By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
emmanus.comemmanus.comemmanus.com
  • Beranda
  • Berita
  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya
  • Cerita Rakyat
  • Pariwisata
Reading: Suku Kaili Dan Sejarah Masa Lalu Kota Palu
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
emmanus.comemmanus.com
Font ResizerAa
Search
  • Berita Kategori
    • Berita
    • Profil
    • Event
    • Tradisi
    • Pariwisata
    • Cerita Rakyat
    • Warisan Budaya
Follow US
©2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
emmanus.com > Blog > Warisan Budaya > Suku Kaili Dan Sejarah Masa Lalu Kota Palu
Warisan Budaya

Suku Kaili Dan Sejarah Masa Lalu Kota Palu

Achmad Aristyan
Last updated: 17/11/2024 08:00
Achmad Aristyan
Share
Teluk Palu, Sulawesi Tengah. Foto: Wikimedia Commons/a_rabin
SHARE

Kota Palu, ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah, memiliki sejarah panjang yang berkaitan erat dengan eksistensi suku Kaili (suku yang tinggal di Sulawesi Tengah dan sebagian kecil di Sulawesi Barat).

Kota berpenduduk 378.764 jiwa (per 8 Februari 2023) ini, sekarang menjadi pusat pemerintahan dan ekonomi, padahal wilayah ini dahulu merupakan lembah yang dikenal sebagai Teluk Kaili. 

Dalam perjalanan sejarahnya, Palu telah menjadi rumah bagi berbagai sub-etnis Kaili antara lain To-Sigi, To-Biromaru, To-Banawa, dan To-Kulawi. Masing-masing sub-etnis memiliki dialek tersendiri, dengan dialek Ledo sebagai yang paling umum digunakan. Nama “Kaili” sendiri diyakini berasal dari nama pohon besar yang menjadi tanda daratan bagi pelaut yang memasuki Teluk Kaili.

Melansir dari bpmpsulteng.kemdikbud.go.id, sejarah lisan mencatat, masyarakat Kaili awalnya tinggal di pegunungan sekitar Teluk Kaili. Di abad ke-8 hingga ke-9, Sawerigading, tokoh epik La Galigo yang populer di kalangan masyarakat Bugis, pernah singgah di tanah Kaili. Kunjungan ini membawa hubungan dagang antarakerajaan lokal, seperti Kerajaan Banawa dan Kerajaan Sigi, yang kian menguatkan kedudukan suku Kaili dalam jaringan perdagangan Nusantara.

Teluk Kaili yang luas dahulu membentang dari Desa Bangga di barat hingga Desa Bora di timur, membentuk lembah yang kini dikenal sebagai Lembah Palu. Seiring waktu, air di teluk ini surut, menjadikannya dataran luas dan membuka jalan bagi berkembangnya peradaban masyarakat Kaili di daratan yang baru terbentuk. Pada abad ke-16, wilayah ini telah berkembang menjadi sebuah kerajaan, yang kemudian dikenal sebagai Kerajaan Palu.

Baca juga: Rumah Adat Banua Oge, Simbol Kejayaan Kerajaan Palu

Pada abad ke-18, intelektual Belanda mulai menggunakan nama “Palu,” merujuk ke lembah yan dikenal sebagai Teluk Kaili. Nama ini mungkin berasal dari lokasi baru yang dipilih para penduduk untuk menetap setelah bergeser dari Desa Bontolevo di Pegunungan Ulayo. Setelah pindah ke dataran rendah, didirikanlah permukiman di Boya Pogego, yang menjadi cikal bakal kota Palu.

Palu pada awalnya gabungan empat kampung utama yaitu Besusu, Tanggabanggo (Kamonji), Panggovia (Lere), dan Boyantongo (Kelurahan Baru). Bersama-sama, mereka membentuk Dewan Adat, Patanggota, yang berperan dalam memilih raja dan mengelola urusan adat dan pemerintahan.

Kerajaan Palu berkembang menjadi salah satu kerajaan yang memiliki pengaruh cukup besar di wilayah ini, yang kemudian menarik perhatian Belanda. Bangsa penjajah Belanda pertama kali tiba di Palu pada masa pemerintahan Raja Maili (Mangge Risa) pada tahun 1868.

