Tradisi meminta hujan mungkin sudah tidak asing lagi. Namun, di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur ada yang unik dari tradisi ini, yaitu mengarak dan memandikan kucing untuk meminta hujan. Tradisi ini dinamakan Manten kucing.
Dikutip dari balaibahasajatim.kemdikbud.go.id, tradisi manten kucing dilakukan masyarakat di Desa Pelem, Kabupaten Tulungagung. Ritual ini sudah dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda.
Kata “manten” disini bukan berarti menikahkan dua ekor kucing. Namun, merupakan perlambang memandikan kucing di Telaga Coban dan mengarak dua ekor kucing mengelilingi desa.
Barisan arakan dibuat seperti pernikahan pada umumnya. Biasanya dilanjutkan dengan berbagai kesenian Jawa Timur.
Ritual Sejak Zaman Belanda
Dikutip dari goodnewsfromindonesia.id, sejarah ritual Manten Kucing dimulai saat terjadi kemarau panjang di Desa Palem. Tepatnya pada zaman Belanda tahun 1926.
Suatu ketika sesepuh desa bernama Eyang Sangkrah mandi dengan sepasang kucing di telaga dekat air terjun coban. Ajaibnya, seketika hujan turun dan musim kemarau berakhir.
Pada saat itu, masyarakat setempat tidak menyebutnya sebagai ritual manten kucing. Istilah ini muncul ketika suatu saat Desa Palem kembali dilanda musim kemarau panjang. Penduduk pun mengajukan permintaan melakukan ngedus kucing.
Selanjutnya pada tahun 1967, Desa Palem kembali mengadakan ritual Manten Kucing, saat dipimpin Suwardi yang masih keturunan Eyang Sangkrah. Ritual ini kemudian menjadi berkembang seiring berjalannya waktu.
Namun, pada tahun 2010, pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tulungagung melarang ritual ini. Hal ini dikarenakan tradisi Manten Kucing dianggap melecehkan agama. Sejak saat itu, tradisi manten kucing mulai memudar.
Baca juga: Pantai Midodaren, Destinasi Wisata Baru di Tulungagung
Prosesi Manten Kucing
Dalam pelaksanaannya, kucing yang dipilih dalam ritual itu bukan kucing sembarangan. Kucing harus berasal dari arah paling timur dan arah paling barat dari desa tersebut.
Sepasang kucing itu nantinya di pangkung pria dan wanita yang menggunakan pakaian pengantin.
Tahapannya dimulai dari barisan kirab pengantin, yang terdiri dari cucuk lampah, domas, pager ayu dan lainnya. Kemudian kedua kucing dimandikan di Telaga Coban. Air telaga itu dicampur dengan kembang dan dibacakan doa-doa.
Kucing diletakkan di keranjang, lalu diarak mengelilingi kampung menuju lokasi pelaminan. Setelah dibacakan doa-doa, prosesi dilanjutkan dengan prosesi slametan, pembacaan ujub (doa dalam bahasa Jawa) dan diakhiri dengan Tiban.
Tiban merupakan sebuah tarian yang dilakukan dua orang lelaki bertelanjang dada dengan cara mencambuk satu sama lain menggunakan lidi aren. Manten kucing juga dimeriahkan dengan berbagai kesenian khas Tulungagung, Jawa Timur.
Meski sudah jarang terdengar, tradisi ini telah menjadi identitas masyarakat Kabupaten Tulungagung.
Selain itu, fungsi sosial yang terdapat dalam ritual adat tersebut adalah membangkitkan keakraban masyarakat di Desa Pelem sekaligus merupakan bentuk rasa syukur atas berkah Tuhan.