Cerita rakyat Putri Dampali telah lama berkembang terutama di daerah Wajo, Sulawesi Selatan. Cerita ini dikenal sebagai latar belakang terbentuknya Kabupaten Wajo di Provinsi Sulawesi Selatan. Kisah ini tentang Putri Dampali yang diasingkan ayahnya, karena terjangkit penyakit kulit menular.
Dirangkum dari sumber kebudayaan.kemdikbud.go.id, Alkisah di Sulawesi Selatan berdirilah sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja bernama Datu Luwu. Raja Datu Luwu dikaruniai seorang keturunan bernama Putri Tadampali yang dikenal kecantikannya.
Kabar kecantikannya itu tersohor bahkan terdengar hingga ke daerah Bone. Mendengar berita ini, Raja Bone berniat menikahkan putranya dengan Putri Tadampali. Akan tetapi, lamaran itu membuat Datu Luwu merasa bimbang.
Alasannya karena menurut adat gadis Luwu tidak diperbolehkan menikah dengan orang yang tidak satu suku. Namun, jika dia menolak dikuatirkan terjadi pertumpahan darah yang tidak diinginkan. Pada akhirnya, dia memutuskan untuk menerima lamaran.
Baca juga: Legenda Putri Tujuh dan Asal Usul Nama Kota Dumai
Kerbau Putih
Tidak lama setalah itu, Putri Tadampali tiba-tiba menderita sakit kulit yang aneh. Tubuhnya mengeluarkan cairan kental yang menjijikkan dan berbau tidak sedap. Seluruh tabib istana maupun dari pelosok negeri tidak mampu mengobatinya. Mereka justru menyampaikan bahwa penyakit yang diderita Putri Tadampali menular.
Dengan berat hati Datu Luwu memutuskan untuk mengasingkan sang putri di tempat yang jauh karena takut rakyatnya tertular. Meski merasa sedih, Putri Tadampali mematuhi keputusan itu. Sebelum berangkat, ayahnya menitipkan sebilah keris penanda dia tidak membuang anaknya.
Setelah lama berlayar, Putri Tadampali mendarat di sebuah pulau. Putri Tadampali memutuskan untuk memberi nama daerah itu dengan Wajo, karena pengawalnya menemukan buah wajo saat menginjakkan kakinya di tempat itu. Putri Tadampali lalu membangun kehidupannya di pulau itu.
Suatu ketika ia sedang duduk di tepi danau, tanpa disadarinya seekor kerbau buleng (putih) mendekati dan menjilati kakinya. Karena jinak, dia membiarkan kakinya dijilati kerbau itu.
Tanpa diduga, bekas jilatan kerbau putih tersebut menyembuhkan penyakit kulitnya. Atas peristiwa itu, Putri Tadampali memerintahkan kepada seluruh pengawalnya untuk tidak menyembelih apalagai memakan kerbau putih. Permintaan itu masih tetap diikuti masyarakat Wajo sampai sekarang.
Baca juga: Kisah Amat Mude, Putra Mahkota yang Terbuang
Bertemu Tambatan Hati
Disisi lain, putra mahkota Bone sedang pergi berburu bersama Anre Paguru Pakkannyareng Panglima Kerajaan Bone dan beberapa pengawalnya. Tanpa sadar dia sudah terpisah dengan rombongan. Dia semakin gelisah, karena sudah malam dan tak kunjung juga menemukan para pengawalnya.
Ketika berjalan, dia melihat seberkas sinar, dan memberanikan diri untuk mendekati sumber cahaya. Sesampainya di sana, dia terkejut karena mendapati seorang puteri yang cantik jelita. Mereka pun berkenalan dan menjadi akrab.
Sekembalinya ke kerajaan asalnya putra mahkota menjadi sering termenung. Karena sudah terlanjur jatuh hati, ingatannya terus tertuju pada Putri Tadampali. Melihat gelagat itu, Anre Guru Pakkannyareng menceritakannya kepada Raja Bone. Raja Bone pun menerima usul dari Anre Guru Pakkannyareng untuk melamar Putri Tadampali.
Sesampainya utusan di daerah Wajo, Putri Tadampali menyerahkan sebilah keris yang dulu diberikan ayahnya. Dia meminta kepada mereka untuk meminta restu kepada Datu Luwu terlebih dahulu. Jika keris tersebut diterima, maka pinangan putra mahkota juga diterima.
Putra Mahkota Bone berangkat sendirian menemui Datu Luwu. Sesampainya di sana diceritakanlah semua kejadian yang dialaminya termasuk niatnya untuk memperistri Putri Tadampali. Tanpa menunggu waktu lama Datu Luwu segera menjemput anaknya.
Akhirnya, Putri Tadampali menikah dengan Putra Mahkota Bone. Pernikahan mereka dilangsungkan di Wajo, dan beberapa tahun kemudian, putra mahkota diangkat menjadi raja.