By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
emmanus.comemmanus.comemmanus.com
  • Beranda
  • Berita
  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya
  • Cerita Rakyat
  • Pariwisata
Reading: Raden Tjetje Somantri, Pelopor Modernisasi Tari Sunda
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
emmanus.comemmanus.com
Font ResizerAa
Search
  • Berita Kategori
    • Berita
    • Profil
    • Event
    • Tradisi
    • Pariwisata
    • Cerita Rakyat
    • Warisan Budaya
Follow US
©2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
emmanus.com > Blog > Profil > Raden Tjetje Somantri, Pelopor Modernisasi Tari Sunda
Profil

Raden Tjetje Somantri, Pelopor Modernisasi Tari Sunda

Anisa Kurniawati
Last updated: 03/01/2025 11:09
Anisa Kurniawati
Share
Gambar Raden Tjetje Somantri (Kiri) pada sampul buku R. Tjetje Somantri (1892-1963). Pertunjukan Tari Merak karya Tjetje Somantri. Foto: Wikimedia Commons/Irhanz
SHARE

Pelopor tari kreasi Sunda ini bernama Raden Tjetje Somantri. Namanya dikenal sebagai pencipta Tari Merak, Tari Sekar Putri, Tari Sulintang, Tari Kandagan, Tari Kupu-kupu. Hingga kini tari kreasi ciptaannya masih dipelajari pecinta tari.

Memiliki nama asli Raden Rusdi Somantri yang lahir di Purwakarta, Jawa Barat, tahun 1892. Dia berasal dari keluarga ningrat. Ibunya, Nyi Raden Siti Munigar, keturunan bangsawan Bandung. Ayahnya, Raden Somantri, berasal dari keluarga terpandang.

Belajar dari Banyak Guru

Sejak usia muda, Somantri sudah menunjukkan minat besar terhadap seni tari. Ketika usia 19 tahun, dia mulai belajar tari tayub di Purwakarta dari R. Gandakusumah (Aom Doyot). Setelah itu dia banyak belajar dari guru-guru tari lainnya. 

Tjetje mempelajari tari topeng Cirebon dari dua seniman topeng terkenal, Wentar dan Koncer. Dia juga belajar tari wayang wong dari Aom Menim. Di tahun 1925, Tjetje Somantri mulai berkenalan dengan kesenian Cirebon. 

Ia berguru pada Pangeran Elang Oto Denda Kusumah, guna memperdalam tarian Menak Jingga, Anjasmara, dan tarian lainnya. Tidak hanya itu, Tjetje mulai menciptakan kreasi sendiri.

Dia menggabungkan unsur-unsur tradisi dengan inovasi baru yang kemudian dikenal sebagai “tari kreasi”. Pada tahun yang sama, ia mulai mengajar tari di OSVIA.

Kiprah di Dunia Tari

Pada tahun 1935 Tjetje bertemu dengan Tb. Umay Martakusumah, seorang pegawai Jawatan Kebudayaan Jawa Barat dan pemimpin Badan Kesenian Indonesia (BKI). Pertemuan ini menjadi titik penting dalam karir Tjetje.

Demi meningkatkan bakatnya, Tb. Umay memberinya ruang untuk berkreativitas di BKI.

Selain menjadi pengajar, Tjetje juga menciptakan banyak tarian baru yang terus memperkaya seni tari Sunda. Karyanya terutama dalam genre tari kreasi, sangat populer di berbagai kalangan. 

Pada periode 1940-an, Tjetje Somantri fokus menciptakan tari kreasi untuk wanita. Beberapa karya besarnya yaitu Tari Anjasmara I dan II (1946), Puragabaya (1947), dan Tari Kendit Birayung (1947). 

Salah satu karyanya yang paling terkenal yaitu Tari Merak. Tarian ini diciptakan pada tahun 1955 dan masih diajarkan di berbagai sanggar tari hingga kini. 

Pelopor Tari Modern

Tjetje juga berperan dalam mengubah pandangan masyarakat terhadap profesi penari wanita. Pada saat itu, penari wanita sering dikaitkan dengan stereotip negatif.

Akan tetapi melalui karya-karyanya, Tjetje berhasil mengangkat citra  dan imej penari wanita menjadi lebih terhormat dan dihargai di masyarakat. 

Sebagai pengakuan atas dedikasi dan kontribusinya, Somantri menerima penghargaan dari pemerintah dan institusi seni. Salah satunya yaitu penghargaan Piagam Wijaya Kusumah dari pemerintah Indonesia pada tahun 1961. 

Raden Tjetje Somantri meninggal dunia pada tahun 1963 di Bandung, Jawa Barat. Hingga kini, nama beliau tetap dikenang sebagai salah satu pelopor seni tari modern di Indonesia.

Melalui inovasi dan dedikasinya, tari Sunda tidak hanya bertahan tetapi juga mendapatkan tempat yang lebih luas di dunia seni pertunjukan. Karyanya menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya untuk terus mencintai dan mengembangkan seni budaya bangsa. (Dari berbagai sumber)

You Might Also Like

SMP Negeri 3 Wonosobo: Lestarikan Budaya, Cetak Atlet Pencak Silat

Tjilik Riwut, Pengusul Pemindahan Ibu Kota ke Palangkaraya

Marah Rusli, Sastrawan Roman Legendaris Siti Nurbaya

Desa Wisata Mergolangu, Digadang Jadi Kawasan Lima Dieng Baru

Arkiv Vilmansa dan Biota Laut, Dari Trauma ke Karya Seni

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook X Copy Link Print
Share
By Anisa Kurniawati
Content Writer
Previous Article Legenda Putri Lumimuut, Kisah Asal-usul Etnis Minahasa
Next Article Festival Sego Takir, Merawat Gotong Royong dan Tradisi Lumajang
Leave a comment Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media

2kFollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
- Advertisement -
Ad imageAd image

Berita Terbaru

Munusa Championship Digelar di Wonosobo, Wadah Kreativitas dan Sportivitas Pelajar
Berita 30/05/2025
Indonesia dan Prancis Bangun Kemitraan Budaya untuk Pererat Hubungan Diplomatik
Berita 29/05/2025
Kodim Wonosobo dan Bulog Jemput Bola Serap Gabah Petani Sojokerto
Berita 29/05/2025
penulisan ulang sejarah Indonesia
DPR Setujui Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Target Rampung Tahun 2027
Berita 28/05/2025
- Advertisement -

Quick Link

  • Kontak Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber

Top Categories

  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya

Stay Connected

200FollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
emmanus.comemmanus.com
Follow US
© 2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Nama Pengguna atau Alamat Email
Kata Sandi

Lupa kata sandi Anda?