardi, pengembangan batik tidak bisa dilepaskan dari upaya pelestarian.
Kesimpulannya, teknologi memang mampu membawa batik ke ranah yang lebih luas. Hanya saja, tanpa memahami akar dan nilai budaya, inovasi tersebut bisa kehilangan esensinya. Maka dari itu, diperlukan kolaborasi antara generasi muda, teknologi, dan pelaku industri batik. Sehingga keberlanjutan batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia tak lekang oleh waktu.
(Anisa Kurniawati-sumber: Indonesia.go.id)