Nyorog merupakan tradisi menyambut bulan suci Ramadan yang dilakukan masyarakat Betawi. Hal ini dilakukan dengan menghantarkan makanan ke tokoh yang lebih tua.
Nyorog berasal dari bahasa Betawi yang berarti nganter, menghantarkan atau mengirim. Tradisi itu juga berfungsi untuk saling memaafkan dan sebagai ajang untuk menjalin tali silaturahmi.
Menurut beberapa sumber, Nyorog tidak hanya dilakukan saat menjelang Ramadan saja. Namun juga saat menyambut Idul Ftri dan menjelang pernikahan adat Betawi.
Sejarah Tradisi Nyorog
Dikuti dari Okezone, Yahya Andi, seorang budayawan Betawi, menjelaskan bahwa tradisi nyorog berasal dari sebuah upacara adat yang disebut ritus baritan. Tradisi ini berkaitan dengan kepercayaan masyarakat terhadap fenomena alam.
Pada masa lampau, sebelum Islam masuk ke Jawa, masyarakat kerap membawa makanan atau sesajen sebagai persembahan kepada Dewi Sri, dewi kemakmuran. Tujuannya sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil bumi.
Persembahan ini merupakan bentuk rasa terima kasih kepada Dewi Sri yang dianggap memberikan kesuburan tanah, tanaman, dan sumber makanan bagi manusia.
Seiring waktu, masuknya peradaban baru ke Nusantara membuat tradisi nyorog berubah.
Hal ini menjadi kegiatan penghormatan kepada yang lebih tua. Dalam praktiknya, generasi muda datang bersilaturahmi ke yang lebih tua dengan membawa berbagai jenis makanan.
Pendapat lain menyebutkan, tradisi ini diperkenalkan para wali Allah yang menyebarkan agama Islam dari wilayah Sunda Kelapa sekitar tahun 1800 Masehi.
Bukan Hanya Menjelang Ramadan
Tradisi Nyorog dilakukan dengan menghantarkan makanan kepada yang lebih tua. Pada jaman dulu, hantaran yang diberikan berupa aneka masakan khas Betawi yakni gabus pucung dan semur.
Namun seiring berkembangnya waktu, diganti menjadi yang lebih praktis. Misalkan seperti bingkisan berupa sembilan bahan pokok ataupun bahan makanan mentah lainnya, seperti ikan dan daging.
Terkadang bingkisan yang dibawa berupa makanan khas Betawi yang dimasukkan ke dalam rantang, misalnya sayur gabus pucung.
Saat ini, tradisi Nyorog tidak hanya untuk memperingati Idulfitri atau bulan suci Ramadan saja. Tradisi ini juga kerap dilakukan sesudah pernikahan, menjelang pernikahan, atau setelah lamaran. Tujuannya untuk meminta restu.
Selain itu untuk memperkenalkan diri pada keluarga pasangan, dan tentunya menjalin silaturahmi.
Saat ini istilah “nyorog” mulai menghilang. Namun kebiasaan mengirim bingkisan sampai sekarang masih dilakukan masyarakat Betawi di wilayah Jakarta. (Dari berbagai sumber)