Candi Cangkuang, peninggalan bersejarah dari abad ke-8, berdiri megah di Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Keberadaannya menjadi simbol penting sejarah Hindu di Jawa Barat sekaligus saksi perjalanan panjang kepercayaan dan budaya di wilayah ini. Selain candi, juga terdapat makam Islam Embah Dalem Arief Muhammad, dan cagar budaya berupa desa adat Kampung Pulo
Sejarah Candi Cangkuang
Nama Candi Cangkuang diambil dari nama desa itu sendiri. ‘Cangkuang’ memiliki arti sebuah nama tanaman sejenis pandan yang banyak tumbuh di daerah sekitar candi. Candi ini ditemukan pada tanggal 9 Desember 1965 oleh ahli purbakala Drs. Uka Tjandrasasmita.
Pada tahun 1974-1976 dilakukan pemugaran oleh proyek Pembinaan Kepurbakalaan dan Peninggalan Nasional Depdikbud. Dalam proses ini berhasil terekonstruksi mulai dari kaki sampai atap candi, dan satu arca dewa Siwa.
Sedangkan 60% batuan asli dari bagian candi tidak dapat ditemukan. Sehingga alternatifnya digunakan batuan yang terdiri dari koral, semen, pasir, dan besi. Hasilnya, candi ini berbentuk bujur sangkar dengan panjang 4,5m, lebar 4,5 m, dan tinggi 8,5 m.
Candi ini dipercayai oleh para ahli sebagai penghubung mata rantai untuk beberapa penemuan seperti Candi Dieng, Candi Gedong Songo, dan Candi Jiwa. Fungsi Candi Cangkuang dulunya digunakan sebagai sebagai tempat pemujaan.
Untuk sekarang, fungsi candi cangkuang sudah bergeser menjadi situs sekaligus salah satu destinasi wisata sejarah. Selain candi yang dapat dikunjungi, juga terdapat kampung adat dan makam kuno.
Baca juga: Menguak Kisah Di Balik Pembuatan Candi Tegowangi
Simbol Toleransi
Dikatakan sebagai simbol toleransi dikarenakan candi ini dulunya merupakan tempat pemujaan. Hal inni ditandai pada bagian dalam candi yang terdapat sebuah arca dewa Siwa setinggi 40 cm dengan posisi sebelah kaki terlipat sembari menunggangi sapi.
Sedangkan di dekat candi juga ditemukan makam Islam Embah Dalem Arief Muhammad, leluhur dari warga Desa Cangkuang . Beliau ini adalah senopati dari kerajaan Mataram Islam. Dikarenakan kekalahannya melawan VOC di Batavia, beliau memilih untuk menyebarkan agama Islam di Kabupaten Garut yang pada saat itu masih beragama Hindu.
Toleransi tersebut dapat dilihat dari masih digunakan aturan adat meski mayoritas masyarakat sudah memeluk agama Islam. Terbukti dengan sebuah tradisi dimana setiap hari Rabu menjadi hari besar bagi masyarakat setempat. Pada hari Rabu juga, dilarang melakukan ziarah ke makam Arief Muhammad.
Wisata Candi Cangkuang Garut
Situs candi Cangkuang sudah menjadi objek wisata sejarah. Jam operasional wisata ini dibuka setiap hari mulai dari pukul 07.30 sampai 17.00. Jika ada hari besar agama Islam beberapa tempat akan ditutup.
Untuk harga tiket masuk yaitu dewasa Rp 5000, anak-anak Rp 3000 dan untuk parkir motor Rp2000 serta parkir mobil Rp5000. (Anisa Kurniawati, Sumber: museumnusantara.com)