Totopong bisa dikatakan sebagai blangkonnya orang Sunda. Tutup kepala ini memiliki tujuh variasi bentuk yang memiliki keunikannya masing-masing. Saat ini totopong bisa dipakai oleh pria dari berbagai kalangan, mulai pegawai pemerintah, ulama atau masyarakat biasa.
Jika masyarakat Jawa Tengah terkenal akan blangkon dan Bali mengenal udeng, maka masyarakat Sunda mengetahui totopong. Pada 2012 lalu, totopong secara resmi diperkenalkan oleh Pemerintahan Kota Bogor kepada turis mancanegara sebagai salah satu ciri khas baru bagi masyarakat Sunda Bogor.
Kata iket berasal dari bahasa Sunda yang berarti “ikat” atau “ikatan”. Dulunya tutup kepala ini berfungsi mencerminkan kelas dalam masyarakat. Penggunaannya berkaitan dengan keagamaan, upacara adat, dan status sosial tokoh-tokoh masyarakat yang dianggap memegang peranan dalam suatu kelembagaan.
Totopong pada dasarnya merupakan kain batik bermotif Sunda berbentuk persegi dengan ukuran 50×50 cm yang diikatkan dengan berbagai bentuk. Terdapat tujuh variasi bentuk dalam totopong, yaitu barambang semplak, parekos nangka, parekos jengkol, tutup liwet, lohen, porten, dan kole nyangsang.
Makna dan Filosofi Iket
Tutup kepala ini bukan hanya sekedar kain yang diikatkan ke kepala, namun memiliki makna yang lebih dalam. Dulunya iket merupakan warisan orang tua kepada anaknya yang dibuat sendiri karena memiliki doa di balik motif dan corak tersebut.
Iket dikenal dengan Opat Kalima Pancer karena memiliki empat sisi dan satu persegi empat di tengah. Hal tersebut menggambarkan jati diri yang ada pada setiap diri manusia yaitu api, air, angin, dan udara serta diri.
Api sebagai sumber amarah, maka kita harus mampu meredamnya. Air selalu rendah hati melihat setiap yang berada di bawah kita. Udara meskipun tidak terlihat memberikan kesejukan kepada sesama. Tanah adalah asal mula manusia diciptakan.
Totopong memiliki nilai lebih dalam proses pembentukannya diperlukan kejelian, keterampilan, ketekunan, kesabaran, dan rasa estetika yang tinggi dari pemakainya. Dulunya iket kepala ini selain dipakai dalam kegiatan sehari-hari juga berfungsi sebagai bentuk penghormatan terhadap kedudukan seorang pria.
Selain itu juga sebagai simbol status sosial pria yang ditunjukkan melalui model dan jenis kain yang digunakan. Seiring berkembangnya zaman, fungsi Iket Sunda lebih beragam yaitu, sebagai ciri khas etnis Sunda, dipakai ketika memakai pakaian adat atau pertunjukan dan lainnya. Pemakainya juga dari semua kalangan. (Anisa Kurniawati-Berbagai sumber)