Mien Brodjo, adalah aktris senior yang mulai merintis karirnya di dunia teater dan film sejak tahun 60-an. Selain itu, ia pernah menjadi atlet loncat indah di ajang Asian Games. Di usia senja, ia semakin aktif melukis dan berpameran. Banyak karya lukisannya yang sudah menjadi koleksi lembaga-lembaga kenegaraan serta tokoh-tokoh ternama.
Lahir pada 8 Maret 1937 dengan nama Siti Sukatminah Brodjoewiryo, yang kemudian lebih dikenal dengan nama Mien Brodjo ini berasal dari Yogyakarta. Meski lahir di zaman kolonial, keluarga Mien terbilang cukup beruntung. Sang ayah bekerja sebagai Mantri Pamicis untuk pemerintah Belanda. Jabatan ayahnya yang setingkat dengan Kepala Dinas Perpajakan itu membuat Mien dan keluarganya dapat hidup berkecukupan.
Namun semua itu tak berlangsung lama setelah tampuk kekuasaan beralih ke tangan Jepang. Ayah Mien pun harus rela kehilangan pekerjaan. Untuk menghidupi anak-anaknya, ibunda Mien ikut membantu mencari nafkah dengan menjadi penjual kain batik.
Sejak usia belia, Mien awalnya ingin masuk sekolah seni. Sayang, ia tak mendapatkan izin dari orang tuanya. Meski kecewa, Mien tetap menjalani pendidikannya di SGPD (Sekolah Guru Pendidikan Jasmani). Di sela-sela waktu kuliahnya, ia sering bertandang ke Asdrafi (Akademi Seni Drama & Film Indonesia).
Baca juga: Christine Hakim, Legenda Hidup Perfilman Indonesia
Di kehidupan kampusnya, Mien sering diajak bermain dalam sejumlah pementasan drama, yakni Domba-Domba Revolusi besutan Kusno Sudjarwadi, Malam Pengantin di Bukit Kera, serta Malam Jahanam arahan sutradara Motinggo Busye. Namun karena terlalu asyik dengan kegiatannya di panggung teater, nilai akademis di sekolahnya mulai menurun.
Dia pernah ditempatkan pada kelas yang diisi siswa dengan nilai terendah pada saat jenjang terakhir pendidikan di SGPD. Namun ia kembali mulai belajar dengan tekun dan berhasil lulus sebagai lulusan terbaik kedua SGDP tahun 1957.
Mien kemudian lebih memilih untuk meneruskan karirnya di bidang akting. Ia lebih senang tampil dalam pementasan drama di kota kelahirannya, Yogyakarta. Mien kemudian bergabung dalam kelompok sandiwara Sanggar Bambu di Yogyakarta.
Debut perdananya sebagai aktris adalah pada tahun 1963, melalui film garapan sutradara Sunjoto yang berjudul Tangan Tangan Jang Kotor. Empat tahun kemudian, ia tampil sebagai pemeran utama dalam film keduanya yang berjudul Mutiara Hitam.
Sejak itu, ia terus berkarya membintangi puluhan judul film. Di luar film, Mien juga aktif bermain di drama sandiwara di TVRI, salah satunya adalah sinetron Dokter Sartika yang berperan sebagai Ibu Maruto, mertua Dokter Sartika.
Mien terakhir kali tampil berakting di tahun 2009 dalam sinetron televisi bersama Rano Karno. Pada saat itulah, ia mulai merasakan fisik yang tak kuat lagi untuk bekerja. Selain fisik, daya ingatnya pun mulai menurun.
Aktris yang Bisa Melukis
Meski tidak lagi berakting ia tetap berkarya. Kesehariannya diisi dengan kegiatan melukis yang memang sudah sejak lama telah menjadi hobinya. Ia mulai melukis ketika bergabung dengan Sanggar Bambu Mien. Bahkan di sela-sela syuting nya dia juga sering melukis. Mien mulai serius menekuni seni lukis sejak awal tahun 2000.
Selama menekuni dunia lukis, Mien sudah memamerkan karyanya di Malaysia hingga Perancis. Sementara di dalam negeri, Mien menggelar pameran lukisannya di tahun 2008 bersamaan dengan peluncuran buku biografinya yang berjudul Setelah Angin Kedua terbitan Grasindo karya Sri Iswati dan Putri Takarini R.
Selain itu, karya lukisannya juga menjadi koleksi lembaga-lembaga kenegaraan serta tokoh-tokoh ternama. Misalnya Kedutaan Besar Malaysia, Martha Tilaar, duta besar Kuwait, Putu Wijaya, dan Buce Malawu. Sejauh ini, Mien mengaku masih mencari aliran seni lukis yang sesuai dengan keinginannya. (Anisa Kurniawati- tokoh.id)