Di tengah derasnya arus modernisasi dan pengaruh budaya asing, seorang bocah berusia 11 tahun asal Surabaya menunjukkan kecintaan mendalam terhadap seni tradisional wayang kulit.
Sabil Achmad Maftuhin, siswa kelas 5 SD Alkhairiyah 2 Surabaya, memilih untuk menjadi dalang wayang kulit secara otodidak, dengan harapan dapat melestarikan warisan budaya Nusantara.
Kecintaan pada Wayang Kulit Sejak Kecil
Sabil, yang berasal dari Jatisrono Tengah, telah menunjukkan ketertarikan pada seni pedalangan sejak usia dini.
Menurut pengakuannya, ia menyukai wayang kulit, barongan, dan berbagai seni tradisional lainnya karena keindahan dan makna filosofis yang terkandung di dalamnya.
“Senang dan suka sama wayang kulit, barongan, dan lain-lain karena seni,” ungkap Sabil dilansir dari memorandum.disway.id.
Bakat luar biasa Sabil ini tidak datang dari belajar formal, melainkan hasil belajar melalui YouTube. Berawal dari rasa ingin tahu yang besar, ia mulai menonton berbagai pentas wayang kulit secara daring dan kemudian berlatih sendiri di rumah.
Debut Perdana sebagai Dalang di Pentas Seni Sekolah
Perjalanan Sabil sebagai dalang cilik dimulai ketika ia tampil dalam pentas seni di sekolahnya. Tanpa bimbingan langsung dari guru atau dalang profesional, ia memberanikan diri untuk tampil di depan teman-teman dan para guru.
Penampilannya menuai pujian, dari para pelakar dan pendidik yang terkesan dengan kemampuannya.
Sang ibunda, Muchlissiyati Hafifah, awalnya tidak menyangka anak keduanya ini memiliki ketertarikan besar terhadap dunia wayang.
“Tidak ada yang ngajarin, tahu-tahu minta dibelikan wayang kulit, perlengkapan ini-itu, dan sebagainya hingga akhirnya belajar sendiri di rumah,” ujar Hafifah.
Dukungan Keluarga untuk Mengembangkan Bakat
Pada awalnya, keluarga Sabil sempat ragu untuk mendukung keinginannya menjadi dalang. Namun, melihat keseriusan dan ketekunannya dalam mempelajari wayang kulit, akhirnya orang tuanya mulai memberikan dukungan penuh.
“Kami tentu sangat support. Apalagi Sabil ini kalau senang itu nggak setengah-setengah, jadi harus bagus dan komplit, termasuk untuk peralatan dalam bermain wayang kulit,” tegas Hafifah.
Kini, Sabil terus mengasah kemampuannya dan bercita-cita menjadi dalang profesional yang mampu memperkenalkan wayang kulit kepada generasi muda.
Ia berharap anak-anak seusianya ikut tertarik mengenal dan mencintai seni tradisional Indonesia.
Baca juga: Pentas Wayang Krucil, Kesenian Mini dengan Cerita Besar
Pelestarian Wayang Kulit di Tengah Kemajuan Teknologi
Fenomena dalang cilik seperti Sabil menjadi angin segar bagi dunia seni pedalangan. Dalam beberapa tahun terakhir, wayang kulit mulai kehilangan pamornya di kalangan anak muda, tergeser hiburan digital dan budaya populer asing.
Kehadiran generasi muda seperti Sabil pun menjadi asa menjaga masa depan seni wayang kulit.
Dukungan dari berbagai pihak, termasuk keluarga, sekolah, dan komunitas seni, sangat dibutuhkan agar bakat seperti Sabil bisa berkembang lebih jauh.
Dengan kombinasi teknologi dan semangat pelestarian budaya, diharapkan seni wayang kulit tetap lestari dan bisa terus dinikmati generasi mendatang.
Wayang kulit telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda dari UNESCO sejak tahun 2003.
Hingga kini, seni pedalangan tetap bertahan dan bahkan mulai menarik perhatian generasi muda.
Hal ini terlihat dari munculnya dalang cilik seperti Sabil di berbagai daerah, yang menandakan bahwa wayang kulit masih memiliki tempat di hati anak-anak Indonesia.
Sebagai upaya pelestarian budaya, sejumlah komunitas seni di Indonesia mulai mengadakan kelas dalang khusus untuk anak-anak. Program ini bertujuan untuk mengenalkan dan menumbuhkan minat generasi muda terhadap wayang kulit, sehingga warisan budaya ini dapat terus berkembang dan lestari di masa depan. (Dari berbagai sumber)