Kesenian Jaranan Kediri adalah salah satu bentuk tarian daerah yang sangat khas, ditandai dengan iringan gamelan yang meriah, bunyi gendang, gong, dan tiupan terompet yang menggugah semangat. Kesenian tersebut jadi salah satu pertunjukan kerakyatan yang cukup digemari di Jawa Timur.
Pementasan Jaranan Kediri biasanya diselenggarakan pada acara-acara khusus, seperti bersih desa, nyadranan, perayaan Hari Kemerdekaan, atau acara tasyakuran. Yang menarik dari kesenian ini bukan hanya alur ceritanya, tetapi juga unsur magis dan akrobatik yang bisa membuat penonton tegang.
Bagi kamu yang tinggal di kota, mungkin nama Jaranan Kediri terdengar asing. Namun, kali ini kita akan menjelajahi kesenian ini lebih dalam, sehingga meskipun belum pernah melihatnya secara langsung, kamu bisa mengenalnya lebih dekat.
Kesenian Jaranan Kediri berasal dari abad ke-10 Hijriah, tepatnya pada tahun 1041, saat Kerajaan Kahuripan dibagi menjadi dua bagian: Jenggala dan Panjalu. Raja Airlangga memiliki seorang putri cantik bernama Dewi Sangga Langit, yang banyak dilirik oleh para pemuda, tetapi memilih untuk hidup sebagai petapa.
Meskipun Prabu Airlangga berusaha menjodohkannya, Dewi Sangga Langit akhirnya setuju untuk menikah dengan satu syarat: barang siapa yang mampu menciptakan kesenian yang belum pernah ada di Pulau Jawa, akan menjadi suaminya.
Banyak pelamar yang datang, termasuk Klono Sewandono dari Wengker, Toh Bagus dari Singo Barong, Kalawraha dari pesisir kidul, dan empat prajurit dari Blitar. Mereka mengikuti sayembara yang diadakan Dewi Sangga Langit dan berangkat ke Kediri untuk memenangkan hati sang putri.
Namun, di perjalanan, beberapa pelamar bertemu dan terlibat pertikaian. Klana Sewandono atau Pujangganom berhasil mengalahkan Singo Ludoyo, yang meskipun kalah, mengajukan permohonan agar tidak dibunuh. Pujangganom pun setuju, namun dengan syarat bahwa Singo Barong harus mengiringi pernikahan mereka ke Wengker.
Iringan pernikahan ini dilaksanakan dengan pertunjukan jaranan yang menampilkan alat musik dari bambu dan besi. Kesenian Jaranan kemudian menjadi tradisi masyarakat Kediri untuk mengenang sayembara Dewi Sangga Langit dan pernikahan tersebut, dan hingga kini, kesenian ini masih dilestarikan sebagai warisan budaya yang telah ada selama ribuan tahun.
Ada empat jenis Jaranan yang sering dipentaskan di Kediri, yaitu Jaranan Jowo, Jaranan Dor, Jaranan Pegon, dan Jaranan Senterewe. Meskipun memiliki banyak kesamaan, masing-masing variasi juga memiliki perbedaan dalam hal pakaian, atribut, alat musik, dan tarian. Berikut penjelasan lebih lanjut:
- Jaranan Jowo
Jaranan Jowo dikenal dengan kesederhanaannya dalam peralatan dan kostum. Kesenian ini sarat dengan elemen mistis; pada puncak pertunjukan, para penari seringkali mengalami trance atau “ndadi” dalam bahasa Jawa, di mana mereka bisa kerasukan roh halus yang membuat pertunjukan semakin menegangkan.
- Jaranan Dor
Jaranan Dor menawarkan humor dalam bentuk tarian. Kesenian ini menggunakan alat musik khas yang disebut jedor, sehingga memiliki nuansa musik yang berbeda dibandingkan dengan variasi lainnya. Bagi kamu yang menyukai seni musik dan komedi, Jaranan Dor bisa menjadi pilihan menarik untuk ditonton.
- Jaranan Pegon
Dikenal karena kreativitas gerakannya yang dinamis, Jaranan Pegon menampilkan busana dan aksesori yang lebih meriah dibandingkan dengan jenis lainnya. Iringan musiknya juga sangat energik, menciptakan suasana yang ceria.
- Jaranan Senterewe
Jaranan Senterewe menggambarkan cerita prajurit berkuda, dengan kostum yang unik menyerupai wayang orang. Penari biasanya mengenakan aksesori seperti kacamata hitam, kaos kaki, dan sepatu, memberikan sentuhan modern. Kesenian ini sangat populer karena memadukan unsur-unsur modern, seperti musik dangdut dan campur sari. (Sumber: Wikipedia)