Kedatangan Belanda bertujuan untuk memperkuat pengaruh mereka di Sulawesi Tengah dengan mencari perlindungan dari Manado. Pada tahun 1888, Gubernur Belanda untuk wilayah Sulawesi datang bersama bala tentara dan kapal perang, menyerang Kayumalue (Perang Kayumalue). 

Setelah pertempuran, Raja Maili terbunuh. Posisinya digantikan Raja Jodjokodi, yang kemudian menandatangani perjanjian dengan Pemerintah Hindia Belanda pada 1 Mei 1888. Inilah yang menandai awal era kolonialisme di Palu.

Baca juga: Monumen Nosarara Nosabatutu, Ikon Perdamaian Di Palu

Masyarakat Kaili selai dikenal karena sejarah dan kebudayaannya, tetapi juga memiliki filosofi hidup unik yang memandang tubuh bagai dunia kecil yang mencerminkan apa yang terjadi di alam semesta. Bagi mereka, tubuh adalah kumpulan “catatan hidup” yang terus berkembang dari waktu ke waktu. 

Bahasa Kaili sendiri, dalam pemaknaan lingual, berakar dari kata “no-Kaili,” yang berarti “mengaliri.” Ini menggambarkan filosofi bahwa tubuh, seperti aliran air dari hulu ke hilir, terus memberikan kehidupan dan membawa pengalaman baru.

Sejarah panjang Kota Palu, bersama dengan kebudayaan suku Kaili, memberikan identitas yang kuat bagi masyarakat lokal hingga hari ini. Meskipun masyarakat Kaili awalnya tidak menganut budaya tulis, warisan dan nilai-nilai mereka tetap hidup melalui tradisi lisan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Palu telah menjadi simbol kekuatan budaya yang mengalir, seperti arti dari kata “Kaili” itu sendiri, melampaui berbagai tantangan yang dihadapinya sepanjang sejarah.

Kota Palu yang kita kenal saat ini bukan sekadar ibu kota Sulawesi Tengah, melainkan sebuah lambang peradaban dan identitas yang terus bertumbuh di antara pegunungan dan lembah. Suku Kaili dan sejarahnya telah memberikan fondasi yang kokoh bagi Palu sebagai kota yang kaya akan warisan budaya dan sosial bagi masyarakatnya. (Diolah dari berbagai sumber).

You Might Also Like

Mencicipi Pecel Pitik Kuliner Khas Suku Osing Banyuwangi 

Sajian Kue Bingka, Si Manis Lembut Khas Kalimantan Selatan

Rumah Baghi: Simbol Persatuan dan Tradisi Sumsel

Totopong, Ikat Kepala Khas Orang Sunda

Fadli Zon Usulkan Dangdut Warisan Budaya Takbenda UNESCO 

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook X Copy Link Print
Share
By Achmad Aristyan
Content Writer
Previous Article Gunung Panderman Mendaki Gunung Panderman Idaman Wisatawan
Next Article Sejarah Panjang Semangkuk Cwie Mie Malang
Leave a comment Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media

2kFollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
- Advertisement -
Ad imageAd image

Berita Terbaru

Munusa Championship Digelar di Wonosobo, Wadah Kreativitas dan Sportivitas Pelajar
Berita 30/05/2025
Indonesia dan Prancis Bangun Kemitraan Budaya untuk Pererat Hubungan Diplomatik
Berita 29/05/2025
Kodim Wonosobo dan Bulog Jemput Bola Serap Gabah Petani Sojokerto
Berita 29/05/2025
penulisan ulang sejarah Indonesia
DPR Setujui Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Target Rampung Tahun 2027
Berita 28/05/2025
- Advertisement -

Quick Link

  • Kontak Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber

Top Categories

  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya

Stay Connected

200FollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
emmanus.comemmanus.com
Follow US
© 2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Nama Pengguna atau Alamat Email
Kata Sandi

Lupa kata sandi Anda?