Seni Biduk Sayak di Jambi, hingga kini masih menjadi tradisi yang tetap lestari. Sebagai sebuah kearifan lokal, Biduk Sayak masih setia mengisi ruang budaya di tengah masyarakat Bumi Melayu (Julukan untuk Provinsi Jambi-Red).
Demi melestarikan budaya kesenian tertua di Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Jambi ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bersama pemerintah daerah Jambi dan Sumatera Barat menggelar Festival Biduk Sayak di Lapangan Desa Jernih, Rabu (18/9).
Seni Biduk Sayak ditampilkan sebagai salah satu tradisi kearifan lokal yang dipertunjukkan pada agenda Kenduri Swarnabhumi 2024. Kesenian ini merupakan ajang berbalas pantun antara bujang dan gadis. Meski demikian, Biduk Sayak bukan semata menjadi hiburan warga, namun membentuk komunikasi tradisional yang sarat akan makna sosial dan kultural.
Pamong Budaya Ahli Utama Kemendikbudristek, Siswanto, seperti dikutip dari laman resmi Kemdikbud.go.id, menguraikan kesenian adat Biduk Sayak mengajarkan masyarakat mengenai nilai-nilai luhur tentang cinta, kebersamaan, dan sopan santun yang dijunjung tinggi sejak masa lalu.
Siswanto menyebut, tradisi Biduk Sayak menjadi simbol keharmonisan relasi antarpemuda dan pemudi yang disampaikan melalui simbol dan syair kisah cinta. “Melalui seni berbalas pantun, kedua belah pihak pria dan wanita saling menunjukkan serta mengekspresikan perasaan ke dalam bahasa yang halus dan penuh kiasan cinta,” ujar Siswanto.
Sementara pelaku budaya sekaligus kurator lokal, Azhar, mengungkapkan tradisi Biduk Sayak menjelma sebagai media komunikasi yang menghubungkan sesama masyarakat. Terhimpun warisan budaya berisi pesan cinta, moral, dan nasihat, dari para leluhur.
“Ini adalah bentuk interaksi sosial yang kian jarang ditemui saat ini. Atmosfer malam hari, diiringi pantun dan tarian, menciptakan suasana meriah sekaligus sakral,” ucap Azhar.
Kemudian Azhar melanjutkan, dalam prosesi seni Biduk Sayak, lazimnya disertai tarian yang melibatkan para penonton. Selanjutnya, para pemuda dan pemudi mulai saling berbalas pantun dan menari mengikuti irama musik tradisional yang dimainkan.
Sedangkan tokoh masyarakat Desa Jernih, Ismadi, menyebut Biduk Sayak adalah cerminan dari identitas asli masyarakat Kecamatan Air Hitam. Selain itu, seni Biduk Sayak merupakan kegiatan yang dikemas guna menghindarkan para generasi muda dari kegiatan negatif.
Ismadi menyampaikan, tradisi Biduk Sayak menjadi kebanggaan kekayaan budaya di Sarolangun. “Tradisi Biduk Sayak merupakan bentuk seni yang mampu bertahan di tengah perkembangan zaman. Terbukti Biduk Sayak masih lestari dan dinikmati masyarakat Kecamatan Air Hitam, terutama ketika acara besar seperti pernikahan,” pungkas Ismadi.
Kesenian ini biasanya digelar malam hari, sekitar pukul sembilan hingga dini hari, setelah acara adat pernikahan. Biduk Sayak tak terpisahkan dari perayaan pernikahan.
Kenduri Swarnabhumi 2024 sendiri mengusung tema “Menghubungkan Kembali Masyarakat dengan Peradaban Sungai” yang diharapkan menjadi katalis pelestarian budaya dan lingkungan di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari, serta membangkitkan kesadaran akan pentingnya menjaga warisan nenek moyang untuk generasi mendatang. (Foto: Kemdikbud.go.id)