By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
emmanus.comemmanus.comemmanus.com
  • Beranda
  • Berita
  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya
  • Cerita Rakyat
  • Pariwisata
Reading: Perjalanan Sejarah Wayang Golek Purwa di Tatar Sunda 
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
emmanus.comemmanus.com
Font ResizerAa
Search
  • Berita Kategori
    • Berita
    • Profil
    • Event
    • Tradisi
    • Pariwisata
    • Cerita Rakyat
    • Warisan Budaya
Follow US
©2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
emmanus.com > Blog > Warisan Budaya > Perjalanan Sejarah Wayang Golek Purwa di Tatar Sunda 
Warisan Budaya

Perjalanan Sejarah Wayang Golek Purwa di Tatar Sunda 

Anisa Kurniawati
Last updated: 15/01/2025 13:12
Anisa Kurniawati
Share
Wayang Golek Purwa Sunda. Foto: Pesona Indonesia via Indonesia.go.id
SHARE

Wayang Golek Purwa adalah salah satu bentuk seni pertunjukan tradisional dari Sunda. Bentuk wayang nya menggunakan boneka kayu tiga dimensi.

Kesenian ini mengisahkan epos Mahabharata dan Ramayana, namun menekankan pada aspek lokal khas kebudayaan Sunda, Jawa Barat.

Dilansir dari laman Indonesia.go.id, munculnya Wayang Golek Purwa dari Sunda diceritakan dalam bukunnya Asal-usul Dalang dan Perkembangan Wayang di Jawa Barat (1977).

Berkah Sistem Tanam Paksa Kopi

Sebelum Cultuurstelsel, Belanda berhasil menerapkan Preangerstelsel (sistem tanam paksa kopi) di kawasan Priangan yang meliputi Sumedang, Bandung, Cianjur, Sukabumi, dan Bogor.

Tanaman kopi dan teh ini membawa kemakmuran di akhir abad 18 hingga awal abad 19.

Kemakmuran ini melahirkan kelas “Menak” atau bangsawan Sunda yang memiliki hubungan kekerabatan dengan kerajaan di Jawa timur. Mereka ingin menikmati seni pertunjukan sesuai selera. 

Bupati Wiranatakoesoema II, bupati Bandung pada 1794-1829, mendatangkan dalang dari Tegal untuk mengembangkan seni wayang yang khas Sunda. Ki Guna Permana atau Dipaguna Permana, dalang dari Tegal, diundang ke Bandung. 

Ia membawa murid-muridnya yang kemudian mengembangkan karawitan Sunda di berbagai daerah Priangan. Nama-nama seperti Mayat, Ketuwon, Ki Gubyar, dan Ki Klungsu disebut dalam catatan. 

Baca juga: Perjalanan Wayang Gagrag Banyumasan Mengikuti Zaman

Padepokan Cibiru

Pada masa Dipaguna Permana, wayang di Priangan masih mengikuti gaya Jawa dengan bahasa Jawa Kawi. Namun, pada masa Wiranatakusuma III, atau Dalem Karanganyar, terjadi perubahan. 

Dalem Karanganyar mendatangkan Ki Darman, Ki Rumiang, dan Ki Surasungging, masing-masing dengan keahlian yang berbeda. Ki Darman, pembuat wayang; Ki Rumiang, dalang; dan Ki Surasungging, pembuat gamelan.

Dalem Karanganyar ingin menonton wayang pada siang hari. Karena itu dia meminta Ki Darman mengubah wayang dua dimensi menjadi tiga dimensi dari kayu. Untuk itu, Ki Darman diberi padepokan di Cibiru, 12 kilometer timur Bandung. 

Sementara Ki Rumiang terpilih menjadi dalang “dalem”. Dari Ki Rumiang inilah muncul nama Mama Anting atau Rama Anting. Nama itu kemudian menjadi leluhur dalang-dalang yang mampu menampilkan pertunjukan dengan gaya Sunda.

Dari garis ini, muncul nama-nama seperti Suwanda dan Surawisastra di Bandung, serta Bradjanata di Garut. Parta Suwanda menulis literatur pedalangan gaya Sunda dan keluarga Sunarya yang melahirkan generasi dalang Sunda populer.

Tokoh Sentral Wayang Golek Purwa

Salah satu tokoh utama Wayang Golek Purwa adalah Arya Seta. Tokoh ini, putra sulung dari Prabu Matswapati dan Dewi Ni Yustinawati. Ia dikenal sebagai sosok yang sangat sakti dan memiliki kemampuan spiritual yang luar biasa. 

Dalam kisah Wayang Golek Purwa, Arya Seta berperan sebagai panglima perang Pandawa dalam Perang Bharatayudha. Kisah Arya Seta dan Wayang Golek Purwa tidak hanya menjadi bagian dari warisan budaya Sunda.

Pertunjukan Wayang Golek Purwa yang menampilkan Arya Seta kerap menjadi sarana menggali dan merayakan tradisi budaya Sunda. Dari cerita ini, generasi muda bisa mempelajari sejarah, mitologi, serta nilai-nilai dalam itu. (Dari berbagai sumber)

You Might Also Like

Rahasia ‘Kekebalan’ Penari Tari Piring: Mistik atau Teknik?

Menelusuri Nilai Filosofis dan Estetis di Balik Rumoh Aceh

Sensasi Kuliner Unik Nasi Grombyang Asli Pemalang

Tambak Karang, Lukisan Beras Alas di Ritual Festival Erau

Filosofi Penjor, Wujud Syukur Umat Hindu di Hari Raya Galungan

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook X Copy Link Print
Share
By Anisa Kurniawati
Content Writer
Previous Article Menpora: Patrick Kluivert Semangat Baru Sepak Bola Indonesia
Next Article Mengenal Museum Rumah Cut Nyak Dhien di Tanah Rencong
Leave a comment Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media

2kFollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
- Advertisement -
Ad imageAd image

Berita Terbaru

Munusa Championship Digelar di Wonosobo, Wadah Kreativitas dan Sportivitas Pelajar
Berita 30/05/2025
Indonesia dan Prancis Bangun Kemitraan Budaya untuk Pererat Hubungan Diplomatik
Berita 29/05/2025
Kodim Wonosobo dan Bulog Jemput Bola Serap Gabah Petani Sojokerto
Berita 29/05/2025
penulisan ulang sejarah Indonesia
DPR Setujui Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Target Rampung Tahun 2027
Berita 28/05/2025
- Advertisement -

Quick Link

  • Kontak Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber

Top Categories

  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya

Stay Connected

200FollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
emmanus.comemmanus.com
Follow US
© 2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Nama Pengguna atau Alamat Email
Kata Sandi

Lupa kata sandi Anda?